MATERI 12

Bahan Presentasi : Materi 12

BAB XII

KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

  1. A.     Pendahuluan

Dalam acara Lokakarya tentang Rancangan Undang-Undang (RUU) Kerukunan Umat Beragama yang diselenggarakan oleh Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan pada tanggal 21 s/d 23 Juli 2002, Menteri Agama Prof. Dr. H. Said Agil Husein Al Munawar M.A., menyatakan bahwa tantangan Umat Beragama ke depan memang bersifat multi dimensi. Tantangan tersebut menurut Menteri Agama adalah kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan.1 Dalam laporan Badan Pusat Statistik, angka kemiskinan di Indonesia mencapai jumlah 40 jutaan orang.

Di samping ketiga tantangan tersebut, umat beragama di Indonesia juga dihadapkan pada tantangan baru yaitu, pluralisme masyarakat. Akibat dari perkembangan industri dan perubahan sosial lainnya, yang melahirkan kemajemukan masyarakat dari segi agama. Pada abad 21 ini hampir semua kota dan sudut pemukiman manusia terjadi heteroginitas kepemelukan agama.

Proses kemajemukan masyarakat ini semakin dipercepat oleh arus globalisasi dan kemajuan teknologi informasi. Terhadap arus globalisasi itu muncul pula kekuatan-kekuatan lokal untuk tetap bertahan secara eksklusif, tetapi setelah terjadi beberapa pergesekan atau benturan budaya,pada akhirnya umat manusia harus berkompromi dengan realitas kemajemukan masyarakat itu sendiri. Karena itu, untuk membangun atau mempertahankan peradaban umat manusia ini, yang diperlukan bukanlah sikap eksklusif masyarakat, namun bagaimana membuat pengaturan-pengaturan untuk merukunkan tata interaksi antara sesama manusia yang majemuk tersebut. Di sinilah terletak arti penting dari upaya-upaya untuk menyusun RUU tentang Kerukunan Umat Beragama, kata Menteri Agama.

Pembahasan, diskusi dan workshop atau yang semacamnya mengenai kerukunan umat beragama, permasalahan dan jalan keluarnya menjadi sangat penting, karena masalah kerukunan antar umat beragama amat krusial. Disebut krusial karena  menyangkut berbagai kepentingan baik etnis, budaya, idiologi, hukum, politik dan agama itu sendiri. Apabila penyelesaiannya tidak mencakup semua hal tersebut bisa jadi akan mengorbankan kepentingan yang lain.

Sekurang-kurangnya terdapat empat alasan perlunya pembahasan isu  kerukunan antar umat beragama di Indonesia. Pertama, dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional ditegaskan perlunya dilakukan upaya-upaya ke arah penyusunan Rencana Undang-Undang Kerukunan Umat Beragama. Kedua, kondisi bangsa Indopnesia saat ini sedang dilanda kerawanan disintegrasi bangsa dan koflik sosial, yang membawa keterlibatan umat beragama. Ketiga, konflik-konflik sosial yang melibatkan umat beragama  di daerah tertentu terkadang dapat segera diatasi melalui upaya-upaya dan kesepakatan yang bersifat lokal. Keempat, konflik sosial yang melibatkan umat beragama di berbagai daerah Indonesia ini sudah jelas substansi yang dalam pasal 29 UUD 1945, tetapi belum ada peraturan dibawah UUD 1945 yang mengatur secara operasional mengenai kerukunan umat beragama. Atas dasar empat alasan itu maka perlu dibentuk Undang-Undang Kerukunan Umat Beragama.

  1. B.    Sumber Konflik Umat Beragama

Masalah toleransi dan kerukunan hidup antar umat beragama di Indonesia sudah lama mendapat perhatian yang sangat serius dari Pemerintah sejak awal kemerdekaan hingga sekarang. Pemerintah menyadari bahwa mantapnya toleransi dan kerukunan hidup antar umat beragama merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam memupuk, membina dan mengembangkan kerukunan Nasional. Terciptanya kerukunan Nasional merupakan modal utama bagi terlaksananya program-program pembangunan Nasional. Sebaliknya, ketidakrukunan dan intoleransi antar umat beragama akan mengakibatkan terjadinya gangguan-gangguan terhadap stabilitas nasional, yang pada gilirannya akan mengganggu proses-proses jalannya pelaksanaan program-program pembangunan nasional.

Dalam upaya membina dan mengembangkan sendi-sendi kerukunan antar umat beragama, Pemerintah telah mengidentifikasi beberapa hal yang dapat menimbulkan titik-titik rawan di bidang kerukunan antar umat beragama dan sebagai sumber konflik antar umat beragama. Masalah-masalah rentan yang bisa menimbulkan kerawanan hubungan antar umat beragama tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Pendirian tempat ibadah.

Mendirikan tempat ibadah adalah hak setiap komunitas agama. Akan tetapi tempat ibadah yang didirikan tanpa mempertimbangkan situasi sosialogis dan kondisi psikologis lingkunagn umat beragama setempat, sering menciptakan       ketidakharmonisan hubungan antar umat beragama yang dapat menimbulkan konflik antar umat beragama.

  1. Penyiaran Agama.

Peyiaran agama baik secara lisan, melalui media cetak seperti brosur.pamflet, selebaran dan sebagainya, maupun melalui media elektronika serta media yang lain, dapat menimbulkan kerawanan di bidang kerukunan antar umat beragama,  lebih-lebih jika upaya-upaya penyiaran itu ditujukan kepada orang-orang yang telah memiliki identitas atau telah memeluk agama tertentu.

  1. Bantuan luar negeri.

Bantuan luar negeri untuk berbagai kepentingan pengembangan suatu agama, baik berupa bantuan material/ financial maupun tenaga ahli keagamaan, bila tidak mengikuti peraturan yang berlaku, dapat menimbulkan ketidakharmonisan      dalam bidang kerukunan umat beragama, baik di kalangan intern umat beragama maupun antar umat beragama.

  1. Perkawinan berbeda agama.

Perkawinan yang dilakukan oleh pasangan yang berbeda agama atau berlainan iman, walaupun pada mulanya bersifat pribadi yang bisa menimbulkan konflik antar keluarga, tetapi tidak jarang hal tersebut juga dapat mengganggu keharmonisan hubungan antar umat beragama, lebih-lebih apabila akar-akar       masalahnya telah menyangkut status hukum dari perkawinan tersebut atau menyangkut status harta benda hasil perkawinan, pembagian warisan, dsb.

  1. Perayaan hari-hari besar keagamaan.

Penyelenggaraan upacara perayaan hari-hari suci atau hari-hari besar keagamaan yang kurang mempertimbangkan kondisi, situasi dan suasana psikologis dan lingkungan sosial keagamaan,  dimana upacara perayaan tersebut diselenggarakan dapat menyebabkan timbulnya celah-celah kerawanan di bidang kerukunan antar umat beragama.

  1. Penodaan agama.

Perbuatan yang bersifat melecehkan atau menodai ajaran dan keyakinan suatu agama yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok penganut agama lain dapat menyulut muatan emosi, agresifitas dan meletupnya pijar-pijar sensitivitas keagamaan yang menimbulkan kerawanan di bidang kerukunan antar umat beragama.

  1. Kegiatan aliran sempalan.

Kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, tetapi jauh   menyimpang dari doktrin dasar kebenaran suatu agama, dapat menimbulkan kerawanan, baik hubungan interen suatu agama maupun hubungan antar umat beragama. Aliran sempalan ini biasanya bersifat eksklusif dan mengajukan klaim-klaim kebenaran terhadap pendirian atau paham-paham keagamaan yang dianutnya secara berlebih-lebihan. Sifat dan sikap demikian dapat menimbulkan kerawanan dalam hubungan interen suatu umat beragama atau hubungan antar umat beragama.

  1. Aspek-aspek non-agama.

Aspek-aspek non-agama yang dapat menimbulkan gejolak pengaruh terhadap kerawanan hubungan antar umat beragama bisa berupa tingkat kepadatan penduduk, lebarnya kesenjangan sosial ekonomi, factor muatan politik (politisasi agama), pelaksanaan pendidikan yang kurang atau tidak mempertimbangkan factor, nilai dan etika agama, dan penyusupan ideology dan politik berhaluan keras yang berskala nasional maupun internasional, yang masuk ke Indonesia melalui berbagai kegiatan agama.

  1. C.    Upaya Pemerintah Mengatasi Konflik

Dalam mengatasi krusialitas kerukunan umat beragama, Pemerintah telah melakukan berbagai upaya, baik membuat peraturan perundangan maupun usaha proaktif menyelesaikan persoalan di lokasi konflik. Diantara peraturan perundangan tersebut adalah:

  1. Peraturan Penyiaran Agama
    1. Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 23 Tahun 1974 tentang pembatasan Penggunaan Tenaga Kerja Warga Asing Pendatang:
      1. Penggunaan tenaga kerja warga negara asing pendatang dibatasi
      2. Pembatasan terkait dengan jenis pekerjaan yang tertutup sama sekali karena sudah tersedia tenaga kerja WNI, jenis pekerjaan yang jangka waktu tertentu dapat diisi sambil menyiapkan tenaga penggantinya dan jenis pekerjaan untuk jangka waktu tertentu terbuka sehubungan dengan penanaman modal.
      3. Kewajiban mengadakan program diklat dengan tujuan agar tersedia tenaga pengganti dalam waktu yang ditentukan.
      4. Jika melewati batas waktu dikenakan iuran wajib diklat.
  1. Keputusan Menteri Agama RI (KMA) No. 70 / 1978 tentang Pedoman Penyiaran Agama:
    1. Untuk menjaga stabilitas nasional dan demi tegaknya kerukunan antar umat beragama, pengembangan dan penyiaran agama agar dilaksanakan dengan semangat kerukunan, tenggang rasa, tepo seliro, saling menghargai, hormat menghormati antar umat beragama.
    2. Penyiaran agama tidak dibenarkan untuk:

(1)    Ditujukan terhadap orang yang telah memeluk suatu agama lain.

(2)    Dilakukan dengan menggunakan bujukan / pemberian materiil, uang, pakaian, makanan / minuman, obat-obatan dan lain-lain agar orang tertarik untuk memeluk suatu agama.

(3)    Dilakukan dengan cara penyebaran pamflet, bulletin, majalah, buku dan lain-lain di daerah / rumah kediaman umat /orang yang beragama lain.

(4)    Dilakukan dengan cara masuk keluar dari rumah orang yang telah memeluk agama lain dengan dalil apapun.

  1. Bila pelaksanaan pengembangan dan penyiaran menimbulkan gangguan kerukunan hidup antar umat beragama akan diambil tindakan sesuai peraturan perundangan.
  2. Seluruh aparat Departemen Agama sampai ke daerah diperintahkan untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan keputusan ini dan selalu mengadakan konsultasi / koordinasi dengan unsur pemerintah dan tokoh masyarakat setempat.
  1. Keputusan Menteri Agama No. 77 / 1978 tentang Bantuan Luar Negeri kepada Lembaga Keagamaan di Indonesia:
    1. Bantuan Luar Negeri (BLN) adalah segala bentuk bantuan yang berasal dari luar negeri berwujud bantuan tenaga, material dan/atau financial yang diberikan oleh pemerintah negara asing, organisasi, dan/atau perorangan kepada lembaga keagamaan dan/atau perorangan di Indonesia dengan cara apapun yang bertujuan untuk membantu penmbinaan, pengembangan dan penyiaran agama di Indonesia.
    2. Lembaga keagamaan adalah organisasi, perkumpulan, badan yayasan dan lain-lain yang usahanya bertujuan membina, mengembangkan dan menyiarkan agama yang secara kelembagaan / instansional dikelola oleh pemerintah, Departemen Agama.
    3. BLN hanya dapat dilaksanakan setelah mendapat persetujuan/rekomendasi dan melalui Menteri Agama.
    4. Penggunaan tenaga asing untuk pengembangan dan penyiaran agama dibatasi.
    5. Lembaga keagamaan dapat menggunakan WNA untuk melakukan kegiatan di bidang agama setelah mendapat izin dari Menteri Agama.
    6. Lembaga keagamaan tersebut wajib mengadakan program diklat untuk menyiapkan pengganti WNA.
    7. Program diklat harus dilakukan paling lama dua tahun.
    8. Lembaga keagamaan yang tidak memenuhi ketentuan dapat diambil tindakan sesuai Rancangan Undang-Undang.
  1. Keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 1 / 1979 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penyiaran Agama dan Bantuan Luar Negeri kepada Lembaga Keagamaan di Indonesia:
    1. Penyiaran agama tidak dibenarkan dengan cara:

(1)    Menggunakan bujukan / pemberian materiil, uang, pakaian, makanan / minuman, obat-obatan dan lain-lain agar orang berpindah menganut agama.

(2)    Menyebarkian pamflet, bulletin, majalah, buku dan lain-lain kepada orang / kelompok orang yang telah memeluk suatu agama lain.

(3)    Kunjungan dari rumah ke rumah orang yang telah memeluk agama lain.

  1. Kepala daerah dan perwakilan departemen melakukan bimbingan dan pengawasan guna menumbuhkan kerukunan sesama umat beragama.
  2. Koordinasi kepala daerah dan perwakilan departemen mengikutsertakan majelis agama.
  3. Segala Bantuan Luar Negeri kepada lembaga keagamaan dilaksanakan dan melalui persetujuan BKKTLN setelah mendapat koordinasi dari Depag.
  4. Penggunaan tenaga rohaniawan asing dan BLN lain memperhatian ketentuan Rancangan Undang-Undang.
  5. Lembaga keagamaan wajib mengadakan diklat untuk pengganti tenaga asing.
  6. Kepala daerah dan perwakilan departemen mengawasi kegiatan rohaniawan asing dan WNA yang membangun lembaga keagamaan, kegiatan lembaga keagamaan yang bergerak di bidang pembinaan, pengembangan dan penyiaran, pelaksanaan BLN dan pelaksanaan Diklat.
  1. Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomer 49 / 1980 tentang Rekomendasi Atas Permohonan Tenaga Asing Yang Melakukan Kegiatan Bidang Agama di Indonesia:
    1. Orang asing dapat melakukan kegiatan bidang agama di Indonesia setelah mendapat rekomendasi dari Menteri Agama.
    2. Rekomendasi dimaksud dilimpahkan kepada Sekjen.
    3. Syarat memperoleh rekomendasi:

(1)    Surat permohonan sponsor

(2)    Surat keterangan permohonanuntuk mendapatkan VBS (Visa Berdiam Sementara)

(3)    Curiculum Vitae

(4)    Ijazah bahwa yang bersangkutan adalah tenaga ahli yang belum dimiliki oleh bangsa Indonesia di bidang agama

(5)    Persetujuan Kanwil Depag

(6)    Kieterangan dari lembaga keagamaan tentang batas waktu perbantuan tenaga asing dan program diklat

(7)    Data statistik tentang jumlah umat beragama tempat kegiatan kerohaniawan, jumlah jemaat, jumlah rohaniawan WNA untuk lembaga yang bersangkutan

(8)    Keterangan dari aparat keamanan untuk perpanjangan KIMS / KITAS

  1. Instruksi Menteri Agama RI (INMA) Nomer 15 / 1981 tentang Peningkatan Penerangan dan Bimbingan Mengenai Penyelenggaraan Peringatan Hari-hari Besar Keagamaan:
    1. Para pejabat eselon I Pusat, Rektor dan Kakanwil meningkatkan penerangan dan bimbingan penyelenggaraan peringatan hari-hari besar keagamaan.
    2. Menyebarluaskan Surat Edaran Menag dan Petunjuk Presiden tentang penyelenggaraan peringatan hari-hari besar keagamaan kepada semua pegawai di lingkungan masing-masing, pemuka agama dan umat beragama di daerah yang bersangkutan.
  1. Surat Edaran Menteri Agama tentang penyelenggaraan peringatan hari-hari besar keagamaan:
    1. Penyelenggaran peringatan hari-hari besar keagamaan mempedomani unsure peribadatan (ibadah, kebaktian / liturgia, yadnya) sehingga hanya pemeluk beragama yang bersangkutan yang menghadiri dan unsur perayaan / kegiatan lain tanpa unsur ibadat yang dapat dihadiri oleh pemeluk agama lain.
    2. Seseorang yang karena jabatannya menghadiri upacara keagamaan yang tidak dipeluknya agar menyesuaikan diri dengan bersikap pasif namun khidmat.
    3. Penyelenggaraan peringatan hari-hari besar keagamaan di sekolah sesuai dengan ketentuan ini.
    4. Pimpinan lembaga kemasyarakatan perlu memperhatikan hajat keagamaan dalam penyelenggaraan peringatan hari-hari besar keagamaan.
    5. Tidak selayaknya mengusahakan sumbangan kepada bukan pemeluk agama lain, namun tidak dilarang memberikan sumbangan atau hadiah kepada pemeluk agama lain atas dasar sukarela persahabatan.
    6. Undangan penyelenggaraan peringatan hari-hari besar keagamaan pada pemeluk agama lain perlu dilampiri susunan acara.
  1. Pendirian Rumah Ibadah
    1. Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomer 9 dan 8 Tahun 2006, tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan forum kerukunan umat beragama, dan pendirian rumah ibadah, bab IV pasal 13 tentang pendirian rumah ibadah.
      1. Pendirian rumah ibadah didasarkan pada keperluan nyata dan sungguh-sungguh berdasarkan komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat beragama yang bersangkutan di wilayah kelurahan/desa.
      2. Pendirian rumah ibadah sebagaimana pada ayat (1) dilakukan dengan tetap menjaga kerukunan umat beragama, tidask menganggu ketenteraman dan ketertinban umum, serta mematuhi peraturan perundang-undangan.
      3. Dalam hal keperluan nyata bagi pelayanan umat beragarama di wilayah kelurahan/desa sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak memenuhi petimbangan komposisi jumlah penduduk digunakan batas wilayah kecamatan atau kabupaten/kota atau provinsi.
  1. Kawat Menteri Dalam Negeri Nomer 264 / KWT / DITPUM / DV / V / 1975 tanggal 5 Mei 1975 dan No. 933 / KWT / SOSOPOL / DV / XI / 1975 tanggal 28 Nopember 1975 kepada Gubernur seluruh Indonesia yang berisi bahwa penggunaan rumah tempat tinggal sehingga berfungsi sebagai gereja tidak diizinkan karena dapat mengganggu keamanan.
  1. Keppres No. 55 / 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaa Pembangunan Untuk Kepentingan Umum:
    1. Pengadaan dan rencana pemenuhan kebutuhan tanah harus sesuai dengan rencana umum tata ruang atau perencanaan ruang wilayah / kota.
    2. Ada 14 macam kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum, antara lain dalam bidang peribadatan.
    3. Pengadaan tanah oleh sebuah penitia melalui musyawarah dan pemberian ganti rugi.
    4. Bentuk ganti rugi adalah uang, tanah pengganti, pemukiman kembali, gabungan dari yang tersebut sebelumnya dan bentuk lain yang disetujui oleh pihak yang bersangkutan.
    5. Ganti kerugian diserahkan langsung kepada pemegang hak atas tanah atau wali warisnya dan nadzir bagi tanah wakaf.
    6. Ketenteraman Beragama
      1. Penetapan Presiden RI (Penpres) Tentang Pengamanan Terhadap Barang-barang Cetakan Yang Isinya Dapat Mengganggu Ketertiban Umum:
        1. Jaksa Agung berwenang melarang peredaran barang cetakan yang dianggap dapat mengganggu ketertiban umum.
        2. Menyimpan, memiliki, mengumumkan, menyampaikan, menyebarkan, menempelkan, memperdagangkan dan mencetak kembali barang yang terlarang dimaksud dikenakan hukuman kurungan satu tahun.
        3. Jaksa Agung berwenag menunjuk barang cetakan dari luar negeri tertentu untuk diperiksa sebelum diedarkan di Indonesia.
        4. Barang-barang cetakan yang dilarang akan disita oleh Kejaksaan, Kepolisian atau alat negara lain.
  1. Penetapan Presiden (Penpres) Nomer 11 / 1963 Tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi:
    1. Dipersalahkan melakukan tindakan pidana subversi antara lain menyebarkan rasa permusuhan, pertentangan, kekacauan, kegoncangan atau kegelisahan di antara kalangan penduduk atau masyarakat luas dengan sesuatu negara sahabat atau mengganggu, menghambat, mengacaukan bagi industri, produksi, distribusi, perdagangan, koperasi atau pengangkutan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau mempunyai pengaruh luas terhadap hajat hidup rakyat.
    2. Pidana tindakan subversif adalah pidana mati, pidana seumur hidup atau penjara 20 tahun.
  1. Penetapan Presiden Nomer 1 / 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan Dan/Atau Penodaan Agama:
    1. Setiap orang dilarang menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum untuk melakukan penafsiran tsuatu agama yang dianut atau melakukan kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan dari agama itu, sedangkan penafsiran dan kegiatan tersebut menyimpang dari pokok ajaran.
    2. Organisasi atau suatu aliran kepercayaan yang melakukan pelanggaran data dibubarkan atau dilarang.
    3. Jika masih tetap melakukan, anggota / pengurusnya dapat dipidana 5 tahun.
    4. Penambahan pasal 156a pada KUH Pidana tentang pidana 5 tahun bagi yang sengaja mengeluarkan perasaan / melakukan yang pada pokoknya bersifat permusuhan dan penodaan agama atau dengan maksud agar orang tidak menganut agama apapun.
  1. Undang-undang Nomer 5/1991 Tentang Kejaksaan RI Pasal 8 Dan 27:
    1. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Jaksa senantiasa bertindak berdasarkan hukum dan mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan dan kesusilaan.
    2. Dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum, kejaksaan menyelenggarakan kegiatan pengamanan kebijaksanaan penegakan hukum dan peredaran barang cetakan, pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara dan pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama.
  1. Instruksi Menteri Agama (Inma) No. 2/1982 Tentang Pengawasan Terhadap Penerbitan Dan Pemasukan Mushaf Al Qur’an:
    1. Kepala Kanwil Depag dan Kandepag agar mengawasi dan meneliti peredaran mushaf Al Qur’an di masyarakat dan took-toko apakah sudah ada tanda tashih.
    2. Penyampaian teguran, peringatan atau pertimbangan tindakan hukum.
  1. Instruksi Presiden Nomer 14/1967 Tentang Agama, Kepercayaan Dan Adat Istiadat Cina:
    1. Pelaksanaan ibadat dilakukan secara intern dalam hubungan keluarga atau perorangan.
    2. Perayaan pesta dilakukan tidak mencolok didepan umum.
    3. Pengamanan dan ketertiban diatur oleh Mendagri bersama Jagung.Inpres No. 14/1967 dicabut dengan Keppres No. 6/2000.
  1. Keputusan Bersama Menteri Agama. Menteri Dalam Negeri dan Kejaksaan Agung Nomer 67, 224,10 / 1980 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Inpres 14 / 1967:
    1. Jaminan kebebasan melakukan ibadat sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Rancangan Undang-Undang.
    2. Pelaksanaan kegiatan secara intern yaitu dalam batas lingkungan rumah tangga, keluarga atau tempat ibadah yang bersangkutan, sehingga tidak menjadi tontonan umum.
    3. Penyelenggaraannya memerlukan persetujuan Bupati / Walikota setelah mendengar pendapat dari Kandepag, Kejaksaan Negeri dan Muspida.
    4. Undang-Undang Nomer 23 / 1992 tentang Kesehatan Pasal 21 dan 80:
      1. Setiap makanan dan minuman yang dikemas wajib memberikan tanda label berisi bahan yang dipakai, komposisi setiap bahan, waktu kadaluarsa dan ketentuan lain.
      2. Pidana penjara 15 tahun bagi yang mengedarkan makanan dan / atau minuman yang tidak memenuhi standar, persyaratan dan / atau membahayakan kesehatan.
  1. Undang-undang Nomer 7 /1996 tentang Pangan Pasal 30-34:
    1. Setiap kemasan produk yang diperdagangkan wajib dicantumkan label yang memuat sekurang-kurangnya keterangan mengenai nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat / isi bersih, nama dan alamat produsen / pemasok, keterangan tentang halal, waktu kadaluarsa dan keterangan lain yang wajib atau dilarang.
    2. Keterangan tentang label ditampilakan secara tegas dan jelas dengan menggunakan bahasa Indonesia, huruf Arab dan huruf latin.
    3. Dilarang mengganti, melabel kembali atau menukar waktu kadaluarsa.
    4. Label harus memuat keterangan dengan benar dan tidak menyesatkan.
    5. Pernyataan label sesuai dengan persyaratan keagamaan.
  1. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomer 280 / Menkes / Per / XI / 76 tentang Ketentuan Peredaran dan Pendanaan Pada Makanan Yang Mengandung Bahan Berasal dari babi:
    1. Wadah / bungkus makanan yang mengandung babi harus diberi tanda peringatan “MENGANDUNG BABI” dengan font minimal 12 point dalam kotak persegi berwarna merah.
    2. Makanan yang mengandung babi yang tidak bertanda dilarang beredar.
    3. Kewenangan penarikan dari peredaran makanan dan nomor pendaftaran adalah Dirjen POM.
  1. Keputusan Bersama Mengeri Agama dan Menteri Agama Nomer 427 dan 68 / 1985 tentang Pencantuman Tulisan Halal pada Label Makanan:
    1. Makanan yang halal adalah semua jenis makanan yang tidak mengandung unsur atau bahan yang terlarang / haram dan/atau diolah / diproses menurut hukum agama Islam.
    2. Jaminan tentang kehalalan makanan adalah dengan tulisan “halal”
    3. Pengawasan preventif dilakukan oleh tim pada Dirjen POM dengan mengikutsertakan unsur Depag dan pengawasan di lapangan dilakukan oleh Depkes.
  1. Instruksi Presiden Nomer 2 / 1991 tentang Peningkatan Pembinaan dan Pengawasan produksi dan Peredaran Makanan olahan:
    1. Menko Kesra mengkoordinasi peningkatan usaha pembinaan dan pengawasan produksi dan peredaran makanan olahan.
    2. Menteri Kesehatan, Perindustrian, Pertanian dan Perdagangan menetapkan pengaturan, melaksanakan pembinaan dan pengawasan sesuai kewenangannya.
    3. Menteri Agama memberikan penyuluhan kepada umat beragama agar dapat menetapkan pilihan dengan benar terhadap produk makananolahan yang sesuai dengan keyakinan agamanya.
    4. Mendagri memberi petunjuk kepada Gubernur dalam membantu pelaksanaan pembinaan dan pengawasan produksi serta peredaran makanan olahan.
  1. Organisasi Kemasyarakatan
    1. Undang-undang Nomer 8 / 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan:
      1. Ormas adalah organisasi yang dibentu oleh anggota masyarakat secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agamadan kepercayaan untuk berperan serta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional.
      2. Ormas berfungsi sebagai wadah peran serta dalam usaha menyukseskan pembangunan nasional, berhak mempertahankan hak hidup sesuai tujuan organisasi dan berkewajiban memelihara persatuan dan kesatuan bangsa.
      3. Pemerintah dapat membekukan atau membubarkan ormas yang mengganggu ketertiban umum, menerima bantuan asing tanpa persetujuan pemerintah dan memberi bantuan asing yang merugikan bangsa dan negara.
      4. Pemerintah dapat membubarkan ormas yang mengatur, mengembangkan dan menyebarkan faham atau ajaran komunisme.
  1. Peraturan Pemerintah Nomer 18 / 1986 tentang Pelaksanaan UU No. 8 / 1985 tentang Ormas:
    1. Guna meningkatkan kegiatan ormas, pemerintah melakukan pembinaan umum dan pembinaan teknis.
    2. Pembinaan umum oleh Mendagri, Gubernur, Bupati / Walikota dan pembinaan teknis oleh Mendagri atau pimpinan lembaga Departemen yang membidangi sifat kekhususan ormas.
    3. Bantuan asing yang harus mendapat persetujuan pemerintah pusat melalui bantuan keuangan, peralatan, tenaga dan fasilitas.
  1. Instruksi Mendagri No. 8/ 1990 tentang Pembinaan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM):
    1. Gubernur dan Bupati / Walikota menginventariskan keberadaan LSM.
    2. Penciptaan iklim yang kondusif dan kemudahan agar LSM menjadi mitra pemerintah.
  1. Peraturan Mendagri No. 5 / 1986 tentang Ruang Lingkup, Tata Cara Pemberitahuan Kepada Pemerintah Serta Papan Nama dan Lembaga Ormas:
    1. Ruang lingkup ormas dapat nasional, propinsi dan kabko.
    2. Ormas wajib memberitahukan kberadaannya secara tertulis kepada pemerintah sesuai dengan ruang lingkup organisasi kemasyarakatan yang bersangkutan.
    3. Papan nama dan lambing ormas merupakan tanda yang menunjukkan keberadaan ormas dalam wilayah tertentu.
  1. Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Menteri Sosial Nomer 78 dan 39 / 1993 tentang Pembinaan Orsos / LSM:
    1. Pembinaan dimaksudkan untuk mengembangkan dan mendayagunakan peranan orsos / LSM sebagai wahana partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
    2. Depagri sebagai pembina umum dan Departemen Sosial sebagai pembina teknis yang pelaksanaannya dapat dilakukan secara bersama maupun sendiri-sendiri.
  1. Pembinaan Aliran Kepercayaan
    1. Instruksi Menteri agama Nomer 4 / 1978 tentang Kebijaksanaan Mengenai Aliran Kepercayaan:
      1. Sesuai Tap MPR No. IV / MPR / 1978tentang GBHN, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa tidak merupakan agama.
      2. Depag tidak mengurusi persoalan aliran kepercayaan.
  1. Instruksi Menteri Agama Nomer 14 / 1978 tentang Tindak Lanjut Inma No. 4 / 1978 tentang Kebijaksanaan Mengenai Aliran Kepercayaan:
    1. Untuk pelaksanaan UU No. 14 / 1978 tentang berlakunya Penpres No.1 / 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama perlu penelitian dan pendataan tentang aliran kepercayaan.
    2. Penelitian dan pendataan agar berhubungan dengan Kejagung, Depdagri, Depdiknas, instansi pusat lainnya, Gubernur, Kejaksaan dan instansi lain di daerah.
  1. Surat Menteri Agama kepada Gubernur Jatim No. B / 5943 / 78 tentang Masalah Menyangkut Aliran Kepercayaan:
  2. Orang yang mengikuti aliran kepercayaan tidak kehilangan agama yang difahami dan dipeluknya.
  3. Tidak ada tata cara sumpah, perkawinan, dan lain-lain menurut aliran kepercayaan.
  1. Surat Menteri Agama kepada Gubernur se-Indonesia No. B. VI / 11215 / 1978 tentang Masalah Penyebutan Agama, Perkawinan, Sumpah dan Penguburan Jenazah Bagi Umat Beragama Yang Dihubungkan Dengan Aliran Kepercayaan:
    1. Pidato kenegaraan Presiden RI tanggal 16 Agustus 1978 antara lain bahwa aliran kepercayaan bukanlah agama dan bukan agama baru dan jangan sampai mengarah kepada pembentukkan agama baru.
    2. Dalam negara RI tidak dikenal tata cara perkawinan, sumpah dan penguburan jenazah menurut aliran kepercayaan dan tidak dikenal penyebutan ”aliran kepercayaan” sebagai agama dalam KTP.
    3. Pencatatan perkawinan hanya dilakukan oleh dua instansi, yaitu Kantor Urusan Agama (KUA) dan Kantor Catatan Sipil (KCS).
  1. Surat Menteri Dalam Negeri kepada Gubernur dan Bupati / Walikota No. 477 / 286 / SJ tentang Pencatatan Perkawinan Bagi Para Penghayat Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa Agar Mentaati / Mengikuti Kebijaksanaan Seperti Yang Telah Ditetapkan Menag:
  1. Surat Menteri agama kepada Menteri Dalam Negerii Nomer B. VI. 5996/ 1980 tentang Perkawinan, KTP dan Kematian Para Penghayat Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa:
    1. Pembinaan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa tidak boleh mengakibatkan orang yang beragama menjadi tidak beragama.
    2. Perbuatan yang berakibat orang beragama menjadi tidak beragama bertentangan dengan pasal 156a KUHP dan dapat dituntut di pengadilan karena merupakan tindak pidana.
    3. Masalah KTP, perkawinan dan penguburan jenazah erat hubungannya dengan agama, namun karena aliran kepercayaan bukan agama maka tidak wajar ditampung dalam masalah tersebut.
  1. Aliran Kepercayaan Yang Dilarang
    1. Keputusan Jaksa Agung No. Kep-089 / D.A / 10 / 1971 tentang Larangan Terhadap Aliran-aliran Darul Hadits, Jamaah Qur’an Hadits, Islam Jamaah, Yayasan Pendidikan Islam Jamaah, Yayasan Pondok Pesantren Nasional, dan lain-lain organisasi yang bersifat / berajaran serupa.
  1. Keputusan Jaksa Agung No. Kep-0169 / J.A / 1983 tentang Larangan Terhadap Ajaran Yang Dikembangkan oleh Abdurrahman dan pengikut-pengikutnya (Aliran Inkarus Sunnah) dan Larangan Beredarnya Buku Tulisan Tangan Karangan Moch. Ircham Sutarto.
  1. Keputusan Jaksa Agung No. Kep-016 / J.A / 1993 tentang Larangan Beredarnya Buku “Aurad Muhammadiyah” oleh Ustadz Ashari Muhaammad, Penerbit Penerangan Al Arqam Malaysia.
  1. Keputusan Jaksa Agung No. Kep-017 / J.A / 1993 tentang Larangan Beredar Buku “Berhati-hati Membuat Tuduhan” oleh Ustadz Ashari Muhammad. Penerbit Penerangan Al Arqam, Malaysia.
  2. Keputusan Jaksa Agung No. Kep-0129 / J.A / 1976 tentang Larangan Terhadap Ajaran / Perkumpulan Siswa Al Kitab / Saksi Jehova.
  1. Keputusan Jaksa Agung No. Kep-085 / J.A / 1984 tentang Larangan Peredaran Barang CetakanYang Memuat Ajaran Kepercayaan “Children of Good”.
  1. Surat Dirjen Bimas Protestan No. F / 26 / 930 /84 dan Press Release Jaksa Agung tentang Larangan Peredaran Barang Cetakan Yang Memuat Ajaran Kepercayaan Children of Good karena mengajarkan praktik sesat, amoral dan free sex.
  1. Keputusan Jaksa Agung No. Kep-082 / J.A /1988 tentang Laranag Barang Cetakan Buku / Ajaran “Theologi Pembebasan Sejarah, Metode, Praksis dan Isinya” karangan Fr. Wahono Nitiprawiro (Katolik).
  1. Keputusan Jaksa Agung No. Kep-107 / J.A / 1984 tentang Larangan Peredaran Barang Cetakan Yang Memuat Ajaran Kepercayaan Kari Krisna (Hindu).
  1. Keputusan Jaksa Agung No. Kep-011 / B.2 / 1976 tentang Larangan Ajaran Agama Budha Jawi Wisnu.
  1. Aliran Yang Bermasalah
    1. Aliran Sai Baba, sikap mempertuhankan manusia dan kecenderungan membentuk agama baru serta menimbulkan kendala baru dalam pemurnian Vihara dan program pembauran.
    2. Aliran Parisadha Budha Darma Niciren Syosyu Indonesia (NSI)
    3. Aliran Majelis Budayana Indonesia dan Aliran Sangha Agung Indonesia
    4. Khong Hui Cho dan Klenteng.4
  1. D.    Penutup

Menciptakan kerukunan hidup beragama di Indonesia memang sangat krusial, karena kerukunan hidup beragama dipengaruhi oleh berbagai factor dan bersifat multi dimensional. Diantara factor-faktor yang mempengaruhi kerukunan hidup beragama adalah etnis, idiologi, budaya, hukum, politik, ekonomi, sosial, dan agama itu sendiri.

Pemerintah bersama rakya telah melakukan berbagai upaya menyelesaikan berbagai krusialitas kerukunan umat beragama ini. Diantara upaya tersebut adalah menyusun dan menetapkan berbabagi peraturan perundangan, mulai undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan bersama beberapa menteri, peraturan menteri dan tentu peraturan pemerintah daerah oleh gubernur, dan bupati dan berbagai upaya yang dilakukan rakyat baik secara sendiri-sendiri maupun bersama pemerintah.

Upaya-upaya ini sebagaian telah dapat mengatasi konflik agama di beberapa daerah seperti di Ambon, Poso, Sampit. Kupang dan beberapa daerah lainnya. Tetapi sampai saat ini gejala-gejala konflik agama secara sporadis masih .terjadi di bebarapa daerah seperti di Ambon dan Poso.

Oleh sebab itu upaya untuk menyelesaikan berbagai masalah kerukuna yang  krusial, yang sampai saat ini masih terus terjadi masih perlu dilakukan secara terus-menerus, seperti pembentukkan Forum Kerukunan Umat Beragama dari Pusat sampai prop[isnsi dan kabupaten/kota sebagaimana diatur dalam Peraturan Bersama menteri Agama dan Menteri dalam Negeri Nomer 9 dan 9 Tahun 2006 tersebut diatas. Semoga.

SOAL-SOAL LATIHAN

BAB XIII

  1. Jelaskan pengertian kerukunan umat beragama (KUB) !
  2. Jelaskan latar belakang perlunya KUB !
  3. Jelaskan pola pelaksanaan KUB !
  4. Jelaskan tipologi keagamaan masyarakat Indonesia !
  5. Jelaskan lengkah-langkah yang ditempuh Pemerintah dan masyarakat dalam melaksanakan KUB !
  6. Jelaskan ketentuan pelaksanaan UUB yang telah diatur oleh Pemerintah !
  7. Jelaskan ketentuan mengenai aliran Ahmadiyah !
  8. Jelaskan ketentuan mengenai pembangunan sarana ibadah !
  9. Jelaskan Opokok-pokok ajaran islam tentang KLUB !
  10. 10.   Jelaskan pandangan Islam terhadap pemeluk agama lain !
Tanda TanganMahasiswa
Tanda TanganDosen

LEMBAR JAWABAN

SOAL-SOAL LATIHAN

BAB XIII

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

Nilai dan Tanda Tangan Dosen  Nilai :Tanda Tangan : Nama, Nilai danTanda Tangan Mahasiswa NamaNilai :Tanda Tangan : 

UNIVERSITAS INDONUSA ESA UNGGUL

Mata Kuliah : Pendidikan Agama Islam

Lembar Tugas

Ringkasan Pemahaman Materi

Bab………… Topik ……………………………………………..

Nama    :…………………………………………………………….

NIM       : ……………………………………………………………

Seksi      : …………

Tulislah pemahaman Anda tentang materi tersebut diatas.

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

Paraf Dosen                                                                                                        Paraf Mahasiswa

………………….                                                                                                ………………………………

Catatatn :

1. Lembar Tugas ini, setelah diisi,  agar diserahkan kepada Dosen sebelum  selesai perkuliahan.

2. Mengisi dan menyerahkan Lembar Tugas ini merupakan komponen TUGAS, bobot nilai 20 %.

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *