Bahan Presentasi : Bahasa Indonesia pertemuan 13
Bahan Pengayaan : 13 BERBICARA
Just another Departemen Dukungan Pembelajaran Sites
Bahan Presentasi : Bahasa Indonesia pertemuan 13
Bahan Pengayaan : 13 BERBICARA
Bahan Presentasi : File PPT
Bahan Pengayaan : 14 SENI MENCITARASAKAN
1. Pengertian Karya Ilmiah
Karya ilmiah adalah sebuah tulisan yang berisi suatu permasalahan yang diungkapkan dengan metode ilmiah (Soeparno, 1997:51); karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta dan ditulis menurut metodologi penulisan yang baik dan benar (Arifin, 2003:1). Artinya, pengungkapan permasalahan dalam karya ilmiah itu harus berdasarkan fakta, bersifat objektif, tidak bersifat emosional dan personal, dan disusun secara sistematis dan logis. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia ragam baku dengan memperhatikan kaidah EYD dan Pembentukan Istilah.
2. Sikap Ilmiah
Orang yang berjiwa ilmiah adalah orang yang memiliki tujuh macam sikap ilmiah. Ketujuah macam sikap ilmiah itu adalah (1) sikap ingin tahu, (2) sikap kritis, (3) sikap terbuka, (4) sikap objektif, (5) sikap rela menghargai karya orang lain, (6) sikap berani mempertahankan kebenaran, dan (7) sikap menjangkau ke depan (Brotowidjoyo, 1985:33-34).
3. Jenis Karya Ilmiah
Berdasarkan tingkat akademisnya, karya ilmiah dapat dibedakan atas lima macam, yaitu (1) makalah, (2) laporan penelitian, (3) skripsi, (4) tesis, dan (5) disertasi. Makalah adalah karya tulis yang memerlukan studi, baik secara langsung maupun tidak langsung; dapat berupa kajian pustaka/buku, kajian suatu masalah, atau analisis fakta hasil observasi. Laporan penelitian merupakan sebuah tulisan yang dibuat setelah seseorang melakukan penelitian, pengamatan, wawancara, pembacaan buku, percobaan, dan lain-lain. Adapun skripsi merupakan jenis karya ilmiah yang ditulis oleh mahasiswa strata satu (S1) untuk memperoleh gelar sarjana; tesis ditulis oleh mahasiswa strata dua (S2) untuk memperoleh gelar magister; dan disertasi ditulis oleh mahasiswa strata tiga (S3) untuk memperoleh gelar doktor. Namun, untuk keperluan diklatini, pembicaraan selanjutnya akan difokuskan pada penulisan laporan penelitian.
4. Sistematika Laporan Penelitian
Komponen-komponen penting dalam laporan penelitian dan muatan tiap-tiap bagian disusun dengan urutan sebagai berikut.
1. Bagian awal
(a) Halaman sampul/judul
(b) Halaman Pengesahan (Jika diperlukan)
(c) Abstrak
(d) Kata pengantar
(e) Daftar isi
(f) Daftar tabel (jika ada)
(g) Daftar gambar (jika ada)
2. Bagian pokok/utama
(a) Pendahuluan (berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan, dan manfaat penelitian)
(b) Kajian pustaka, kerangka teoretik, dan pengajuan hipotesis (jika diperlukan)
(c) Metode penelitian
(d) Hasil penelitian, pengujian hipotesis, dan pembahasan
(c) Penutup (berisi simpulan, dan saran)
3. Bagian akhir
(a) Daftar pustaka
(b) Lampiran-lampiran (jika ada)
5. Cara Penulisan Karya Ilmiah
5.1 Topik dan Judul
Kegiatan yang pertama kali dilakukan sebelum menulis adalah menentukan topik. Hal ini berarti bahwa harus ditentukan terlebih dahulu apa yang akan dibahas dalam tulisan. Dalam memilih topik perlu dipertimbangkan beberapa hal, yaitu:
(1) topik itu ada manfaatnya dan layak dibahas,
(2) topik itu cukup menarik terutama bagi penulis,
(3) topik itu dikenal dengan baik,
(4) bahan yang diperlukan dapat diperoleh dan cukup memadai, dan
(5) topik itu tidak terlalu luas dan tidak terlalu sempit.
Contoh: “Usaha kecil dan menengah” (terlalu luas)
“Pengembangan usaha kecil dan menengah” (terbatas)
Setelah diperoleh topik, dalam pelaksanaannya topik yang dipilih itu harus dinyatakan dalam suatu judul. Topik ialah pokok pembicaraan dalam keseluruahan karangan yang akan digarap, sedangkan judul adalah nama, titel, atau semacam label untuk suatu karangan. Pernyataan topik mungkin sama dengan judul, tetapi mungkin juga tidak, misalnya dalan karya sastra. Namun, dalam karya ilmiah judul harus tepat menunjukkan topiknya. Penentuan judul harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain:
(1) judul harus sesuai dengan topik atau isi karangan,
(2) judul sebaiknya dinyatakan dalam bentuk frasa, bukan kalimat,
Contoh: Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah di Yogyakarta ( baik)
Usaha Kecil dan Menengah di Yogyakarta Perlu Dikembangkan (tidak baik)
(3) judul diusahakan singkat,
(4) judul harus dinyatakan secara jelas.
5.2 Abstrak
Abstrak berisi intisari menyeluruh tentang isi tulisan, mulai dari judul, tujuan, metode, dan rumusan hasil/temuan. Abstrak ditulis dengan spasi tunggal. Untuk makalah, abstrak cukup satu paragraf, sedangkan untuk laporan penelitian terdiri atas tiga paragraf yang masing-masing memuat hal-hal di atas.
5.3 Kata Pengantar
Kata pengantar berisi puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih, ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang secara langsung atau tidak langsung berperan dalam kegiatan penulisan tersebut, dan permintaan kritik dari pembaca demi perbaikan.
5.4 Pendahuluan
Pendahuluan berfungsi menyadarkan pembaca akan pentingnya topik yang dibahas sehingga pembaca merasa perlu mengetahui topik itu lebih jauh dan pembahasannya. Oleh karena itu, dalam pendahuluan perlu dikemukakan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan, dan manfaat penelitian.
5.5 Kajian Pustaka dan Kerangka Teoretik
Pengertian kajian pustaka dan kerangka teoretik itu berbeda. Kajian pustaka berisi pembahasan tentang kajian-kajian terdahulu yang relevan dengan topik penelitian, sedangkan kerangka teoretik adalah seperangkat teori yang dipakai sebagai landasan penelitian. Oleh karena itu, pemecahan masalah penelitian harus berlandaskan pada teori dan kajian terhadap hasil-hasil penelitian sebelumnya yang terkait dengan permasalahan yang dibahas. Dari kajian itu didapatkan jawaban sementara atas permasalahan yang telah dirumuskan. Jawaban sementara tersebut biasa disebut hipotesis.
5.6 Metode Penelitian
Setelah kajian teoretik dirumuskan, langkah selanjutnya adalah merumuskan metode yang dipakai dalam penelitian. Metode penelitian tersebut meliputi apa atau siapa yang diteliti, bagaimana memilih sampel dari populasinya, data apa saja yang harus dikumpulkan dan dengan metode apa data itu dikumpulkan, teknik analisis data yang manakah yang digunakan.
5.7 Pembahasan
Bagian ini berisi analisis, pembahasan, dan pemaknaan data yang yang telah dikumpulkan. Kelengkapan data yang diperoleh sangat mendukung kesahihan hasil analisis. Dan, kecermatan analisis dan pemaknaan data sangat menentukan kualitas hasil kajian.
5.8 Simpulan
Simpulan merupakan hasil yang diperoleh dari pembahasan masalah sesuai dengan tujuan penelitian. Oleh karena itu, simpulan harus menjawab permasalahan dan harus sesuai dengan tujuan.
6. Teknik Penulisan Karya Ilmiah
Ketentuan-ketantuan yang harus diperhatikan dalam penulisan karya ilmiah meliputi (1) penggunaan kertas, (2) teknik pengetikan, (3) penomoran, (4) penulisan sumber rujukan atau referensi, dan (5) penulisan daftar pustaka.
6.1 Penggunaan Kertas
Kertas yang dipakai adalah kertas HVS, berwarna putih, berat 80 gram, dan berukuran kuato (21.5 x 28 cm). Naskah ditulis pada satu sisi.
6.2 Teknik Pengetikan
1) Penggunaan Huruf
Naskah karya ilmiah diketik dengan huruf standar (Times New Roman 12) dan dengan pita atau tinta berwarna hitam.
2) Jarak Spasi
Jarak antarbaris adalah satu setengah spasi, kecuali abstrak, terusan nama bab, terusan nama judul tabel, terusan nama judul grafik/gambar, dan kutipan langsung yang lebih dari empat baris harus diketik dengan jarak satu spasi. Penulisan antarbaris pada setiap sumber pustaka diketik dengan jarak satu spasi, sedangkan penulisan antarsumber dalam daftar pustaka deketik dengan jarak dua spasi.
3) Batas Tepi Pengetikan
Batas tepi pengetikan adalah sebagai berikut.
(1) Tepi atas : 4 cm
(2) Tepi bawah : 3 cm
(3) Tepi kiri : 4 cm
(4) Tepi kanan : 3 cm
4) Penulisan Judul, Bab, dan Subbab
Penulisan judul, bab, subbab, dan anak subbab mengikuti ketentuan berikut ini.
(1) Judul dan bab ditulis dengan huruf kapital semua, tidak diakhiri tanda baca apa pun, dan ditulis pada posisi tengah. Nomor bab ditulis dengan angka romawi.
(2) Penulisan subjudul, subbab, dan anak subbab menggunakaan huruf kapital pada setiap awal kata kecuali kata tugas; dan dimulai dari batas tepi kiri dan tidak menggunakan garis bawah serta tidak diakhiri tanda baca apa pun.
5) Penulisan Paragraf Baru
Penulisan paragraf baru dimulai setelah ketukan kelima dari tepi kiri atau dengan sistem lurus, tetapi harus diberi jarak spasi dua kali lipat.
6) Penulisan Nama
Penulisan nama pengarang, baik yang diacu dalam tubuh karangan maupun yang dicantumkan pada daftar pustaka mengikuti ketentuan berikut ini.
(1) Nama pengarang yang diacu dalam tubuh tulisan hanya ditulis nama pokoknya. Misalnya, “Ahmad Sudargo”, yang ditulis hanya “Sudargo”.
(2) Pada daftar pustaka, nama yang terdiri atas dua penggal nama atau lebih ditulis nama pokok (belakang), kemudian tanda koma dan diikuti nama depanya. Misalnya, “Ahmad Sudargo” penulisannya menjadi “Sudargo, Ahmad”.
(3) Pengarang buku yang terdiri atas dua orang ditulis secara lengkap.
(4) Pengarang buku yang lebih dari tiga orang ditulis nama pengarang pertama dan diikuti singkatan “dkk.”
(5) Gelar kesarjanaan atau jabatan akademis tidak dicantumkan.
7) Penulisan Tabel dan Grafik
Penulisan tabel dan grafik mengikuti ketentuan berikut.
(1) Penulisan tabel diupayakan jangan ganti halaman.
(2) Nomor dan judul tabel ditempatkan simetris di atas tabel.
(3) Nomor dan judul grafik ditempatkan simetris di bawah grafik.
(4) Penulisan judul tabel dan grafik tidak diakhiri tanda baca apa pun.
(5) Penulisan nomor urut tabel menggunakan angka Arab, sedangkan penulisan nomor urut grafik menggunakan angka Romawi.
Materi bisa di download di sini
Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi dan bahasa persatuan Republik Indonesia. Penggunaan Bahasa Indonesia diresmikan setelah proklamasi kemerdekaan bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi.
Dari segi linguistik, bahasa Indonesia adalah varian dari bahasa Melayu. Bahasa Melayu merupakan sebuah bahasa Austronesia dari cabang Sunda-Sulawesi yang digunakan sebagai lingua franca atau bahasa perhubungan di Nusantara sejak abad awal penanggalan modern.
Bahasa melayu menyebar ke pelosok Nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama Islam di wilayah Nusantara, serta makin berkembang dan bertambah kokoh keberadaannya karena bahasa Melayu mudah di terima oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa perhubungan antar pulau, antar suku, antar pedagang, antar bangsa dan antar kerajaan. Perkembangan bahasa Melayu di wilayah Nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan rasa persatuan bangsa Indonesia, oleh karena itu para pemuda indonesia yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa indonesia menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa indonesia.
Dalam perkembangannya Bahasa Indonesia mengalami perubahan akibat penggunaanya sebagai bahasa kerja di lingkungan administrasi kolonial dan berbagai proses pembakuan sejak awal abad ke-20. Penamaan “Bahasa Indonesia” diawali sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 yang bertujuan untuk menghindari kesan “imperialisme bahasa” apabila nama “bahasa Melayu” tetap digunakan. Proses ini menyebabkan berbedanya Bahasa Indonesia saat ini dari varian bahasa Melayu yang digunakan di Riau maupun Semenanjung Malaya atau bagian Sumatera. Hingga saat ini, Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah, bahasa asing maupun kata-kata yang tercipta dari lingkungan sekitar.
Meskipun dipahami dan dituturkan oleh lebih dari 90% warga Indonesia, Bahasa Indonesia bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan warga Indonesia. Sebagian besar menggunakan salah satu dari 748 bahasa yang ada di Indonesia sebagai bahasa ibu. Penutur Bahasa Indonesia kerap kali menggunakan versi sehari-hari (kolokial) dan/atau mencampuradukkan dengan dialek Melayu lainnya atau bahasa ibunya. Meskipun demikian, Bahasa Indonesia digunakan sangat luas di perguruan-perguruan, media massa, sastra, perangkat lunak, surat-menyurat resmi, dan berbagai forum publik lainnya.
Sejarah Awal Perkembangan Bahasa Indonesia
Awalnya, pemerintah kolonial Hindia-Belanda menyadari bahwa bahasa Melayu dapat dipakai untuk membantu administrasi bagi kalangan pegawai pribumi karena penguasaan bahasa Belanda para pegawai pribumi dinilai lemah. Dengan menyandarkan diri pada bahasa Melayu Tinggi, sejumlah sarjana Belanda mulai terlibat dalam standardisasi bahasa. Promosi bahasa Melayu pun dilakukan di sekolah-sekolah dan didukung dengan penerbitan karya sastra dalam bahasa Melayu. Akibat pilihan ini terbentuklah “embrio” bahasa Indonesia yang secara perlahan mulai terpisah dari bentuk semula bahasa Melayu Riau-Johor.
Ada empat faktor yang menyebabkan Bahasa melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia, yaitu:
Pada awal abad ke-20 perpecahan dalam bentuk baku tulisan bahasa Melayu mulai terlihat. Pada tahun 1901, Indonesia yang saat itu disebut Hindia-Belanda, mengadopsi ejaan Van Ophuijsen dan pada tahun 1904 Persekutuan Tanah Melayu-yang saat ini menjadi wilayah Malaysia-di bawah pimpian Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson. Ejaan Van Ophuijsen diawali dari penyusunan Kitab Logat Melayu Van Ophuijsen pada tahun 1896 yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim.
Intervensi pemerintah semakin kuat dengan dibentuknya Commissie voor de Volkslectuur (“Komisi Bacaan Rakyat” – KBR) pada tahun 1908 yang saat ini bernama Balai Pustaka. Pada tahun 1910 komisi ini, di bawah pimpinan D.A Rinkes, melancarkan program Taman Poestaka dengan membentuk perpustakaan kecil di berbagai sekolah pribumi dan beberapa instansi milik pemerintah. Perkembangan program ini sangat pesat, dalam dua tahun telah terbentuk sekitar 700 perpustakaan. Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai “bahasa persatuan bangsa” pada saat Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober. Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional merupakan usulan Muhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan, dan ahli sejarah.
Dalam pidatonya di Kongres Nasional kedua di Jakarta, Yamin mengatakan,
“Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan.”
Selanjutnya perkembangan bahasa dan kesusastraan Indonesia banyak dipengaruhi oleh sastrawan Indonesia yang banyak mengisi dan menambah perbendaharaan kata,sintaksis, maupun morfologi bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia dituturkan di seluruh Indonesia, walaupun lebih banyak digunakan di area perkotaan dengan dialek dan logat daerahnya masing-masing. Untuk berkomunikasi dengan sesama orang sedaerah kadang bahasa ibulah yang digunakan sebagai pengganti bahasa Indonesia.
Dialek dan ragam bahasa
Pada keadaannya bahasa Indonesia menumbuhkan banyak varian yaitu varian menurut pemakai yang disebut sebagai dialek dan varian menurut pemakaian yang disebut sebagai ragam bahasa.
Dialek dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu :
Ragam bahasa dalam bahasa Indonesia berjumlah sangat banyak dan tidak terhitung. Maka itu, ia dibagi atas dasar pokok pembicaraan, perantara pembicaraan, dan hubungan antarpembicara.
Ragam bahasa menurut pokok pembicaraan meliputi:
Ragam bahasa menurut hubungan antarpembicara dibagi atas:
Dalam kenyataannya, bahasa baku tidak dapat digunakan untuk segala keperluan, tetapi hanya untuk:
Selain keempat penggunaan tersebut, dipakailah ragam bukan baku.
Perkembangan Bahasa Indonesia di Era Global
Indonesia adalah negara kepulauan dengan ratusan suku yang memiliki ribuan bahasa ibu dan budayanya. Bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan yang digunakan untuk menyatukan dan mempermudah komunikasi antarsuku yang ada di Indonesia.
Saat ini banyak terjadi pergeseran makna yang membombardir kekukuhan bahasa Indonesia. Keberadaan Bahasa Indonesia mengalami banyak perkembangan dari sejak awal terbentuknya hingga saat ini karena keterbukaannya.
Ada dua fenomena yang terjadi dewasa ini yang berkaitan dengan Bahasa Indonesia, yaitu :
A. Fenomena Positif
Bahasa Indonesia telah berkembang dengan baik di kalangan masyarakat. Terbukti dengan digunakannya bahasa Indonesia oleh para ibu (khususnya ibu-ibu muda) dalam mendidik anak-anaknya. Dengan demikian, anak-anak menjadi terlatih menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan di masa depan mereka memiliki keterampilan berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia.
Kita juga perlu berbangga hati dengan digunakannya bahasa Indonesia dalam produk-produk perusahaan luar negeri, baik dalam kemasannya, prosedur penggunaannya, maupun keterangan produk yang dihasilkan. Mereka melakukan hal ini untuk mempermudah promosi, sehingga produk mereka laku dipasarkan di Indonesia.
Dari contoh di atas, dapat disimpulkan bahwa keberadaan bahasa Indonesia diakui oleh masyarakat Internasional khususnya para pengusaha asing.
B. Fenomena Negatif
Seiring dengan berkembangnya zaman, banyak ditemukan perkembangan bahasa yang menyimpang dari kaidah bahasa Indonesia, seperti munculnya bahasa gaul, bahasa komunikasi kelompok bermain atau bahasa prokem, bahasa SMS dan bahasa yang sedang banyak dibicarakan belakangan ini yaitu Bahasa Alay.
Dewasa ini, kesadaran untuk berbahasa Indonesia yang baik dan benar di kalangan remaja mulai menurun, mereka lebih senang menggunakan bahasa gaul daripada bahasa Indonesia. Fenomena seperti ini seharusnya tidak boleh terjadi, karena hal ini dapat merusak kebakuan dan merancukan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia harus tetap berkembang, walaupun diterpa oleh kemunculan bahasa-bahasa asing dan bahasa pergaulan.
Kita seharusnya malu jika tidak dapat menggunakan bahasa Indonesia dengan baik, karena kita pemiliknya. Sekarang ini, kita cenderung menyepelekan dan mencampuradukkannya dengan bahasa daerah, seperti mencampurnya dengan bahasa Jawa. Fenomena ini sering kali kita jumpai dalam pergaulan sehari-hari, contohnya di sekolah, saat jam pelajaran kita menggunakan bahasa Indonesia, tetapi saat kembali bercengkerama dengan teman-teman, kita lupa akan bahasa Indonesia. Apalagi dengan kemunculan bahasa gaul dan bahasa prokem yang ternyata sudah dibukukan oleh salah seorang artis ternama kita, Debbie Sahertian.
Jadi, sebaiknya antara bahasa daerah dan bahasa Indonesia harus berkembang seimbang, agar peran bahasa Indonesia di era global ini diakui dan tetap berdiri tegak di bumi Indonesia. Bahasa gaul, bahasa prokem, bahasa Indonesia yang mengalami penginggrisan harus dapat ditekan dan hanya sebatas untuk komunikasi pergaulan. Bahasa pada hakikatnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebudayaan. Oleh karena itu, bahasa Indonesia dalam konteks kebudayaan nasional merupakan komponen yang paling representatif dan dominan, termasuk upaya melanggengkan kesatuan bangsa (Hasan Alwi, 1998). Orang Indonesia sebaiknya belajar mencintai bahasa nasionalnya dan belajar memakainya dengan kebanggaan dan kesetiaan, sehingga membuat orang Indonesia berdiri tegak di dunia ini walaupun dilanda arus globalisasi dan tetap dapat mengatakan dengan bangga bahwa orang Indonesia menjadi bangsa yang berdulat yang mampu menggunakan bahasa nasionalnya untuk semua keperluan modern.
Kita tidak boleh kalah dengan bangsa lain, seperti Arab, Italia, Jerman, Prancis, Jepang, Korea dan Cina yang bahasanya bukan Inggris, tetapi tidak mengalami proses penginggrisan yang memprihatinkan. Masyarakat Indonesia harus dapat menunjukkan ketahanan budayanya, warganya hanya perlu diberi semangat dan didorong agar jangan cepat menyerah. Untuk meningkatkan peran bahasa Indonesia di era global dan tetap mempertahankan budaya daerah seharusnya pemerintah memberlakukan peraturan atau Undang-undang tentang tata susunan, isi, dan penggunaan bahasa Indonesia yang benar dalam surat kabar, tabloid, maupun majalah-majalah remaja. Sebaiknya dalam majalah remaja perlu diisikan kolom khusus bacaan berbahasa Indonesia yang benar, untuk media elektronik, seperti TV khususnya televisi swasta dan radio diadakan acara debat, cerdas tangkas, diskusi, dan acara yang menggunakan bahasa Indonesia yang benar. Tetap diadakan ujian nasional bahasa Indonesia dan pemberian penghargaan kepada orang yang mampu berbahasa Indonesia dengan baik dan benar
Dari uraian di atas, setidaknya hal yang perlu diingat adalah hanya bahasa Indonesialah yang mampu mendekatkan sekaligus menyatukan berbagai etnis di Indonesia, sehingga mereka dapat berkomunikasi dengan lancar dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa Indonesia bukanlah satu-satunya lambang identitas kebangsaan di NKRI. Hal-hal lain, seperti komitmen pada bendera Merah Putih juga merupakan lambang identitas bangsa. Tetapi, satu hal yang patut direnungkan dalam konteks ini keduanya dapat melahirkan sikap mental yang menumbuhkan rasa kebersamaan.
Materi bisa di download di sini
PRESENTASI
2.1 Pengertian Presentasi
Presentasi adalah penyampaian suatu materi atau masalah kepada pendengar dan khalayak yang mengikuti presentasi. Presentasi dapat pula diartikan sebagai kegiatan seseorang yang berbicara di hadapan public, baik dalam kegiatan seminar, kuliah, mengajar di kelas, ataupun kegiatan sejenis. Orang yang menyampaikan presentasi disebut presentator atau presenter, sedangkan orang yang menghadiri presentasi disebut audience.
Selain makalah, juga menyaipkan media/alat bantu yang diperlukan dalam presentasi. Kemudian latihan sebelum melakukan presentasi agar benar-benar siap dan menyesuaikan penyampaian materi dengan waktu yang disediakan.
2.2 Persiapan dan Penguasaan Materi
Penguasaan terhadap materi yang akan dipresentasikan sangat penting agar Anda percaya diri dan mantap menyampaikan pesan kepada audiens. Jika Anda tidak dapat menguasai materi, tidak hanya menghambat penyampaian pesan, tetapi citra Anda juga kurang baik di mata audiens. Oleh karena itu, kuasailah materi yang akan dipresentasikan dengan sebaik-baiknya.
Hal utama yang dilakukan dalam penguasaan materi adalah mempersiapkan pokok-pokok pikiran yang ingin disampaikan dalam presentasi. Poin-poin penting ini ditulis dalam wujud kerangka karangan. Agar praktis, ditulis ke dalam kertas kecil berukuran kartu pos atau jika menggunakan computer, tuangkan dengan menggunakan program power point. Buatlah naskah yang cantik dan menarik.
Setelah mempersiapkan pokok-pokok pikiran yang akan disampaikan dalam presentasi, langkah selanjutnya adalah mengembangkan pokok-pokok pikiran tersebut menjadi lebih terperinci dan diwujudkan dalam bentuk naskah lengkap dan tinggal menyampaikan dalam presentasi.
Humor merupakan salah satu alat komunikasi yang efektif. melalui humor, anda juga dapat menyampaikan pesan-pesan ilmiah. agar suasana tidak kaku, berikan selingan berupa humor segar dan positif disela-sela presentasi.
2.3 Alat Bantu Presentasi
Alat bantu presentasi dihadirkan dengan tujuan agar pesan-pesan yang ingin dikomunikasikan kepada audiens atau pembaca lebih jelas. Pemikiran alat bantu presentasi bergantung pada suasana lokasi atau tempat seorang pembicara akan melakukan presentasi. Ketidaktepatan pemilih alat bantu tidak hanya mengganggu jalannya presentasi, tetapi juga akan mempengaruhi penilaian yang kurang baik bagi pembicara.
Cukup bervariasi alat bantu presentasi saat ini sejalan dengan perkembangan teknologi multimedia, muali dari alat bantu presentasi yang konvesional seperti blackboard, whiteboard, flipchart, Transparasi Overhead Proyektor (OPH), slide dan papan tulis elektronik sampai dengan alat bantu presentasi yang modern seperti penel Liquid Chrystal Display(LCD). Sebelum menggunakan alat bantu presentasi tersebut, seorang pembicara harus memiliki kemampuan mengoperasikan alat bantu. Hal ini harus diperhatikan agar tidak terjadi kesalahan teknik.
2.4 Analisis Bahasa Tubuh
Kontak mata, senyuman, ekspresi wajah, cara berdiri dan gerakan tubuh harus Anda perhatikan sebelum melakukan presentasi. Dalam melakukan presentasi, bukan saja ucapan pembicara yang menjadi perhatian, melainkan gerakan-gerakan yang muncul dilakukan oleh pembicara dan bahasa tubuh (body language) ini sebenarnya penting karena akan berpengaruh pada keberhasilan penyampaian pesan yang ingin dikomunikasikan.
Pada menit-menit pertama presentasi sebaiknya Anda jangan langsung berbiacara, tetapi pandanglah sekilas para audiens. Pandanglah mereka dengan senyuman manis dan hindari ekspresi wajah masam.
Tatapan mereka pada pandangan pertama ini menunjukkan bahwa kita, si pembicara, berharap semua audiens memperhatikan apa yang akan dipresentasikan dan audiens pun merasakan bahwa mereka memperoleh perhatian yang sama. Kontak mata merupakan kepercayaan atau keyakinan. Ungkapan “Mari kita lihat” berarti mari kita buktikan dengan mata kepala kita sendiri. Oleh karena itu, mainkan kontak mata yang baik dalam menyampaikan pesan-pesan kepada audiens.
Menurut penelitian, senyuman merupakan komunitas yang efektif. Melalaui senyuman kita akan dapat menilai seseorang itu bersahabat atau tidak, dan melalui senyuman juga kita bisa mempengaruhi seseorang atau tidak. Senyuman didentifikasikan menjadi beberapa jenis, yaitu senyuman tipis, senyuman lebar, senyuman netral, dan senyuman social. Jenis yang terakhir inilah yang harus dimiliki orang pembicara. Berbeda dengan senyuman netral yang tidak memihak, tidak gugup, tidak takut, tidak marah, dan sudah diwariskan sejak kecil. Senyuman social adalah bentuk senyuman yang mungkin tidak diwarisi sejak kecil, tetapi bisa dipelajari dan ditiru. Tebarkan senyuman pembicara ini saat pembicara merespon audiens.
Pada saat persentasi, seorang pembicara harus berlatih menampilkan ekspresi wajah untuk mengekspersikan kesenangan, kesedihan, atau kemarahan terhadap sesuatu. Strategi manusia untuk menyatakan kesopansantunan sering kali dibangun dan diselematkan oleh ekspresi wajah. Melalui ekspresi wajah kita dapat memulai pembicaraan yang positif.
Sama halnya ketika kita ingin mengetahui isi sebuah buku, hal pertama yang akan dilihat adalah sampulnya. Begitu juga ketika kita ingin mengetahui keadaan dalam seseorang, yang pertama kita lihat adalah wajahnya. Oleh karena itu, wajah atau ekspresi wajah sebagai kekuatan saluran komunikasi nonverbal harus diperhatikan.
Gerakan tangan pada saat melakukan presantasi sangat membantu pembicara dalam meyakinkan atau memperkuat topik bahasan tertentu. Gerakan yang dilakukan pembicara saat bermacam-macam sesuai dengan tujuan yang dikhendaki. Pembicara menggerakan tangan secara terbuka menujukan kejujuran atau keterbukaan. Tangan mengepal seraya diangkat menunjukan ketegasan. Jangan sekali-sekali menujukan kearah audiens dengan jari telunjuk karena tindakan tersebut dianggap kurang sopan.
Untuk menunjukan sikap percaya diri, gerakan bahu atau tegakan bahu diiringi gerakan kepala yang diarahkan kedepan, untuk menunjukan suatu sikap yang percaya diri, bergairah, dan siap untuk tampil. Gerakan kepala pembicara juga menandakan sikap setuju atau tidak.
Dalam presentasi biasanya dilakukan dengan cara duduk atau berdiri. Namun, agar situasi tidak kaku, berdiri merupakan cara yang lebih baik karena kana memberikan keleluasaan dalam mengekspresikan kemampuan menyampaikan pesan-pesan. Selain itu, berdiri merupakan hal yang positif karena posisi seseorang tampak lebih tinggi dan juga mempermudah gerak pernafasan. Cara pembicara berdiri dihadapan audiens adalah faktor yang menentukan keberhasilan presentasi. Oleh karena itu, seorang pembicara harus memperhatikan posisi berdiri. Berdirilah dengan tegap, tegakkan dada, bernafaslah dengan perut, condongkan kepala sedikit kedepan, dan bukalah kedua tangan.
2.5 Percaya Diri
Percaya Diri sangat diperlukan ketika seseorang berpresantasi. Dengan memiliki rasa percaya diri, seorang pembicara dapat menyampaikan pesan-pesan dengan lancar. Sebaliknya, pembicara yang telah memiliki rasa percaya diri yang kuat akan berdampak pada penyampaian presentasi ilmiah. Gemetar, bicara putus-putus, nafas tersengal-tersengal merupakan tanda-tanda ketidakpercayadiriaan.
Bukalah presentasi dengan mengatakan sesuatu secara sungguh-sungguh dan yakinlah bahwa hanya anda mengetahui topik yang akan dipresantasikan dan jangan lupakan, berdoa. Balutlah atau kemaslah tubuh anda dengan pakaian yang terbaik dan tersopan. Bicaralah dan hiasilah wajah dengan senyuman. Berkatalah pada diri sendiri betapa nyamannya perasaan anda. Tubuh anda pun akan merespon secara positif.
2.6 Cara Menanggapi Pertanyaan
Ketika presentasi sudah selesai, tibalah pada sesi tanya jawab. Pada sesi inilah kemampuan anda tentang penguasan materi diuji oleh audiens, termasuk para dosen penguji jika anda sedang menghadapi ujian sidang skripsi.
Jawablah pertanyaan-pertanyaaan tersebut dengan bahasa yang baik dan benar. Karena situasi sidang adalah formal, gunakan bahasa indonesia resmi. Gunakan kata ganti saya, pilihlah kata baku dan ilmiah, efektifkan kalimat, dan kemukakan pendapat anda secara runtut dan logis. Ingat, kecermatan dalam berbahasa menceminkan ketelitian pola pikir.
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh audiens atau penguji skripsi harus kita anggap sebagai usaha untuk mendapatkan kejelasan, bukan untuk memojokan kita. Sebaiknya, pertanyaan dari audiens atau penguji skripsi diulang agar tidak keliru dengan yang dimaksud oleh penanya. Pertanyaan yang berliku-liku jangan dibiarkan terus, amibilah salah satu pokok pertanyaan yang ada relevansinya dengan pokok pembicaraan dan segera dijawab. Tidak semua pertanyaan harus kita jawab. Kita harus berani mengakui pertanyaan yang tidak dapat kita jawab. Jika perlu pertanyakan pada audiens lain. Terakhir, ingatlah agar anda tetap tenang, tersenyum, dan percaya diri ketika menjawab pertanyaan.
\
DAFTAR PUSTAKA
Irwanto. 2006. Focused Group Discussion. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Kuntarto, Niknik. 2008. Cermat dalam Berbahasa Teliti dalam Berfikir. Jakarta: Mitra Wacana Media.
Strategi Pembelajaran
1. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning)
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning) atau biasa disingkat CTL merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan nyata, sehingga peserta didik mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam pembelajaran kontekstual, tugas guru adalah memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang memadai. Guru bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran yang berupa hapalan, tetapi mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik belajar.
Dengan mengutip pemikiran Zahorik, E. Mulyasa (2003) mengemukakan lima elemen yang harus diperhatikan dalam pembelajaran kontekstual, yaitu :
(a) menyusun konsep sementara;
(b) melakukan sharing untuk memperoleh masukan dan tanggapan dari orang lain; dan
(c) merevisi dan mengembangkan konsep.
2. Bermain Peran (Role Playing)
Bermain peran merupakan salah satu model pembelajaran yang diarahkan pada upaya pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan antarmanusia (interpersonal relationship), terutama yang menyangkut kehidupan peserta didik.
Pengalaman belajar yang diperoleh dari metode ini meliputi, kemampuan kerjasama, komunikatif, dan menginterprestasikan suatu kejadian
Melalui bermain peran, peserta didik mencoba mengeksplorasi hubungan-hubungan antarmanusia dengan cara memperagakan dan mendiskusikannya, sehingga secara bersama-sama para peserta didik dapat mengeksplorasi parasaan-perasaan, sikap-sikap, nilai-nilai, dan berbagai strategi pemecahan masalah.
Dengan mengutip dari Shaftel dan Shaftel, E. Mulyasa (2003) mengemukakan tahapan pembelajaran bermain peran meliputi:
(1) menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik;
(2) memilih peran;
(3) menyusun tahap-tahap peran;
(4) menyiapkan pengamat;
(5) menyiapkan pengamat;
(6) tahap pemeranan;
(7) diskusi dan evaluasi tahap diskusi dan evaluasi tahap I ;
(8) pemeranan ulang; dan
(9) diskusi dan evaluasi tahap II; dan
(10) membagi pengalaman dan pengambilan keputusan.
3. Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning)
Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning) merupakan model pembelajaran dengan melibatkan peserta didik secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Dengan meminjam pemikiran Knowles, (E.Mulyasa,2003) menyebutkan indikator pembelajaran partsipatif, yaitu :
(1) adanya keterlibatan emosional dan mental peserta didik;
(2) adanya kesediaan peserta didik untuk memberikan kontribusi dalam pencapaian tujuan;
(3) dalam kegiatan belajar terdapat hal yang menguntungkan peserta didik.
Pengembangan pembelajaran partisipatif dilakukan dengan prosedur berikut:
4. Belajar Tuntas (Mastery Learning)
Belajar tuntas berasumsi bahwa di dalam kondisi yang tepat semua peserta didik mampu belajar dengan baik, dan memperoleh hasil yang maksimal terhadap seluruh materi yang dipelajari. Agar semua peserta didik memperoleh hasil belajar secara maksimal, pembelajaran harus dilaksanakan dengan sistematis. Kesistematisan akan tercermin dari strategi pembelajaran yang dilaksanakan, terutama dalam mengorganisir tujuan dan bahan belajar, melaksanakan evaluasi dan memberikan bimbingan terhadap peserta didik yang gagal mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan pembelajaran harus diorganisir secara spesifik untuk memudahkan pengecekan hasil belajar, bahan perlu dijabarkan menjadi satuan-satuan belajar tertentu,dan penguasaan bahan yang lengkap untuk semua tujuan setiap satuan belajar dituntut dari para peserta didik sebelum proses belajar melangkah pada tahap berikutnya. Evaluasi yang dilaksanakan setelah para peserta didik menyelesaikan suatu kegiatan belajar tertentu merupakan dasar untuk memperoleh balikan (feedback). Tujuan utama evaluasi adalah memperoleh informasi tentang pencapaian tujuan dan penguasaan bahan oleh peserta didik. Hasil evaluasi digunakan untuk menentukan dimana dan dalam hal apa para peserta didik perlu memperoleh bimbingan dalam mencapai tujuan, sehinga seluruh peserta didik dapat mencapai tujuan ,dan menguasai bahan belajar secara maksimal (belajar tuntas).
Strategi belajar tuntas dapat dibedakan dari pengajaran non belajar tuntas dalam hal berikut : (1) pelaksanaan tes secara teratur untuk memperoleh balikan terhadap bahan yang diajarkan sebagai alat untuk mendiagnosa kemajuan (diagnostic progress test); (2) peserta didik baru dapat melangkah pada pelajaran berikutnya setelah ia benar-benar menguasai bahan pelajaran sebelumnya sesuai dengan patokan yang ditentukan; dan (3) pelayanan bimbingan dan konseling terhadap peserta didik yang gagal mencapai taraf penguasaan penuh, melalui pengajaran remedial (pengajaran korektif).
Strategi belajar tuntas dikembangkan oleh Bloom, meliputi tiga bagian, yaitu: (1) mengidentifikasi pra-kondisi; (2) mengembangkan prosedur operasional dan hasil belajar; dan (3c) implementasi dalam pembelajaran klasikal dengan memberikan “bumbu” untuk menyesuaikan dengan kemampuan individual, yang meliputi : (1) corrective technique yaitu semacam pengajaran remedial, yang dilakukan memberikan pengajaran terhadap tujuan yang gagal dicapai peserta didik, dengan prosedur dan metode yang berbeda dari sebelumnya; dan (2) memberikan tambahan waktu kepada peserta didik yang membutuhkan (sebelum menguasai bahan secara tuntas).
Di samping implementasi dalam pembelajaran secara klasikal, belajar tuntas banyak diimplementasikan dalam pembelajaran individual. Sistem belajar tuntas mencapai hasil yang optimal ketika ditunjang oleh sejumlah media, baik hardware maupun software, termasuk penggunaan komputer (internet) untuk mengefektifkan proses belajar.
5. Pembelajaran dengan Modul (Modular Instruction)
Modul adalah suatu proses pembelajaran mengenai suatu satuan bahasan tertentu yang disusun secara sistematis, operasional dan terarah untuk digunakan oleh peserta didik, disertai dengan pedoman penggunaannya untuk para guru.
Pembelajaran dengan sistem modul memiliki karakteristik sebagai berikut:
Pada umumnya pembelajaran dengan sistem modul akan melibatkan beberapa komponen, diantaranya: (1) lembar kegiatan peserta didik; (2) lembar kerja; (3) kunci lembar kerja; (4) lembar soal; (5) lembar jawaban dan (6) kunci jawaban.
Komponen-komponen tersebut dikemas dalam format modul, sebagai beriku:
Tugas utama guru dalam pembelajaran sistem modul adalah mengorganisasikan dan mengatur proses belajar, antara lain : (1) menyiapkan situasi pembelajaran yang kondusif; (2) membantu peserta didik yang mengalami kesulitan dalam memahami isi modul atau pelaksanaan tugas; (3) melaksanakan penelitian terhadap setiap peserta didik.
6. Pembelajaran Inkuiri
Pembelajaran inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, manusia atau peristiwa) secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.
Joyce (Gulo, 2005) mengemukakan kondisi- kondisi umum yang merupakan syarat bagi timbulnya kegiatan inkuiri bagi siswa, yaitu: (1) aspek sosial di dalam kelas dan suasana bebas-terbuka dan permisif yang mengundang siswa berdiskusi; (2) berfokus pada hipotesis yang perlu diuji kebenarannya; dan (3) penggunaan fakta sebagai evidensi dan di dalam proses pembelajaran dibicarakan validitas dan reliabilitas tentang fakta, sebagaimana lazimnya dalam pengujian hipotesis,
Proses inkuiri dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
Guru dalam mengembangkan sikap inkuiri di kelas mempunyai peranan sebagai konselor, konsultan, teman yang kritis dan fasilitator. Ia harus dapat membimbing dan merefleksikan pengalaman kelompok, serta memberi kemudahan bagi kerja kelompok.
Sumber:
Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia
E. Mulyasa.2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Konsep; Karakteristik dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
_________. 2004. Implementasi Kurikulum 2004; Panduan Pembelajaran KBK. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Udin S. Winataputra, dkk. 2003. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka
W. Gulo. 2005. Strategi Belajar Mengajar Jakarta: Grasindo.
KARAKTERISTIK BAHASA REMAJA:
SUATU TINJAUAN SOSIOLINGUISTIK
PENDAHULUAN1.1. Latar BelakangKajian mengenai bahasa menjadi suatu kajian yang tidak pernah habis untuk dibicarakan karena bahasa telah menjadi bagian dari kehidupan manusia. Bahasa adalahalat komunikasi bagi manusia dalam menyampaikan ide, gagasan, ataupun pesan kepada pendengar, penulis kepada pembaca, dan penyapa kepada pesapa.Seorang penutur yang menyampaikan perasaan dan pikiran lewat tuturannyaterlebih dahulu telah menyeleksi bentuk-bentuk kata yang akan disampaikannya kepadalawan tuturnya. Hal ini berlangsung secara sadar atau tidak sadar. Sadar artinya
seorang penutur dengan sengaja memilih bentuk kata tertentu karena ia mempunyai maksud-maksud tertentu. Misalnya, seorang pemimpin redaksi suatu surat kabar mengatakan,“Dalam mencover berita itu terutama headline, kamu harus correct, balance, jernih, danlugas.” Hal ini dilakukan mungkin dengan anggapan bahwa kata-kata tersebut mengandungkonotasi jurnalistik yang lebih kuat daripada menggunakan bahasa Indonesia. Tentunyakemampuan bahasanya mendukung. Secara tidak sadar artinya seorang penutur memilih bentuk kata dari suatu bahasa tertentu karena keterbatasan bentuk kata yang ia milikisehingga ia beralih kepada bentuk kata bahasa lain. Misalnya, seorang warga negaraIndonesia yang tidak begitu mahir berbahasa Inggris mengatakan, “I want to go toAustralia and I will menetap there.” Pembicara tersebut menggunakan bahasa Inggris,tetapi di dalam tuturannya ia menyematkan kata menetap yang berasal dari bahasaIndonesia.Penutur bahasa yang mempunyai kemampuan menggunakan dua bahasa olehseorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian untuk dapatmenggunakan dua bahasa, disebut bilingualisme. Seorang bilingualisme harus menguasaikedua bahasa itu. Bahasa pertama adalah bahasa ibu (B1), dan bahasa kedua adalah bahasalain (B2). Weinrich (dalam Chaer dan Agustina, 1995:87) mengatakan menguasai dua bahasa dapat berarti menguasai dua sistem kode, dua dialek atau ragam dari bahasa yangsama.Membicarakan suatu bahasa tidak terlepas membicarakan kategori kebahasaan yaituvariasi bahasa. Bahasa adalah suatu kebulatan yang terdiri dari beberapa unsur. Unsur-unsur ini disebut variasi bahasa. Selanjutnya variasi bahasa memiliki beberapa keanggotaanyang disebut varian. Tiap-tiap varian bahasa inilah yang disebut dengan kode. Kodemerupakan bagian dari bahasa. Hal ini menunjukkan adanya semacam hierarki kebahasaan
yang dimulai dari bahasa sebagai level yang paling atas disusul dengan kode yang terdiridari varian-varian dan ragam-ragam. Istilah kode dalam hal ini dimaksudkan untuk menyebutsalah satu varian dalam hierarki bahasa. Bahasa dan kode mempunyai hubungantimbal balik, artinya bahasa adalah kode dan sebuah kode dapat saja berupa bahasaWeinrich (dalam Chaer dan Agustina, 1995: 87). Harimurti Kridalaksana (1982),mengatakan kode adalah:1.Lambang atau sistem ungkapan yang dipakai untuk menggambarkan makna tertentu.Bahasa manusia adalah sejenis kode.2.Sistem bahasa dalam masyarakat3.Variasi tertentu dalam suatu bahasa.Dalam masyarakat yang bilingual maupun multilingual sering terjadi peristiwa yaitu beralihnya penggunaan suatu kode (bahasa ataupun ragam bahasa tertentu) ke dalam kodelain (bahasa atau ragam bahasa lain) Chaer (1994:67). Sedangkan campur kode adalah pemakaian dua bahasa atau lebih dengan saling memasukkan unsur-unsur bahasa yang satuke dalam bahasa yang lain secara konsisten Kachru (dalam Umar dan Delvi, 1994:14).Penelitian mengenai campur kode sudah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya,diantaranya Khan (2005) dalam penelitiannya yang berjudul karakteristik bahasa remajadan Penelitian ini membahas batasan, karakteristik bahasa remaja dalam rubrik inbox dimajalah aneka yess serta faktor-faktor penyebab dan tujuan mengemukakan bahwakarakteristik bahasa remaja dalam rubrik ‘’inbox’’, ataupun monolingual. untuk menyesuaikan diri dengan peran atau adanya tujuan tertentu. Faktor terjadinya karakteristik bahasa remaja disebabkan oleh pribadi pembicara, kedudukan, hadirnya orang ketiga, dan pokok pembicaraan dan topik,.Peneliti meneliti “karakteristik bahasa remaja dalam rubrik ‘’inbox’’ pada majalah AnekaYess!”. Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang adalah penelitimembahas mengenai bentuk-bentuk karakteristik bahasa remaja yang terdapat dalammajalah Aneka Yess!. Bentuk-bentuk karakteristik tersebut dikelompokkan berdasarkan bentuk kata, frase, baster, perulangan kata, dan ungkapan. Selain itu penelitian inimembahas pengaruh karakteristik bahasa remaja terhadap bahasa Indonesia. Pengaruhtersebut bersifat negatif (interferensi) karena dapat “merusak bahasa” dan bersifat positif (integrasi) karena dapat menambah perbendaharaan kata dalam bahasa Indonesia.Sedangkan penelitian terdahulu membahas batasan terjadi nya karakteristik bahasa remaja. ,faktor-faktor penyebab dan tujuan melakukan karakteriatik bahasa sering dilakukan olehmasyarakat Indonesia dalam bentuk lisan maupun tulisan, karena itu peneliti tertarik untuk meneliti karakteristik bahasa remaja rubrik’’ inbox’’ pada majalah aneka yess. Majalahadalah terbitan berkala yang isinya meliputi berbagai liputan jurnalistik, pandangan tentangtopik aktual yang patut diketahui pembaca, dan menurut waktu penerbitannya dibedakan
atas majalah berita, wanita, remaja, olahraga, sastra, ilmu pengetahuan tertentu, dansebagainya (KBBI, 1995:623). Dalam penelitian ini peneliti membahas karakteristik bahasaremaja dalam rubrik ‘’inbox’’, menurut aliran struktural. Selain itu, penelitian inimengkhususkan penelitian pada majalah remaja, yaitu majalah Aneka Yess!.Majalah Aneka Yess! sering menampilkan informasi gaya hidup remaja Indonesiadi daerah metropolitan seperti Jakarta dan sekitarnya; dan selalu mengikuti selera pasar para remaja. Hal itu terlihat dalam penggunaan bahasa sebagai salah satu bentuk saranakomunikasi informasi. Tulisan yang tercantum dalam setiap lembaran majalah tersebut bukan situasi formal melainkan ragam santai. Selain itu banyak cuplikan bahasa asing(khususnya bahasa Inggris) dan dialek Jakarta disandingkan dengan konstruksi kalimat bahasa Indonesia sehingga ada semacam karakter bahasa unsur yang diciptakan untuk ketertarikan konsumen.1.2 Rumusan MasalahRumusan Masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah :1.Apa sajakah bentuk-bentuk karakteristik bahasa remaja rubrik ‘’inbox’’ yang terdapatdalam majalah Aneka Yess!2.Bagaimana pengaruh karakteristik bahasa remaja rubrik ‘’inbox’’ pada bidang kosakatayang menyisip ke dalam bahasa Indonesia dalam majalah Aneka Yess
Kosakata remaja terus mengalami perkembangan seiring dengan bertambahnya referensi bacaan dengan topik-topik yang lebih kompleks. Remaja mulai peka dengan kata-kata yang memiliki makna ganda. Mereka menyukai penggunaan singkatan, akronim, dan bermain dengan kata-kata untuk mengekspresikan pendapat mereka.
Terkadang mereka menciptakan ungkapan-ungkapan baru yang sifatnya tidak baku. Bahasa seperti inilah yang kemudian banyak dikenal dengan istilah bahasa gaul. Di samping bukan merupakan bahasa yang baku, kata-kata dan istilah dari bahasa gaul ini terkadang hanya dimengerti oleh para remaja atau mereka yang kerap menggunakannya sehingga terkadang orang dewasa tidak memahami bahasa apa yang dikatakan oleh para remaja tersebut.
Penggunaan bahasa gaul ini merupakan ciri dari perkembangan psikososial remaja. Menurut Erikson (1968), remaja memasuki tahapan psikososial yang disebut sebagai identity versus role confusion, yaitu pencarian dan pembentukan identitas. Penggunaan bahasa gaul ini juga merupakan bagian dari proses perkembangan mereka sebagai identitas independensi mereka dari dunia orang dewasa dan anak-anak.
Bahasa gaul ini tidak hanya mereka (remaja) gunakan dalam berkomunikasi lisan tetapi mereka juga menggunakan bahasa gaul dalam penulisan. Biasanya mereka menggunakan bahasa gaul dalam menulis pesan singkat melalui telepon genggam. Ciri-ciri bahasa gaul yang digunakan remaja dalam menulis pesan singkat antara lain, yaitu (1) Dalam menulis kata biasanya mereka menggunakan kata-kata yang disingkat seperti lagi apa? menjadi gi pa?/pain, kuliah menjadi kul, sudah makan menjadi da mkn, bosan banget menjadi bosan bgt, kita menjadi qt, mau menjadi mo, pulang menjadi plg, padahal menjadi pdhl, kalau menjadi klo, dsb.
(2) Menggunakan simbol tambahan atau angka dalam menulis, misalnya p@ k@bar L0e?, tempat menjadi T4, sempat menjadi S4, berdua menjadi B2, senyum menjadi ^_^, babi menjadi :@), sedih menjadi , pusing menjadi o:), mata genit menjadi ;-), dsb. Mereka tidak menyadari bahwa bagi orang awam membaca tulisan seperti itu sangatlah memusingkan, membuat mata sakit, dan susah memahaminya.
(3) Mereka juga terkadang menggunakan huruf z di belakang kata, contohnya because (bahasa Inggris) menjadi coz, easy (b. Inggris) menjadi ez, mengantuk menjadi Zzzzz, ketika mereka berbicara aksen huruf z pada akhir kata terdengar sangat jelas, sehingga membuat lawan bicara yang tidak memahaminya menjadi pusing.
Selain ciri-ciri tersebut masih ada ciri bahasa gaul yang digunakan remaja dalam berkomunikasi dan terkadang mereka juga menggunakannya dalam menulis. Ciri-ciri tersebut, antara lain membuat akronim yang diciptakan sendiri tanpa memperhatikan kaidah pembuatan akronim, contohnya baru balas menjadi rules, gagal total menjadi gatot, ketiak basah menjadi kebas, nonton hemat menjadi nomat, mudah ngiler menjadi mungil, cinta lewat dukun menjadi cileduk, golongan orang jelek menjadi golek, pulang duluan menjadi puldul, muka jaman dulu menjadi mujadul, makan siang menjadi maksi, keren habis menjadi keris, tukang tipu menjadi tuti, dsb.
Mereka juga menciptakan kata baru untuk menggantikan kata yang sebenarnya, contohnya kerja menjadi gawe, gila menjadi gokil, ayah menjadi bokap, ibu menjadi nyokap, tidak ada nyali menjadi cemen, sudah menjadi udin, selingkuhan menjadi sephia, kasih sayang menjadi kacang, lupa menjadi lupita, dsb.
Masih banyak sekali bahasa gaul yang digunakan para remaja dalam percakapan sehari-hari (untuk percakapan situasi tidak resmi). Memang tidak semua remaja menggunakan bahasa gaul. Remaja yang menggunakan bahasa gaul pada umumnya adalah remaja yang ingin dianggap beken atau tenar di kalangan teman-temannya. Mereka menganggap berbahasa gaul adalah keren.
Bahasa gaul yang digunakan anak remaja ini sudah populer dan menjalar ke mana-mana. Anak-anak pun mengetahui gaya bahasa ini. Bagaimana jika para remaja tersebut menggunakan penulisan bahasa gaul dalam pelajaran bahasa Indonesia di sekolah? Gurunya pasti tidak paham dan itu tidaklah sesuai dengan yang diajarkan di sekolah. Oleh karena itu, para remaja harus dapat menempatkan kapan dan dengan siapa mereka menggunakan bahasa gaul untuk berkomunikasi ataupun kapan mereka menggunakan bahasa gaul untuk menulis.
Penggunaan bahasa gaul dalam hal penulisan ataupun percakapan adalah tidak salah jika remaja tersebut menggunakan bahasa gaul pada saat situasi tidak resmi. Namun, yang perlu diingat adalah sebagai remaja, generasi penerus bangsa, mereka juga tidak boleh melupakan penggunaan ragam bahasa baku untuk dipakai dalam situasi resmi.
Karakteristik Perilaku dan Pribadi pada Masa Remaja
Posted on 5 Maret 2008
Merujuk pada tulisan Abin Samsuddin (2003), di bawah ini disajikan berbagai karakteristik perilaku dan masa remaja, yang terbagi ke dalam bagian dua kelompok yaitu remaja awal (11-13 s.d. 14-15 tahun) dan remaja akhir (14-16 s.d. 18-20 tahun) meliputi aspek : fisik, psikomotor, bahasa, kognitif, sosial, moralitas, keagamaan, konatif, emosi afektif dan kepribadian.
Remaja Awal(11-13 Th s.d.14-15 Th) | Remaja Akhir(14-16 Th.s.d.18-20 Th) |
Fisik | |
Laju perkembangan secara umum berlangsung pesat. | Laju perkembangan secara umum kembali menurun, sangat lambat. |
Proporsi ukuran tinggi dan berat badan sering- kali kurang seimbang. | Proporsi ukuran tinggi dan berat badan lebih seimbang mendekati kekuatan orang dewasa. |
Munculnya ciri-ciri sekunder (tumbul bulu pada pubic region, otot mengembang pada bagian – bagian tertentu), disertai mulai aktifnya sekresi kelenjar jenis kelamin (menstruasi pada wanita dan day dreaming pada laki-laki. | Siap berfungsinya organ-organ reproduktif seperti pada orang dewasa. |
Psikomotor | |
Gerak – gerik tampak canggung dan kurang terkoordinasikan. | Gerak gerik mulai mantap. |
Aktif dalam berbagai jenis cabang permainan. | Jenis dan jumlah cabang permainan lebih selektif dan terbatas pada keterampilan yang menunjang kepada persiapan kerja. |
Bahasa | |
Berkembangnya penggunaan bahasa sandi dan mulai tertarik mempelajari bahasa asing. | Lebih memantapkan diri pada bahasa asing tertentu yang dipilihnya. |
Menggemari literatur yang bernafaskan dan mengandung segi erotik, fantastik dan estetik. | Menggemari literatur yang bernafaskan dan mengandung nilai-nilai filosofis, ethis, religius. |
Perilaku Kognitif | |
Proses berfikir sudah mampu mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal (asosiasi, diferen-siasi, komparasi, kausalitas) yang bersifat abstrak, meskipun relatif terbatas. | Sudah mampu meng-operasikan kaidah-kaidah logika formal disertai kemampuan membuat generalisasi yang lebih bersifat konklusif dan komprehensif. |
Kecakapan dasar intelektual menjalani laju perkembangan yang terpesat. | Tercapainya titik puncak kedewasaan bahkan mungkin mapan (plateau) yang suatu saat (usia 50-60) menjadi deklinasi. |
Kecakapan dasar khusus (bakat) mulai menujukkan kecenderungan-kecende- rungan yang lebih jelas. | Kecenderungan bakat tertentu mencapai titik puncak dan kemantapannya |
Perilaku Sosial | |
Diawali dengan kecenderungan ambivalensi keinginan menyendiri dan keinginan bergaul dengan banyak teman tetapi bersifat temporer. | Bergaul dengan jumlah teman yang lebih terbatas dan selektif dan lebih lama (teman dekat). |
Adanya kebergantungan yang kuat kepada kelompok sebaya disertai semangat konformitas yang tinggi. | Kebergantungan kepada kelompok sebaya berangsur fleksibel, kecuali dengan teman dekat pilihannya yang banyak memiliki kesamaan minat. |
Moralitas | |
Adanya ambivalensi antara keinginan bebas dari dominasi pengaruh orang tua dengan kebutuhan dan bantuan dari orang tua. | Sudah dapat memisahkan antara sistem nilai – nilai atau normatif yang universal dari para pendukungnya yang mungkin dapat ber-buat keliru atau kesalahan. |
Dengan sikapnya dan cara berfikirnya yang kritis mulai menguji kaidah-kaidah atau sistem nilai etis dengan kenyataannya dalam perilaku sehari-hari oleh para pendukungnya. | Sudah berangsur dapat menentukan dan menilai tindakannya sendiri atas norma atau sistem nilai yang dipilih dan dianutnya sesuai dengan hati nuraninya. |
Mengidentifikasi dengan tokoh moralitas yang dipandang tepat dengan tipe idolanya. | Mulai dapat memelihara jarak dan batas-batas kebebasan- nya mana yang harus dirundingkan dengan orang tuanya. |
Perilaku Keagamaan | |
Mengenai eksistensi dan sifat kemurahan dan keadilan Tuhan mulai dipertanyakan secara kritis dan skeptis. | Eksistensi dan sifat kemurah-an dan keadilan Tuhan mulai dipahamkan dan dihayati menurut sistem kepercayaan atau agama yang dianutnya. |
Penghayatan kehidupan keagamaan sehari-hari dilakukan atas pertimbangan adanya semacam tuntutan yang memaksa dari luar dirinya. | Penghayatan kehidupan keagamaan sehari-hari mulai dilakukan atas dasar kesadaran dan pertimbangan hati nuraninya sendiri secara tulus ikhlas |
Masih mencari dan mencoba menemukan pegangan hidup | Mulai menemukan pegangan hidup |
Konatif, Emosi, Afektif dan Kepribadian | |
Lima kebutuhan dasar (fisiologis, rasa aman, kasih sayang, harga diri dan aktualisasi diri) mulai menunjukkan arah kecenderungannya | Sudah menunjukkan arah kecenderungan tertentu yang akan mewarnai pola dasar kepribadiannya. |
Reaksi-reaksi dan ekspresi emosionalnya masih labil dan belum terkendali seperti pernya-taan marah, gembira atau kesedihannya masih dapat berubah-ubah dan silih berganti dalam yang cepat | Reaksi-reaksi dan ekspresi emosinalnya tampak mulai terkendali dan dapat menguasai dirinya. |
Kecenderungan-kecenderungan arah sikap nilai mulai tampak (teoritis, ekonomis, estetis, sosial, politis, dan religius), meski masih dalam taraf eksplorasi dan mencoba-coba. | Kecenderungan titik berat ke arah sikap nilai tertentu sudah mulai jelas seperti yang akan ditunjukkan oleh kecenderungan minat dan pilihan karier atau pendidikan lanjutannya; yang juga akan memberi warna kepada tipe kepribadiannya. |
Merupakan masa kritis dalam rangka meng-hadapi krisis identitasnya yang sangat dipengaruhi oleh kondisi psiko-sosialnya, yang akan membentuk kepribadiannnya. | Kalau kondisi psikososialnya menunjang secara positif maka mulai tampak dan ditemukan identitas kepriba-diannya yang relatif definitif yang akan mewarnai hidupnya sampai masa dewasa. |
PARAGRAF ATAU ALINEA
Pengertian Paragraf.
Paragraf adalah Sebuah paragraf (dari bahasa Yunani paragraphos, “menulis di samping” atau “tertulis di samping“) adalah suatu jenis tulisan yang memiliki tujuan atau ide Awal paragraf ditandai dengan masuknya ke baris baru. Terkadang baris pertama dimasukkan; kadang-kadang dimasukkan tanpa memulai baris baru.
Sebuah paragraf biasanya terdiri dari pikiran, gagasan, atau ide pokok yang dibantu dengan kalimat pendukung. Paragraf non-fiksi biasanya dimulai dengan umum dan bergerak lebih spesifik sehingga dapat memunculkan argumen atau sudut pandang. Setiap paragraf berawal dari apa yang datang sebelumnya dan berhenti untuk dilanjutkan. Paragraf umumnya terdiri dari tiga hingga tujuh kalimat semuanya tergabung dalam pernyataan berparagraf tunggal. contohnya; tapi hal ini umum bila paragraf prosa terjadi di tengah atau di akhir. Sebuah paragraf dapat sependek satu kata atau berhalaman-halaman, dan dapat terdiri dari satu atau banyak kalimat. Ketika dialog dikutip dalam fiksi, paragraf baru digunakan setiap kali orang yang dikutip berganti.
Unsur – Unsur Paragraf.
Adapun unsur – unsur dalam Paragraf , antara lain :
1. kalimat topik atau kalimat utama,
2. kalimat pengembang atau kalimat penjelas,
3. kalimat penegas,
4. kalimat, klausa, prosa dan penghubung.
Fungsi Utama Paragraf.
Fungsi Utama dalam Paragraf, antara lain :
1. untuk menandai pembukaan atau awal ide/gagasan baru,
2. sebagai pengembangan lebih lanjut tentang ide sebelumnya,
3. sebagai penegasan terhadap gagasan yang diungkapkan terlebih dahulu.
Syarat paragraf yang baik
Persyaratan paragraf yang baik yaitu adanya kepaduan, kesatuan dan kelengkapan sebagai berikut:
Kepaduan Paragraf
Langkah-langkah yang harus ditempuh adalah kemampuan merangkai kalimat sehingga bertalian secara logis dan padu dengan cara menggunakan kata penghubung.
Terdapat dua jenis kata penghubung,yaitu:
Kata penghubung intrakalimat
Kata penghubung intrakalimat adalah kata yang menghubungkan anak kalimat dengan induk kalimat.
Contoh : karena, sehingga, sedangkan, apabila, jika, maka, dan lain-lain.
Kata penghubung antarkalimat
Kata penghubung antarkalimat adalahkata yang menghubungkan kalimat satu dengan yang lainnya.
Contoh : oleh karena itu, jadi, kemudian, namun, selanjutnya, bahkan, dan lain-lain.
Kesatuan Paragraf
Kesatuan adalah tiap paragraf hanya mengandung satu pokok pikiran yang diwujudkan dalam kalimat utama. Ciri-ciri dalam membuat kalimat utama:
A. kalimat yang harus dibuat mengandung permasalahan yang berpotensi untuk diperinci atau diuraikan lebih lanjut.
B. kalimat utama dapat dibuat lengkap dan berdiri sendiri tanpa memerlukan kata penghubung, baik kata penghubung antarkalimat maupun kata penghubung intrakalimat.
Kelengkapan Paragraf
Sebuah paragraf dikatakan lengkap apabila didalamnya terdapat kalimat-kalimat penjelas secara lengkap untuk menunjuk pokok pikiran atau kalimat utama.
Ciri-ciri kalimat penjelas yaitu:
Kerangka Paragraf.
Selain itu Paragraf juga mempunyai Kerangka, antara lain :
1. Dimulai dengan kalimat topik yang menyatakan gagasan utama paragraf.
2. Memberikan detail pendukung untuk mendukung gagasan utama.
3. Ditutup dengan kalimat penutup yang menyatakan kembali gagasan utama.
Pengembangan Paragraf
Pengembangan paragraf mencakup dua hal:
Macam – Macam Paragraf.
Paragraf dibagi menurut jenis dan letak kalimat utamanya :
1) Berdasarkan Jenisnya.
I. Narasi adalah Paragraf yang menceritakan suatu kejadian atau peristiwa. Ciri-cirinya: ada kejadian, ada pelaku, dan ada waktu kejadian.
Narasi mempunyai dua jenis kalimat yaitu:
II. Deskripsi adalah paragraf yang menggambarkan suatu objek sehingga pembaca seakan bisa melihat, mendengar, atau merasa objek yang digambarkan itu. Objek yang dideskripsikan dapat berupa orang, benda, atau tempat.Ciri-cirinya: ada objek yang digambarkan.
III. Eksposisi adalah paragraf yang menginformasikan suatu teori, teknik, kiat, atau petunjuk sehingga orang yang membacanya akan bertambah wawasannya. Ciri-cirinya: ada informasi.
IV. Argumentasi adalah paragraf yang mengemukakan suatu pendapat beserta alasannya. Ciri-cirinya: ada pendapat dan ada alasannya.
V. Persuasi adalah paragraf yang mengajak, membujuk, atau mempengaruhi pembaca agar melakukan sesuatu. Ciri-cirinya: ada bujukan atau ajakan untuk berbuat sesuatu.
2) Berdasarkan Letak Kalimat Utamanya
I. Paragraf Deduktif
Paragraf deduktif adalah paragraf yang ide pokok atau kalimat utamanya terletak di awal paragraf dan selanjutnya di ikuti oleh kalimat kalimat penjelas untuk mendukung kalimat utama.
Ciri – ciri Paragraf Deduktif
II. Paragraf Induktif
Paragraf Induktif adalah paragraf yang dimulai dengan mengemukakan penjelasan-penjelasan kemudian diakhiri dengan kalimat topik.
Jenis –Jenis Paragraf Induktif :
♦ Generalisasi adalah pola pengembangan paragraf yang menggunakan beberapa fakta khusus untuk mendapatkan kesimpulan yang bersifat umum.
Yang menjadi penjelasannya di atas adalah:
♦ Analogi adalah pola penyusunan paragraf yang berisi perbandingan dua hal yang memiliki sifat sama. Pola ini berdasarkan anggapan bahwa jika sudah ada persamaan dalam berbagai segi maka akan ada persamaan pula dalam bidang yang lain.
Contoh: Alam semesta berjalan dengan sangat teratur, seperti halnya mesin. Matahari, bumi, bulan, dan binatang yang berjuta-juta jumlahnya, beredar dengan teratur, seperti teraturnya roda mesin yang rumit berputar. Semua bergerak mengikuti irama tertentu. Mesin rumit itu ada penciptanya, yaitu manusia. Tidakkah alam yang Mahabesar dan beredar rapi sepanjang masa ini tidak ada penciptanya? Pencipta alam tentu adalah zat yang sangat maha. Manusia yang menciptakan mesin, sangat sayang akan ciptaannya. Pasti demikian pula dengan Tuhan, yang pasti akan sayang kepada ciptaan-ciptaan-Nya itu.
Dalam paragraf di atas, penulis membandingkan mesin dengan alam semesta. Mesin saja ada penciptanya, yakni manusia sehingga penulis berkesimpulan bahwa alam pun pasti ada pula penciptanya. Jika manusia sangat sayang pada ciptaannya itu, tentu demikian pula dengan Tuhan sebagai pencipta alam. Dia pasti sangat sayang kepada ciptaan-ciptaan-Nya itu.
♦ Hubungan Kausal adalah pola penyusunan paragraf dengan menggunakan fakta-fakta yang memiliki pola hubungan sebab-akibat. Misalnya, jika hujan-hujanan, kita akan sakit kepala atau Rini pergi ke dokter karena ia sakit kepala. Ada tiga pola hubungan kausalitas, yaitu sebab-akibat, akibat-sebab, dan sebab-akibat 1 akibat 2.
Penalaran ini berawal dari peristiwa yang merupakan sebab, kemudian sampai pada kesimpulan sebagai akibatnya. Polanya adalah A mengakibatkan B.
Hal penting yang perlu kita perhatikan dalam membuat kesimpulan pola sebab-akibat adalah kecermatan dalam menganalisis peristiwa atau faktor penyebab.
Dalam pola ini kita memulai dengan peristiwa yang menjadi akibat. Peristiwa itu kemudian kita analisis untuk mencari penyebabnya.
Suatu penyebab dapat menimbulkan serangkaian akibat. Akibat pertama berubah menjadi sebab yang menimbulkan akibat kedua. Demikian seterusnya hingga timbul rangkaian beberapa akibat.
Paragraf Campuran adalah paragraf yang dimulai dengan mengemukakan persoalan pokok atau kalimat topik kemudian diikuti kalimat-kalimat penjelas dan diakhiri dengan kalimat topik.Kalimat topik yang ada pada akhir paragraf merupakan penegasan dari awal paragraf.
Paragraf Deskriptif/Naratif/Menyebaradalah paragraf yang tidak memiliki kalimat utama. Pikiran utamanya menyebar pada seluruh paragraf atau tersirat pada kalimat-kalimat penjelas.
DAFTAR PUSTAKA
Husin, dan Eni Rita Zahara. 2009. Bahasa Indonesia SMK dan MAK, Siap Tuntas Menghadapi Ujian Nasional. Jakarta: Erlangga
KALIMAT EFEKTIF
Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulis yang memiliki sekurang-kurangnya subjek dan predikat. Bagi seorang pendengar atau pembaca, kalimat adalah kesatuan kata yang mengandung makna atau pikiran. Sedangkan bagi penutur atau penulis, kalimat adalah satu kesatuan pikiran atau makna yang diungkapkan dalam kesatuan kata.
Efektif mengandung pengertian tepat guna, artinya sesuatu akan berguna jika dipakai pada sasaran yang tepat.
Jadi dapat disimpulkan bahwa, kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mewakili gagasan pembicara atau penulis sehingga dapat dipahami dan dimengerti oleh orang lain.
1. Dapat mewakili gagasan atau perasaan pembicara atau penulis.
2. Sanggup menimbulkan gagasan yang sama tepatnya dalam pikiran pendengar atau pembaca seperti yang dipikirkan pembicara atau penulis.
Secara garis besar kalimat efektif mempunyai syarat-syarat yaitu sebagai berikut :
Ciri pertama kalimat efektif adalah kegramatikalan atau kebenaran kalimat. Suatu kalimat dikatakan gramatikal atau benar apabila penyusunannya mengikuti kaidah bahasa yang bersangkutan. Ketaatan pada kaidah ini tampak pada struktur yang dibangun dalam kalimat tersebut. Kaidah tata bahasa dapat dilihat dalam buku-buku tata bahasa. Selain itu penutur asli mempunyai kepekaan terhadap kaidah tata bahasanya.
Contoh : Surat itu saya telah tanda tangani
Seharusnya : Surat itu telah saya tanda tangani
Suatu kalimat dikatakan logis apabila informasi dalam kalimat tersebut dapat diterima oleh akal atau nalar. Logis atau tidaknya kalimat dilihat dari segi maknanya, bukan strukturnya. Kelogisan kalimat tampak pada gagasan dan pendukungnya yang dipaparkan dalam kalimat. Suatu kalimat dikatakan logis apabila gagasan yang disampaikan masuk akal, hubungan antar gagasan dalam kalimat masuk akal, dan hubungan gagasan pokok serta gagasan penjelas juga masuk akal.
Contoh : Kuda memanjat pohon
Seharusnya : Tidak masuk akal apabila kuda dapat memanjat pohon
(jadi ini termasuk kalimatyang tidak logis)
Kalimat efisien atau hemat adalah kalimat yang padat isi bukan padat kata. Artinya, kalimat itu hanya menggunakan kata sesedikit mungkin, tetapi dapat menyampaikan informasi secara tepat dan jelas. Pengungkapan informasi dengan menggunakan banyak kata merupakan pemborosan. Penggunaan kata yang berlebihan menjadikan kalimat menjadi berbelit-belit dan sulit dipahami.
Contoh : Amuba itu hewan yang amat sangat kecil sekali.
Seharusnya : Amuba itu hewan yang sangat kecil.
Hubungan timbal balik yang baik dan jelas antara kata atau kelompok kata yang membentuk kata itu.
Maksudnya adalah ada bagian-bagian kalimat yang memiliki hubungan yang lebih erat sehingga tidak boleh dipisahkan.
Maksudnya kalimat tersebut terdiri atas S + P + O/K yang saling mendukung serta membentuk kesatuan tunggal.
Artinya kehematan terhadap pemakaian kata, frasa atau bentuk lain yang dianggap tidak perlu tetapi tidak menyalahi kaidah-kaidah.
Artinya kesamaan bentuk kata yang digunakan dalam kalimat
Maksudnya, Apabila kalimat pertama menggunakan kata kerja maka bentuk kalimat selanjutnya harus menggunakan kata kerja.
Maksudnya adalah kalimat yang dipentingkan harus diberi penekanan dengan cara mengubah posisi dalam kalimat (meletakan bagian yang penting di depan kalimat).
Artinya perpaduan kata yang digunakan untuk menghindari kebosanan atau keletihan saat membaca
.
Kalimat efektif merupakan kalimat yang mampu dipahami pembaca sesuai dengan maksud penulisnya. Sebaliknya, kalimat yang sulit dipahami atau salah terpahami oleh pembacanya termasuk kalimat yang tidak efektif.
Ketidakefektifan kalimat tersebut antara lain disebabkan oleh beberapa hal yaitu sebagai berikut :
Bahwa dengan banyaknya bahasa asing yang masuk ke dalam wilayah Indonesia, salah satunya yaitu Bahasa Inggris. Terkadang pembaca sering salah mengambil kesimpulan sehingga menimbulkan kalimat yang memiliki arti tidak sesuai dengan kemauan penulis. Seperti contoh :
a. Rumah dimana ia tinggal … (the house where he lives …) (kata rumah seharusnya tempat)
b. Sebab-sebab daripada perselisihan … (cause of the quarrel) (kata daripada dihilangkan)
Yaitu berlebihan atau tumpang tindih. Seperti contoh :
Terkadang pembaca salah mengartikan maksud dari pengertian sebuah kalimat, maka dari itu sering timbul perbedaan pendapat. Seperti contoh :
DAFTAR PUSTAKA
Keraf, Gorys. 1998. Komposisi. Jakarta: Nusa Indah
Zaenal Arifin, E. 2011. Metode Penulisan Ilmiah. Jakarta: Pustaka Mandiri
Tukan, P. 2007. Mahir Berbahasa Indonesia. Jakarta: Yudistira
http://aaknasional.wordpress.com/2012/03/10/kalimateferktif
http://muhammadbudisetiawan.blogspot.com/2012/03/kalimat-efektif