KETERTINDASAN PEREMPUAN

Ketertindasan Perempuan dalam Novel Tarian Bumi karya Oka Rusmini

Ketertindasan perempuan pertama yang terdapat pada Tarian Bumi adalah gunjingan para lelaki dengan topik meremehkan peran perempuan yang menurut mereka hanya butuh pujian dan menganggap perempuan itu makhluk tolol.

“ Carilah perempuan yang mandiri dan mendatangkan uang. Itu kuncinya agar laki-laki bisa makmur, bisa tenang. Perempuan tidak menuntut apa-apa. Mereka Cuma perlu kasih sayang, cinta dan perhatian. Kalau itu sudah bisa kita penuhi, mereka tak akan cerewet. Puji-puji saja mereka. Lebih sering bohong lebih baik. Mereka menyukainya. Itulah ketololan perempuan. Tapi ketika berhadapan dengan mereka, mainkanlah peran pengabdian, hamba mereka. Pada saat seperti itu perempuan akan menghargai kita. Melayani tanpa kita minta. Itu kata laki-laki di warung, meme benarkah kata-kata itu?” (TB: 32)

Penghakiman atas perempuan yang dikucilkan oleh laki-laki ternyata menimbulkan kemarahan pada Kenten, sahabat Telaga. Dia menilai bahwa laki-lakilah yang sesungguhnya makhluk menjijikan. Oleh karena itu, Kenten mempunyai tekad bahwa ia tidak akan pernah membutuhkan makluk yang bernama laki-laki.

Ketertindasan lain yang dialami tokoh wanita dalam novel ini adalah kasus perkosaan yang menimpa Dalem atau ibu Sekar. Hal ini terjadi pada waktu Sekar masih kecil, tetapi ia sudah cukup dapat memahami apa yang dialami ibunya.

Luh Sekar mengusap pipi  perempuan lemah yang terbaring diamben bambu itu, tidak ada kata-kata yang mereka percakapkan. Dua buah sungai mengalir dari mata dua orang perempuan . di usia sangat kecil, Luh Sekar bisa merasakan penderitaan yang bergantung pada pundak perempuan yang teramat dicintainya itu. Kata orang-orang itu ibu Luh Sekar diperkosa lebih dari tiga laki-laki. Luh Sekar bergidik mendengar cerita itu. (TB: 48)

Perkosa adalah paksa, dan paksa berkaitan dengan ketidakinginan, ketidaknyamanan, dan ketidaknikmatan sang objek yang dipaksa. Paksa menyodorkan apa yang tidak diinginkan, tidak dinyamani, dan tidak dinikmati serta pengharusan bagi orang lain yang tidak ingin diharuskan. Paksa adalah sebuah agresi yang dilakukan oleh laki-laki. Hal ini merupakan tindakan keji yang dapat dikategorikan sebagai penindasan yang harus ditindaklanjuti secara tegas.

Ketertindasan perempuan berikutnya yang tidak kalah mengerikan adalah peristiwa penindasan yang disebabkan dominasi laki-laki dalam rumah tangga, seperti yang dialami tokoh Dampar.

Dia ingat nasib Luh Dampar yang mati gantung diri di studio lukis suaminya. Saat itulah pertama kalinya Kambren memasuki sebuah studio. Ruang itu penuh foto-foto, slide, dan rekaman Luh Dampar dalam keadaan telanjang, bahkan ada video Dampar sedang diikat dan tubuhnya dijilati lima orang laki-laki. Luh Dampar berteriak-teriak. (TB: 101)

Dampar harus membayar mahal. Begitu banyak foto telanjangnya yang dibuat dalam ukuran kartu pos.  Kambren tahu, laki-laki itu benar-benar menjual seluruh tubuh istrinya untuk membiayai hidup.

Pelukis itu memang gila dan yang membuat Kambren lebih bergidik lagi, ada rekaman video yang mempertontonkan adegan jean paupiere tengah bercinta dengan laki-laki jerman itu secara rakus dan liar. (TB: 102)

Semua ketertindasan yang terdapat pada Tarian Bumi merupakan suatu bentuk pelecehan terhadap kaum perempuam yang harus dilawan. Masih banyaknya dominasi laki-laki yang ada didalamnya merupakan ketimpangan gender yang meremehkan perempuan.

Analisis terhadap Latar Budaya Bali yang Mendukung para Tokoh Melakukan Tindakan Feminisme

Dalam novelnya itu, Oka menggugat kebudayaan dan adat di Bali yang dianggap merendahkan kaum perempuan, yaitu sistem kasta, dengan lugas dan berani. Bagi Oka Rusmini perbedaan kelas dalam masyarakat tersebut cenderung hanya menekan dan memarginalkan perempuan, baik di lingkungan domestik maupun publik. Padahal, persoalan yang dihadapi perempuan dalam masyarakat tidak hanya perbedaan kasta, tetapi lebih besar lagi. Oka Rusmini ingin menyampaikan berat dan kerasnya kehidupan yang harus dijalani perempuan Bali. Perempuan hanya hidup dengan mendompleng status suami, tidak peduli bagaimanapun usaha dan kerja keras istri atau pun latar belakang hidupnya sebelum bertemu dengan suami tersebut. Karena adat Bali tidak mengizinkan perempuan menikahi laki-laki dengan kasta lebih rendah, mereka memberontak.

Pemberontakan perempuan melawan tatanan adat merupakan aktualisasi feminisme yang dipilih para tokoh perempuan novel Tarian Bumi, yaknidengan cara tetap menikah dengan pasangan yang dipilihnya tanpa mempedulikan tentangan adat, akan tetapi keputusan ini melalui tahapan sulit dan ditunjang oleh keteguhan hati. Sebagai orang Bali, Oka mampu menjaga jarak ketika menuangkan pikirannya dalam tulisan, sehingga dia mampu bercerita tanpa membawa beban moral sebagai bagian dari tatanan sosial yang dikritiknya.

Kajian perempuan yang dikaitkan dengan kajian  sastra dalam penelitian ini mempunyai dua fokus yang dianggap penting dalam perkembangan dunia sastra. Di satu sisi terdapat pemahaman karya sastra yaitu kanon sastra yang sudah diterima melalui pemberontakan tokoh perempuan seiring proses pendewasaan ditengah kungkungan tradisi masyarakatBaliyang berakar dari ajaran agama Hindu. Sementara disisi lain terdapat seperangkat teori yang menyiratkan keterkaitan feminis dengan satra melalui pendekatan feminis itu sendiri.

Simpulan

Tarian Bumi adalah sebuah novel khas etnik Bali yang penuh dengan suasana dan atmosfer “pemberontakan”, sekaligus situasi ambivalen kaum perempuan dalam menghadapi realitas sosialnya. Tata sosial yang hierarkis lewat pembagian kasta, patriarki yakni kaum laki-laki lebih banyak mendapatkan previlese social. Hal ini merupakan problem-problem fundamental yang dihadapi kaum perempuan di Bali jika ingin menemukan hubungan yang relatif lebih emansipatoris. Meskipun secara terang-terangan terjadi pemberontakkan di sana-sini, sebagai novel perempuan yang ditulis perempuan, Tarian Bumi masih memiliki etika-etika kebudayaan Bali yang sampai sekarang masih dilestarikan keberadaannya.

Secara keseluruhan Tarian Bumi yang sarat akan budaya Bali, menggambarkan tindakan feminisme yang sangat kental. Perempuan Bali, bagaimana mereka berhadapan dengan tubuhnya, libidonya, agama, dan masyarakatnya. Lingkungan yang turut berpengaruh , seperti keluarga besar dan  aturan adat. Semuanya itu dijalankan dengan sudut pandang perempuan dengan banyak mengarah pada feminisme multikultural, liberal, dan Marxsisme karena pemberontakan terhadap budaya yang tergambar merupakan realisasi keberanian perempuan yang patut dibanggakan. Kemudian, Secara liberal para perempuan dalam novel Tarian Bumi menunjukan bahwa mereka dapat dan berhak memilih jalan hidupnya tanpa dominasi dan Tekanan dari pihak manapun. Secara Marxsis mereka juga menentang hidup pasrah tanpa upaya mengangkat derajat perempuan agar sama dengan laki-laki dengan keterbatasan yang dimiliki mereka. Namun, bermodalkan tekad yang kuat para tokoh perempuan dapat meraih apa yang menjadi prinsip sebagai perempuan seutuhnya.

CATATAN

AKTUALISASI FEMINISME

Aktualisasi Feminisme novel Tarian Bumi

Arju Susanto

Pendahuluan

Salah satu bentuk karya sastra adalah novel. Melalui novel pengarang dapat mengutarakan pengalaman hidupnya atau kehidupan orang lain yang ditemui dalam masyarakat dengan bermacam permasalahan, baik berupa permasalahan sosial, pandangan hidup, kemanusiaan, cinta, politik, psikologi, maupun agama. Permasalahan tersebut diangkat pengarang dalam bentuk karya sastra dengan gaya imajinasinya yang tinggi sehingga membuat pembaca tertarik untuk membaca novel.

Novel merupakan imajinasi pengarang dengan menggunakan bahasa tulisan sebagai mediumnya. Isi novel mencakup berbagai macam konflik atau permasalahan mulai dari masa kecil sampai meninggal. Tiap-tiap permasalahan itu diikuti oleh faktor penyebab dan akibatnya.

Novel Tarian Bumi, dengan mengambil budayaBali sebagai latar, merupakan gugatan yang keras terhadap kemapanan nilai-nilai lama yang tertutup dan angkuh. Perempuan-perempuan yang digambarkan oleh Oka Rusmini menjadi sebuah kritikan yang keras terhadap sistem patriarki, sistem yang selama ini merugikan kaum tersebut.

Penulis tertarik memilih novel Tarian Bumi sebagai bahan penelitian karena novel ini berani mengungkapkan hak-hak perempuan, harga diri, dan keinginan-keinginan melalui para tokoh perempuan di dalamnya. Segala sesuatu yang berkaitan dengan tubuh, kekuasaan, dan kontrol politik terhadap tubuh perempuan melalui patriarki adalah termasuk tema utama feminisme. Oka Rusmini adalah novelis yang banyak menulis tentang perempuan dan selalu mengaitkannya dengan budaya patriarki di dalam adat .

Novel ini berani mengungkapkan hak-hak perempuan, harga diri, dan keinginan-keinginan melalui para tokoh perempuan di dalamnya. Segala sesuatu yang berkaitan dengan tubuh, kekuasaan, dan kontrol politik terhadap tubuh perempuan melalui patriarki adalah termasuk tema utama feminisme. Oka Rusmini adalah novelis yang banyak menulis tentang perempuan dan selalu mengaitkannya dengan budaya patriarki di dalam adat . Tarian Bumi sarat dengan pemberontakan perempuan terhadap budaya dan adat yang merugikan. Novel yang terbit pertama kali pada tahun 2000 dan mendapat penghargaan “Penulisan Karya Sastra 2003” dari Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, ini telah menandai sebuah babak baru penulisan prosa panjang di Indonesia sehingga dapat dijadikan bahan kajian yang dianalisis melalui tinjauan feminisme.

Latar Belakang Masalah

Tarian Bumi menampilkan dunia perempuan yang sama sekali berbeda dibandingkan penggambaran yang pernah ada dalam khasanah sastra sebelumnya. Perempuan dalam Tarian Bumi, dicitrakan sebagai sosok-sosok yang begitu kuat, mandiri, dan memberontak untuk berpartisipasi mengambil keputusan dalam hidupnya. Untuk mengambil suatu keputusan ini ternyata ia mampu berjuang tanpa meninggalkan kelembutan hati, kasih sayang, dan naluri perempuan sejati, dengan memilih untuk mewujudkan kebahagiaannya walaupun harus memberontak adat.

Masalah yang dihadapi dalam novel ini cukup pelik, sehingga menimbulkan gejolak pemberontakan di dalam diri para tokoh perempuan, salah satunya tokoh Telaga. Ia adalah tokoh wanita yang mempunyai silang pendapat dengan ibunya mengenai arti sebuah kebahagiaan dan cinta dengan sejuta tekanan yang membelenggu dirinya. Telaga  berusaha mewujudkan keinginanya dengan menabrak nilai sakral adat karena bersedia dikawini oleh laki-laki yang ia cintai yang berasal dari kasta terendah. Perkawinan itu tentu saja tidak direstui ibunya, Luh Sekar, yang sejak awal mengharapkan anaknya disunting laki-laki bangsawan. Sementara oleh ibu mertuanya Telaga juga tidak sepenuhnya diterima karena kehadiran perempuan dalam keluarga sudra juga diyakini hanya akan membawa sial. Namun, Telaga tetap pada pendiriannya, dengan menikahi Wayan. Telaga membuktikan bahwa dirinya yang memilih siapa yang akan menjadi suaminya, bukan sistem  atau adat. Meskipun demikian, ia harus melepas semua gelar kebangsawanannya. Selain Telaga, setiap konflik yang dialami para tokoh perempuan dalam novel ini menarik untuk dikaji karena sangat mencerminkan pemberontakan perempuan yang kokoh tanpa meninggalkan kelembutan sebagai seorang perempuan secara utuh.

Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, perumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana para tokoh perempuan melakukan pemberontakan dan perlawanan batin dalam novel Tarian Bumi serta seperti apakah keterkaitan feminisme terhadap konflik-konflik yang ada dalam novel Tarian Bumi.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengungkapkan suatu gambaran utuh segala perlawanan batin perempuan Bali melalui setiap tindakan yang dilakukan oleh para tokoh perempuan dalam novel Tarian Bumi serta menganalisis unsur-unsur feminisme yang membangun cerita pada noveltersebut

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Menurut Nazir (1999: 64–65) ditinjau dari segi masalah yang diselidiki, teknik dan alat yang digunakan dalam meneliti, serta tempat dan waktu penelitian dilakukan, penelitian deskriptif dapat dibagi atas beberapa jenis, yaitu:

  1. Metode survey
  2. Metode deskriptif  berkesinambungan
  3. Penelitian studi kasus
  4. Penelitian analisis pekerjaan dan aktivitas
  5. Penelitian tindakan
  6. Penelitian perpustakaan dan dokumenter

Karena luasnya metode deskriptif, penulis menopang metode deskriptif dengan menggunakan metode struktural, yang pada prinsipnya analisis sturuktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan, secermat, seteliti, sedetail, dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua analisis dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh. Teeuw, (1988: 135). Susunan teori dan pembahasan struktur dalam buku ini diawali dengan menganalisis tema, tokoh dan penokohan, alur, dan latar. Selanjutnya, di samping teori analisis struktur novel, penelitian ini kemudian mengaplikasikan hasil analisis tersebut dengan teori feminis.

Tarian Bumi tergolong karya sastra yang bermuatan pesan ideologi feminisme melalui tokoh-tokohnya. Oleh karena itu, teori yang paling dekat untuk dapat mengungkap peranan perempuan dalam novel Tarian Bumi adalah meggunakan teori feminisme. Penggunaaan teori feminisme diharapkan mampu memberikan pandangan baru terutama yang berkaitan dengan bagaimana karakter-karakter perempuan dalam novel Tarian Bumi. Seperti yang diutarakan oleh Sofia-Sugihastuti, (2003: 28–29) bahwa feminis berarti orang yang menganut paham feminisme, yaitu perjuangan mengubah struktur hierarki antara laki-laki dan perempuan menjadi persamaan hak, status, kesempatan, dan peranan dalam masyarakat.

Teknik yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik tinjauan pustaka yaitu teknik pengumpulan data dengan mengadakan survey terhadap data yang ada. Penulis menggali teori-teori yang telah berkembang dalam ilmu yang berkepentingan dengan penelitian ini kemudian menganalisis, dan mencatat data yang berkenaan dengan penelitian ini melalui buku, majalah, surat kabar, dan media masa lain yang berkaitan dengan topik.

Pengertian Feminisme

Secara umum Lecrec dalam buku Perempuan Menolak Tabu yang ditulis oleh Amiruddin, (2005: 7).mengemukakan pandangannya mengenai feminisme dengan suatu harapan yang tersirat di dalamnya yang berbunyi “Aku mengidamkan agar kaum perempuan belajar menilai apapun dengan cara pandang mereka sendiri bukan melalui mata laki-laki”.

Istilah feminis pertama kali digunakan di dalam literatur barat baru pada tahun 1880, yang secara tegas menuntut kesetaraan hukum dan politik dengan laki–laki, istilah ini masih terus diperdebatkan. Namun, secara umum biasa dipakai untuk menggambarkan ketimpangan jender, subordinasi, dan penindasan terhadap perempuan (Arivia, 2006: 10).

Goefe dalam Sugihastuti, (2003: 23) menegaskan Feminisme ialah teori tentang persamaan antara laki-laki dan perempuan di bidang politik, ekonomi, dan sosial; atau kegiatan terorganisasi yang memeperjuangkan hak–hak serta kepentingan perempuan.

Dipandang dari sudut sosial, feminisme muncul dari rasa ketidakpuasan terhadap sistem patriarki yang ada pada masyarakat. Pendapat itu dikemukakan oleh Millet (1996: 139) yang menggunakan istilah patriarki (pemerintahan ayah) untuk menguraikan sebab penindasan terhadap perempuan. Patriarki meletakan perempuan sebagai laki-laki yang inferior. Kekuatan digunakan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam kehidupan sipil dan rumah tangga untuk membatasi perempuan.

Dari berbagai macam pengertian feminisme di atas feminisme harus diakui memiliki baik pemikiran progresif yang mampu mengadakan perubahan-perubahan sosial maupun perubaha intelektual selama era modernisasi dan ikut memberikan masukan berarti sebagai media pengkajian novel berdasarkan teori feminisme itu sendiri. Hal ini dikarenakan korelasi makna yang mendalam teori feminisme terhadap kaya sastra yang bercerita mengenai perempuan.

Feminis berbeda dengan emansipasi. Emansipasi cenderung lebih menekankan pada partisipasi perempuan dalam pembangunan tanpa mempersoalkan ketidakadilan gender, sedangkan feminisme sudah mempersoalkan hak serta kepentingan mereka yang selama ini dinilai tidak adil. Perempuan dalam feminisme mempunyai aktivitas dan inisiatif sendiri untuk memperjuangkan hak dan kepentingan tersebut dalam berbagai gerakan.

Penelitian yang berjudul “Tinjauan Feminisme novel Tarian Bumi karya Oka Rusmini” berawal dari pemikiran peneliti mengenai pemberontakan dan perjuangan para tokoh perempuan dalam novel Tarian Bumi yang begitu menarik untuk dibahas. Keberpihakan pada perempuan penting untuk menyingkap ketidakadilan gender yang selama ini lebih banyak merugikan perempuan, hal itu yang dilakukan para tokoh perempuan dalam Tarian Bumi. Tindakan tersebut menunjukan eksistensi perempuan untuk memperjuangkan hak-hak dan impian para tokoh yang dibatasi oleh kungkungan adat Bali yang membelenggu.

Sebelumnya sudah ada yang mirip dengan penelitian ini. Penelitian-penelitian sejenis yang pernah dilakukan sebelumnya sebagai berikut:

1. Realitas Sosial Perempuan Bali dalam Novel Tarian Bumi karya Oka Rusmini dan Novel Putri Karya Putu Wijaya yang diteliti oleh seorang mahasiswa Jurusan Bahasa Indonesia, Universitas Pendidikan Indonesia pada tanggal 26 oktober 2005. Penelitian yang dilakukan Munawar menggunakan pendekatan teori yang sama yaitu teori feminisme. Akan tetapi, penelitian yang dilakukan Munawar hanya menggunakan pendekatan kritik sastra feminisme-sosialis Marxis, dan tidak memaparkan semua jenis feminisme yang kemudian terealisasi lewat para tokoh perempuan di dalamnya. Penelitian yang dilakukan Munawar juga akan membandingkan hasil kajian dari kedua sumber data yaitu novel Tarian Bumi karya Oka Rusmini dan novel Putri karya Putu Wijaya untuk melihat bagaimana perbedaan realitas sosial perempuan Bali yang digambarkan oleh kedua pengarang. Intinya penelitian ini merupakan suatu kajian sastra bandingan yang bertujuan penggambaran budaya Bali yang direalisasikan lewat kedua tokoh utama yaitu Telaga dan Putri dan bukan tinjauan feminisme yang dilakukan para tokoh perempuan pada sumber data, serta penelitian ini tidak memaparkan ketertindasan perempuan dalam novel Tarian Bumi.

2. Eksistensi Perempuan dalam novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer (Sebuah KajianKritik Sastra Feminisme) yang diteliti oleh Sofiana Auliana, seorang mahasiswi Jurusan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Malang pada tahun 2009. Penelitian yang dilakukan Sofi merupakan kajian kritik sastra feminis, tetapi penelitian ini bertujuan memaparkan eksistensi para tokoh perempuan baik dalam keluarga maupun dalam msyarakat berdasarkan strata sosial masyarakat yang terkandung dalam novel. jadi penelitian ini hanya ingin mengungkap eksistensi perempuan dalam novel novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer, dan bukan mengidentifikasi aktualisasi feminisme para tokoh perempuan yang ada dalam sumber data.

Penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu karena sejauh pengamatan peneliti belum ada penelitian yang menganalisis aktualisasi feminisme para tokoh perempuan dalam novel Tarian Bumi secara terperinci. Penelitian ini penting dilakukan karena akan mengurai feminisme yang sering kita dengar dan hal tersebut telah ada sejak beberapa tahun yang lalu. Feminisme juga selalu dikaitkan dengan isu gender yang selalu menjadi perdebatan tentang perbedaan mendasar antara kaum laki-laki dan perempuan. Di dalam isu tersebut perempuan selalu menjadi kaum yang paling lemah di dunia. Oleh karena itu, penelitian ini akan membedah perjuangan perempuan yang direalisasikan para tokoh perempuan dalam Tarian Bumi, sehingga penelitian ini akan bermanfaat bagi para perempuan diseluruh negeri serta dapat dijadikan pelajaran dalam kehidupan nyata.

PENGUNAAN TANDA BACA

Arju Susanto, S.S; M.Pd.

Pemakaian Tanda Baca
Dalam hal pembuatan karangan ilmiah, kesalahan huruf dan tanda baca sering muncul. Dan di dalam penulisan tanda baca sering sekali kita lalai dan melakukan kesalahan dalam penulisanya. Sehingga menjadikan karangan atau karya ilmiah kita menjadi sebuah karya yang kurang baik karena ada kesalahan dalam penulisanya. Dari berbagai kesalahan itu, sebenarnya para penulis karya ilmiah mampu untuk membuat tulisanya, akan tetapi mereka sering lalai dan ceroboh dalam penggunaan tanda baca, sehingga terkadang membuat sebuah kalimat menjadi rancu dan berbeda arti. Oleh karena itu, pemakaian tanda baca dalam penyusunan kalimat sangat perlu untuk diperhatikan.
Macam-macam tanda baca
Tanda tanda baca yang dipakai dalam penuisan yaitu:
1. Tanda titik(.)
2. Tanda koma(,)
3. Tanda titik koma(;)
4. Tanda titik dua (:)
5. Tanda hubung(-)
6. Tanda pisah (—)
7. Tanda Tanya(?)
8. Tanda seru(!)
9. Tanda kurung((…))
10. Tanda petik ganda(“…”)
11. Tanda petik tunggal(‘…’)
3
Fungsi tanda baca
Dari macam-macam tanda baca yang telah disebutkan tadi, masing masing tanda baca memiliki fungsi dan kegunaanya masing-masing.

Fungsi dari macam-macam tanda tersebut adalah:

1.1 Tanda Titik (.)

1. dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Contoh: -Ayahku tinggal di Solo.
-Biarlah mereka duduk di sana.
-Dia menanyakan siapa yang akan datang.
Apabila dilanjutkan dengan kalimat baru, harus diberi jarak satu ketukan.

2. dipakai pada akhir singkatan nama orang.
Contoh:  Irwan S. Gatot

3. dipakai pada akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan.
Contoh: Dr. (doktor), S.E. (sarjana ekonomi), Kol. (kolonel), Bpk. (bapak)

4. dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.
Contoh: -Kota kecil itu berpenduduk 51.156 orang.
-Gempa yang terjadi semalam menewaskan 1.231 jiwa.
Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukan jumlah.
Misalnya:
4

Ia lahir pada tahun 1956 di Bandung
Lihat halaman 2345 dan seterusnya.
Nomor gironya 5645678

5. dipakai pada singkatan kata atau ungkapan yang sudah sangat umum. Pada singkatan yang terdiri atas tiga huruf atau lebih hanya dipakai satu tanda titik.
Contoh: dll. (dan lain-lain), dsb. (dan sebagainya), tgl. (tanggal), hlm. (halaman)

1.2 Tanda Koma (,)

1. dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu pemerincian atau pembilangan.
Contoh: Saya menjual baju, celana, dan topi.

2. dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara yang berikutnya, yang didahului oleh kata sepertitetapi, dan melainkan.
Contoh: nama saya bukan anisa, tetapi elisa

3. dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat apabila anak kalimat tersebut mendahului induk kalimatnya.
Contoh:Kalau hari hujan, saya tidak akan datang.

4. dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antara kalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itujadilagi pulameskipun begituakan tetapi.
Contoh: Oleh karena itu, kamu harus datang.

5. dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
5

Contoh: “Saya sedih sekali”, Kata adik.

1.3 Tanda Titik Koma (;)

1. dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.
Contoh: Malam makin larut; kami belum selesai juga.

2. dapat dipakai untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam suatu kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung.
Contoh: Ayah mengurus tanamannya di kebun; ibu sibuk bekerja di dapur; adik menghafalkan nama-nama pahlawan nasional; saya sendiri asyik menonton TV

1.4 Tanda Titik Dua (:)

1. dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap bila diikuti rangkaian atau pemerian.
Contoh: Kita sekarang memerlukan perabotan rumah tangga: kursi, meja, dan lemari.

2. dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan.
Contoh:
Tari      : “bisa tolong ambilkan buku itu”
wini     : “ya, tentu saja”

3. dipakai untuk menandakan nisbah (angka banding).
Contoh: Nisbah siswa laki-laki terhadap perempuan ialah 2:1.

1.5 Tanda Hubung (-)

  1. dipakai untukmenyambung unsur-unsur kata ulang.

6

   Contoh: anak-anak, berulang-ulang, kemerah-merahan

2. dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing.
Contoh : di-charter ,pen-tackle-an

3. dipakai untuk merangkaikan se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital, ke- dengan angka, angka dengan -an, singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan nama jabatan rangkap.
Contoh:

  • se-Indonesia
  • hadiah ke-2
  • tahun 50-an
  • ber-SMA
  • KTP-nya nomor 11111
  • sinar-X
  • Menteri-Sekretaris Negara

1.6 Tanda Pisah ( —)

1. dipakai untuk membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberikan penjelasan khusus di luar bangun kalimat.
Contoh: kemerdekean bangsa itu—saya yakin akan tercapai—jika diperjungkan oleh bangsa itu sendiri.

2. dipakai untuk menegaskan adanya posisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih tegas.
7

Contoh:
Rangkaian penemuan ini—evolusi, teori kenisbian, dan kini juga pembelahan atom—telah mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.

3. dipakai di antara dua bilangan atau tanggal yang berarti sampai dengan atau di antara dua nama kota yang berarti ‘ke’, atau ‘sampai’.
Contoh: 1919–1921, Medan–Jakarta, 10–13 Desember 1999

1.7 Tanda Tanya (?)

1. dipakai pada akhir tanya.
Contoh: Kapan ia berangkat?, Saudara tahu, bukan?

2. dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
Contoh: Ia dilahirkan pada tahun 1683 (?).

1.8 Tanda Seru (!)

Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat.
Contoh: Alangkah mengerikannya peristiwa itu!

1.9 Tanda Kurung ((…))

1.  dipakai untuk mengapit keterangan atau penjelasan.
Contoh: Bagian Keuangan menyusun anggaran tahunan kantor yang kemudian dibahas dalam RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) secara berkala.

8

2. dipakai untuk mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan keterangan.
Contoh: Bauran Pemasaran menyangkut masalah (a) produk, (b) harga, (c) tempat, dan (c) promosi.

1.10 Tanda Petik (“…”)

1. dipakai untuk mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lain.
Contoh: “Saya belum siap,” kata Mira, “tunggu sebentar!”

2. dipakai untuk mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat.
Contoh: Karangan Andi Hakim Nasoetion yang berjudul “Rapor dan Nilai Prestasi di SMA” diterbitkan dalam Tempo.

3. dipakai untuk mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus.
Contoh: Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara “coba dan ralat” saja.

1.11 Tanda Petik Tunggal (‘…’)

1. dipakai untuk mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
Contoh: “Waktu kubuka pintu depan, kudengar teriak anakku, ‘Ibu, Bapak pulang’, dan rasa letihku lenyap seketika,” ujar Pak Hamdan.

2. dipakai untuk mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan asing.
Contoh: feed-back ‘balikan’

9

BAB III

SIMPULAN & SARAN

Kesimpulan

Tanda baca mempunyai banyak jenis dan tipenya yang masing-masing mempunyai fungsi yang tidak sama. Fungsi tanda baca secara umum adalah untuk menjaga keefektifan komunikasi, berperan untuk menunjukkan struktur dan organisasi suatu tulisan , dan juga intonasi serta jeda yang dapat diamati sewaktu pembacaan. Aturan tanda baca berbeda antar bahasa, lokasi, waktu, dan terus berkembang. Beberapa aspek tanda baca adalah suatu gaya spesifik yang karenanya tergantung pada pilihan penulis. Setiap tanda baca mempunyai aturan penggunaan dan fungsinya sendiri yang tidak dapat diganggu gugat. Penggunaan yang salah akan menyebabkan kericuhan dan mengganggu kelancaran komunikasi.

Saran

Gunakanlah tanda baca sesuai dengan fungsinya agar tidak menimbulkan kericuhan dalam kelancaran berkomunikasi

                                                                                                                                             10

Daftar Pustaka

Finoza, Lamudin. 1993.Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Diksi Insan Mulia,.

Alwi, Hasan. Dkk. 2003, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi-2. Jakarta: Balai Pustaka.

Umiyati Nunung. Dkk. 2011, Buku Pustaka untuk Pendekar SMA IPA. Edisi-1. Depok : Nava Aksara

Sumber internet:

wikipedia.org/wiki/Tanda_baca

wikipedia.org/wiki/Wikipedia:Pedoman_penulisan_tanda_baca

tatabahasabm.tripod.com/tata/tbaca.htm

PEMBERONTAKAN MELAWAN ADAT

Pemberontakan Perempuan Melawan Tatanan Adat: Dalam novel Tarian Bumi

Pendahuluan

Feminis berbeda dengan emansipasi. Emansipasi cenderung lebih menekankan pada partisipasi perempuan dalam pembangunan tanpa mempersoalkan ketidakadilan gender.

Sedangkan feminisme sudah mempersoalkan hak serta kepentingan mereka yang selama ini dinilai tidak adil. Perempuan dalam feminisme mempunyai aktivitas dan inisiatif sendiri untuk memperjuangkan hak dan kepentingan tersebut dalam berbagai gerakan.

Sehubungan dengan hal di atas, dalam Arivia (2003: 13) Mary Wollstonecraft (1759–1797) yang menulis a Vindication Right of Woman pada tahun 1792 adalah feminis pertama yang menuduh bahwa pembodohan terhadap perempuan terjadi  bukan karena sesuatu yang alamiah, melainkan adanya tradisi dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang menjadikan perempuan sebagai makhluk yang tersubordinasi.

Novel Tarian Bumi berisi pertentangan kelas, seperti pertentangan perempuan yang berkasta Sudra dengan perempuan yang berkasta Brahmana. Tokoh perempuan dalam novel Tarian Bumi digambarkan sangat kuat dan memiliki persoalan ekonomi yang menjadi latar belakang konflik. Adanya dominasi tokoh tua terhadap tokoh muda membentuk tokoh utama yang menggambarkan realitas perempuan yang tidak mudah menyerah.

Identifikasi terhadap tokoh profeminis ini dibagi dalam tiga bagian. Bagian pertama adalah analisis terhadap tokoh-tokoh profeminis melalui tindakan dan sikap yang mencerminkan feminisme. Bagian kedua adalah analisis terhadap ketertindasan tokoh-tokoh perempuan dalam Tarian Bumi. Bagian ketiga adalah analisa terhadap latar budaya Bali yang mendukung penyebutan tokoh sebagai tokoh profeminis.

Tokoh-tokoh profeminis

Telaga

Tokoh utama pertama yang teridentifikasi sebagai tokoh profeminis yang dominan dalam cerita adalah Telaga. Hal itu dikarenakan perubahan seiring pendewasaan yang dialami Telaga. Perubahan yang dimaksud di sini adalah pola pikir tokoh atau individu yang secara terang-terangan memberontak pada kebudayaan Bali, dan perlahan berani melawan ibunya yang selalu menentang, mengendalikan, dan menekan Telaga dengan berbagai aturan kaum bangsawan yang dirasa Telaga sangat menyesakkan dirinya. Hal ini disebabkan semakin ia beranjak dewasa, Telaga mulai mengamati sekelilingnya dan semakin merasa bahwa ini semua seperti kemunafikan yang harus ia lalui dan dijalani selama ia berada di dalamnya.

Kata nenek, tidak pantas ibu berlaku seperti itu. Seorang perempuan bangsawan harus bisa mengontrol emosi. Harus menunjukan keibawaan. Ketenangan. Dengan menunjukan hal-hal itu berarti ibu sudah bisa menghargai suaminya. Telaga tidak pernah paham berapa aturan lagi yang harus dipelajari ibu agar diterima sebagai bangsawan sejati. Hampir dua puluh tahun tidak ada habis-habisnya!. (TB: 63)

Inikah artinya menjadi perempuan? Telaga ingin bicara dengan perempuan tua yang melahirkan ayah. Bicara dari hati ke hati. Bicara tentang makna keperempuanan, hakekatnya. Dan Telaga ingin perempuan yang terlihat agung dan berwibawa itu mampu memberi jawaban jelas. Apa arti menjadi perempuan Brahmana? Seperti apa impian pada cucu satu-satunya ini?. (TB: 63–64)

Hal di atas telah menyiratkan jeritan hati Telaga yang terus berpikir, mengapa begitu banyak hal yang harus dilakukan oleh perempuan. Telaga harus menjalani setiap pakem adat bangsawan yang menurutnya tidak pantas, bahkan sangat berlebihan untuk dijalani oleh seorang perempuan yang pada hakikatnya juga seorang manusia yang ingin hidup bebas tanpa ikatan aturan yang membatasi ruang gerak seorang perempuan seutuhnya.

Telaga merasa sudah cukup dewasa untuk menolak keinginan-keinginan ibunya. Makin hari perempuan itu makin menjerat dan mengikatnya erat-erat. Perempuan itu juga tidak membiarkan Telaga berpikir untuk hidupnya sendiri. Apapun harus selalu di bawah penguasaannya dan berdasarkan keinginannya. (TB: 110)

“Apa meme tahu tentang laki-laki itu? Apa?”. Telaga menantang mata ibunya. Kali ini dia harus berani melawan, karena ibunyasangat memaksa agar Telaga mau keluar dengan laki-laki itu. Dari matanya Telaga tahu, laki-laki yang selalu bermanis-manis dengan ibunya itu akan melahap tubuh Telaga tanpa sisa, lalu membuangnya kekeranjang sampah. Tidak! Telaga tidak akan membiarkan laki-laki itu menyentuh satu helaipun rambutnya. (TB: 123)

Keberanian Telaga menentang ibunya, menunjukkan tindakan feminisme bahwa ia bukan orang yang mudah menerima keadaan, melainkan  dapat menentukan sesuatu yang baik dan buruk bagi dirinya dan orang lain. Telaga merupakan tokoh profeminis, yaitu tokoh yang memperjuangkan cita-cita feminisme.

Yang dimaksud cita-cita feminisme pada kehidupan Telaga adalah perjuangan hidupnya menghadapi segala perubahan hidup. Telaga hidup serba berlebih, tetapi saat tujuan hidupnya terealisasi, yakni menikah dengan Wayan seorang laki-laki sudra, kasta terendah hidupnya berubah. Perkawinan itu tentu saja tidak direstui ibunya, Luh Sekar, yang sejak awal mengharapkan anaknya disunting lelaki bangsawan. Sementara, oleh ibu mertuanya, Telaga juga tidak sepenuhnya diterima karena kehadiran perempuan Brahmana dalam keluarga Sudra diyakini hanya akan membawa sial. Akan tetapi Telaga tetap teguh pada pendirian dengan terus membuktikan pada dunia bahwa ia bisa menjalani kehidupan yang baru yang jauh dari kemewahan, tetapi hati yang bahagia yang tidak ternilai harganya dapat ia raih dan menjadi miliknya yang berharga.

Telaga merasa orang-orang selalu lebih tahu daripada dirinya sendiri. Padahal mereka sama sekali tidak tahu bagaimana perasaan Telaga ketika kawin dan hidup sebagai perempuan sudra untuk yang pertama kalinya. Wayan hanya bisa membelikan kebaya dan kain yang kasar. Telaga benar-benar melatih diri untuk menanggalkan seluruh busana kebangsawanannya. Semua untuk cinta, untuk perhatian, untuk kasih sayang yang tidak pernah ia dapatkan dari laki-laki. (TB: 149)

“Aku tidak pernah meminta peran sebagai Ida Ayu Pidada. Kalaupun hidup terus memaksaku memainkan peran itu. Aku harus menjadi aktor yang baik dan hidup harus bertanggung jawab atas permainan gemilangku sebagai Telaga.” (TB: 222)

Tindakan Telaga ini berhasil dengan jelas melukiskan dependensi struktural atau pertentangan kelas antara laki-laki dan perempuan dalam budaya patriarkhi yang melahirkan relasi gender yang timpang melalui pengkotak-kotakan kelas sosial pada kebudayaan Bali yang mengungkung Telaga. Akan tetapi, dengan segala tindakan feminis yang Telaga lakukan, ia berhasil keluar dari kungkungan peraturan kaum bangsawan yang berbandig terbalik dengan hatinya.

Telaga tetap pada pendiriannya, yakni menikahi Wayan, Telaga membuktikan bahwa ia-lah yang memilih siapa yang akan menjadi suaminya, bukan sistem atau adat. Meskipun demikian, ia harus melepas semua gelar kebangsawananya.

“Hari ini juga tiang akan meninggalkan nama Ida Ayu. Tiang akan jadi perempuan Sudra yang utuh” (TB: 220).

Secara keseluruhan pemberontakan Telaga mengacu pada perwujudan feminisme mulikultural dengan melakukan perlawanan terhadap hal-hal yang menindas perempuan sebagaimana yang dituliskan pada buku filsafat berperspektif feminis oleh Arivia, (2003: 132). Ketertindasan perempuan terjadi bergantung dari kelas dan ras, preferensi seksual, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, kesehatan, dan sebagainya.

Selain feminisme multikultural, Telaga juga mengaktualisasikan tindakan feminisme radikal. Hal itu dikarenakan pada prinsipnya penindasan terhadap perempuan yang utama terjadi karena patriarki, yang beroprasi baik pada level keluarga dan pada harapan wajib pada level budaya. Maksudnya, keluarga yang heteroksis adalah sumber utama penindasan terhadap perempuan. Akan tetapi Telaga berhasil menentang hal itu semua dengan menghempas aturan keluarga yang dinilai salah dan tidak sesuai dengan hak sebagai seorang perempuan seutuhnya.

Luh Sekar

Tokoh berikutnya yang juga banyak melakukan tindakan feminisme adalah Sekar atau ibunda Telaga. tokoh perempuan yang juga teridentifikasi sebagai tokoh tambahan utama ini, sejak awal kemunculannya Sekar selalu digambarkan sebagai tokoh yang penuh denga ambisi untuk menjadi lebih, dalam segala hal. Setelah keinginan itu terkabul, ia selalu punya keinginan baru, Sekar memang memang menyadari hal itu. Sejak muda dia juga ingin kawin dengan laki-laki Brahmana. Dia ingin membangun dinasti baru. Dinasti yang lebih terhormat. (TB: 60)

Seorang perempuan kuat yang tidak pernah menyerah dalam merealisasikan mimpi-mimpinnya dari ambisi untuk menjadi penari joged sampai  dengan tujuannya menjadi orang yang lebih terpandang dalam strata sosial, melalui pernikahan dengan pria dari kalangan bangsawan.

“Apapun yang terjadi dalam hidupku, aku harus menjadi seorang rabi, seorang istri bangsawan. Kalau aku tak menemukan laki-laki itu, aku tidak akan pernah menikah!” suara Luh Sekar terdengar penuh keseriusan. (TB: 22)

“Tapi aku tidak akan pernah mau menyerah. Aku harus menjadi penari joged. Aku ingin memakai busana tari itu, Kenten, busana yang bagiku sangat cantik. Memakai kain dengan motif tradisional, memakai kebaya, selendang dan gelung jogged itu. Apalagi bunga cempaka yang menghias gelung itu. Bunga itu tetap abadi karena terbuat dari kayu. Joged tari pergaulan, Kenten, aku bebas menari dengan gaya apa pun. Aku ingin membakar seluruh mata yang melihatku menari, menurutmu keinginanku berlebihan?”. (TB: 37)

Ambisi-ambisi perempuan Bali sangat patut dibanggakan karena menurut perspektifnya, tidak ada yang dapat mengubah nasibnya, selain dirinya sendiri. Aktualisasi feminisme pada hidupnya dirasakan sangat kental dan mengarah pada feminisme liberal. Karena pada prinsip dan tujuannya, feminisme liberal menghendaki seorang perempuan agar sama atau sederajat dengan kedudukan laki-laki. Perjuangan serta usaha feminisme  untuk mencapai tujuan persamaan hak dan kepentingan mereka mencakup beberapa cara. Salah satu cara yang diambil adalah dengan menjadi seseorang yang dapat didengar dan dipertimbangkan oleh orang banyak. Akhirnya hal ini tercermin melalui ucapan dan semua tingkah Sekar yang ingin dapat mengambil keputusan untuk orang banyak.

“Dengar baik-baik. Untuk mewujudkan keinginan itu kita harus yakin bahwa kita sungguh-sungguh menginginkannya. Aku marah, Kenten, marah sekali! Tidakkah para tetua adat desa ini menyadari bahwa aku layak menjadi penari?. Aku layak menjadi perempuan terhormat. Kau harus yakin bahwa keinginanku akan terkabul. Kalau kau yakin, dewa-dewa pasti akan menolong kita. Ayo Kenten, konsentrasilah. Demi aku. Aku capek menjadi orang melarat. Aku capek melihat keluargaku tersisih. Sakit, sakit sekali menjadi orang seperti aku. Aku ingin menjadi orang nomer satu. Perempuan yang pantas mengambil keputusan untuk orang banyak. (TB: 39–40)

Aku ingin  menaklikan hidupku. Hidup bagiku adalah pertarungan yang tidak pernah selesai. Tidak akan pernah habis selama aku masih hidup. Aku harus jadi pemenang. Sebelum aku mengalahkan hidup, aku tidak ingin mati!. (TB: 43)

Keberaniannya melawan sang hidup dengan cara memperjuangkan apa pun untuk meraih impiannya telah membuatnya menjadi wanita kuat yang tahan akan tempaan hidup, sampai semuanya terwujud dan menjadikannya sebagai istri bangsawan dan menjadikan Sekar sebagai orang terpandang seperti apa yang diharapkannya. Berkaitan dengan hal ini Sekar dengan sadar juga telah mengoptimasi tindakan feminisme radikal, karena feminisme radikal menyalahkan dilema perempuan dalam patriarki, yang mereka yakini berasal dari keluarga dan dimana perempuan terjebak dalam peran tanggung jawab dan kewajiban mereka sehingga Sekar dapat menjadikan dirinya dapat mewujudkan segala keinginannya.

Betapa gila. Luh Sekar rela melakukan apa saja agar menjadi Jero Kenanga, perempuan terhormat. Perempuan paling cantik yang diakui bahwa kecantikannya yang luar biasa bisa membuatnya melakukan apa saja yang dia inginkan. (TB: 119)

Sagra Pidada

Tokoh tambahan utama berikutnya yang juga teridentifikasi melakukan tindakan feminisme adalah Sagra Pidada, nenek Telaga karena dilatarbelakangi oleh kondisi ekonomi yang mapan dan berasal dari keluarga yang terhormat. Karena Sagra sudah cukup umur dan belum mendapatkan pendamping hidup, ia dijodohkan dengan seorang laki-laki dari kalangan biasa. Lelaki itu berprestasi dan memiliki perilaku baik, sehingga dirasa pantas untuk mendampingi Sagra. Sagra melakukan tindakan feminis dengan menunjukan bahwa seorang perempuan juga mampu mengangkat derajat laki-laki atau suaminya. Hal itu membuat sang suami sangat menghormati dan menghargai istrinya.

Dia selalu menempatkan dirinya sebagai perempuan terhormat. Karena berkat dirinyalah kakek bisa mendapatkan jabatan seperti saat ini. Dulu dia juga memandang sebelah mata pada laki-laki itu, dan kakek tetap menjalankan tugasnya dengan baik. Hormat pada nenek, hormat pada orang tua nenek. Dia juga menjalankan fungsinya dengan baik terhadap perempuan dengan baik. (TB: 16)

Sagra memiliki prinsip dalam hatinya mengenai pandangan hidup tentang cinta. Ia menunjukkan bahwa dalam memilih pasangan hidup itu harus didasari oleh keinginan hati dan bukan atas kehendak orang lain dan memastikan bahwa itu adalah rasa cinta bukan rasa kagum yang dapat lenyap dalam sesaat.

“Kelak kalau kau jatuh cinta pada seorang laki-laki kau harus mengumpulkan beratus-ratus pertanyaan yang harus kau simpan. Jangan pernah ada orang lain tahu bahwa kau sedang menguji dirimu apakah kau memiliki cinta yang sesungguhnya atau sebaliknya. Bila kau bisa menjawab beratus-ratus pertanyaan itu, kau mulai memasuki tahapan berikutnya. Apa untungnya laki-laki itu untukmu? Kau harus berani menjawabnya. Kau harus yakin dengan kesimpulan-kesimpulan yang kau munculkan sendiri. Setelah itu endapkan! Biarkan ratusan-ratusan pertanyaan itu menguasai otakmu. Jangan pernah menikah hanya karena kebutuhan atau dipaksa oleh sistem. Menikahlah kau dengan laki-laki yang mampu memberimu ketenangan , cinta dan kasih. Yakinkan dirimu bahwa kau memang memerlukan laki-laki itu dalam hidupmu. Kalau kau tak yakin jangan coba-coba mengambil resiko.” (TB: 17–18)

Akibat rasa kecewaannya terhadap laki-laki, suami, dan anak laki-lakinya, Nenek Telaga mulai berpikir bahwa kebahagiaan sebenarnya bukan hanya terletak di tangan laki-laki. Sagra juga yang menanamkan pikiran pada Telaga bahwa kebahagiaan tidak hanya terletak pada laki-laki saja, tetapi perempuan juga ikut menentukan kebahagiaan itu sendiri. Salah satunya adalah dengan cara memilih, bukan hanya dipilih, tindakan ini dengan jelas merupakan suatu gambaran yang mencerminkan feminisme liberal.

“Kelak kalau kau sudah mengenal laki-laki, kau harus Tanya dirimu sendiri. Apa dia pantas kau cintai. Apa perasaanmu sungguh-sungguh padanya. Harus bisa kau bedakan, jangan coba-coba memilih laki-laki untuk tempat bergantung. (TB: 111)

Sagra juga menunjukan dominasi dalam rumah tangga yang diarungi bersama suaminya.

Memang nenek bisa mengatur keluarga. Bahkan Ida Bagus Tugur suaminya takkan berkutik hanya dengan batuk kecil. (TB: 64)

Luh Kenten

Tokoh perempuan lain yang merupakan tokoh tambahan dalam novel karya Oka Rusmini yang melakukan tindakan feminisme adalah Luh Kenten, teman Luh Sekar. Sosok Kenten menggambarkan perempuan yang berbeda. Ia memiliki tenaga kuat, bekerja sendiri, dan tidak pernah merasa butuh laki-laki.

Semua orang di desa ini tahu, Luh Kenten perempuan keras kepala. Perempuan yang memiliki tenaga sepuluh laki-laki. Tubuhnya sangat kuat dan tegas. Tak ada seorang pun yang berani berkata-kata kasar dan tidak pantas padanya. (TB: 36)

Lewat tokoh Luh Kenten yang hanya membenci laki-laki dan mencintai perempuan, Oka Rusmini menawarkan sebuah pemberontakan dari sistem patriarki, sistem laki-laki yang membuat perempuan menderita.

“Aku tidak akan kawin, meme. Aku tidak ingin mereka bohongi. Aku benci seluruh laki-laki yang membicarakan perempuan dengan cara tidak terhormat!”

“Apa maksudmu?! Kau tidak boleh memaki seperti itu. Kau harus menghargai mereka!”

“Mereka tidak pernah menghargai perempuan, meme.”

“Luh salah mengerti.”

“Tidak. Setiap hari aku saksikan sendiri kegiatan mereka. Minum kopi sampai siang, sore hari metajen, sabung ayam. Malamnya mereka bebas istirahat ditemani istri. Nikmat sekali hidup mereka!”

“Luh, jangan terlalu kasar. Suatu hari kau akan mencintai makhluk itu juga.”

“Tidak, meme. Tidak akan.”

“Kau membuat meme takut.”

“Kenapa?”

“Kata-katamu seperti perjanjian pada hidup.”

“Ya, meme. Ini aku ucapkan dengan kesungguhan. Aku akan buktikan, kita bisa hidup tanpa laki-laki. Aku akan buktikan ucapan ini!” (TB: 34)

Luh Kenten selalu beranggapan bahwa perempuan jauh lebih berharga dibandingkan laki-laki. Oleh karena itulah ia tidak pernah merasa butuh laki-laki untuk menemani kehidupannya. Dia percaya perempuan adalah mahluk luar biasa, Buktinya, dalam tubuh perempuan ada susunan yang lebih rumit daripada laki-laki. Setiap lekuk tubuh perempuan menawarkan sensualitas yang luar biasa. Memiliki nilai-nilai yang berbeda satu dengan yang lainnya.(TB: 42–43).

Bagi Kenten, tubuh perempuan adalah semesta yang sesungguhnya. Tanpa tubuh perempuan dalam kehidupan, bumi ini tidak memiliki roh. Alangkah dinginnya bumi kalau hanya berisi laki-laki. (TB: 30)

Pengarang melukiskan sosok Kenten seperti ini:

Semua orang di desa ini tahu, Luh Kenten perempuan keras kepala. Perempuan yang memiliki tenaga sepuluh laki-laki. Tubuhnya sangat kuat dan tegap. Dia memiliki kecantikan yang khas. Keakraban Kenten dengan Sekar mengundang isu-isu yang terus berkembang di luar rumah.Isu yang tidak baik itu tergambar dalam sebuah bisik-bisik di warung yang sempat didengar sendiri oleh Kenten. Mereka menjalin cinta. Mengerikan. Bagaimana mereka memenuhi kebutuhan mereka sebagai manusia? Apa mereka melakukan persentuhan itu seperti aku melakukamnya dengan laki-lakiku? Atas gunjingan tersebut,Luh Kenten hanya bisa menarik napas dan bertanya pada dirinya sendiri. Dosakah dia kalau hanya bisa mencintai dan hanya tersentuh bila memandang tubuh perempuan?. (TB: 37)

Apakah Kenten seorang lesbian? tidak sekalipun istilah itu disebut dalam novel ini. Namun, jika merujuk pada pengertian lesbianisme yang diberikan oleh kritikus sastra feminis-lesbian, Lillian Faderman, dapat disimpulkan bahwa Kenten memang perempuan lesbian. Menurut Lillian, seperti dikutip Djajanegara dalam buku Kritik Sastra FeminisSebuah Pengantar (2000: 34), kata lesbian menggambarkan suatu hubungan di mana perasaan paling mendalam serta kasih sayang terjalin di antara dua perempuan. Hubungan seksual sedikit atau banyak mungkin terjadi di antara mereka atau mungkin sama sekali tidak terjadi. Kedua perempuan itu lebih suka menjalani hidup bersama dan berbagi pengalaman yang sama.

Luh Dalem

Tokoh tambahan berikutnya bernama Luh Dalem. Dalem adalah ibunda dari Luh Sekar yang sudah terbiasa hidup berkesusahan, tetapi Dalem adalah perempuan tegar yang tidak pernah mengeluh sedikitpun terhadap ketidakadilan hidup yang telah digariskan untuknya.

”Perempuan Bali itu, Luh, perempuan yang tidak terbiasa mengeluarkan keluhan. Mereka lebih memilih berpeluh. …Mereka tidak hanya menyusui anak yang lahir dari tubuh mereka.

Mereka pun menyusui laki-laki. Menyusui hidup itu sendiri.” (TB: 25)

Dalem merupakan gambaran perempuan Bali yang tegar dan tegas dalam menjalani hidup. Hal ini terbukti dan tergambar pada peristiwa saat ia melepas anak kesayangannya Sekar. Karena Sekar telah dipersunting oleh laki-laki dari kalangan bangsawan, dengan tegas dan gamblang Dalem memerintah anaknya agar tidak menjadi perempuan lemah dalam menghadapi kenyataan hidup meskipun dalam hatinya Dalem merasakan teramat berat melepas anak yang paling ia sayangi semasa hidupnya.

Pergilah! Kau jangan menangis. Jadilah perempuan baru. Perempuan yang memiliki harga diri, kekuasaan dan impian besar. Jangan menangis! Aku tak pernah mendidikmu jadi perempuan cengeng!. “suara perempuan yang teramat dicintai sekar itu terdengar tegas. Sekar tau persis, tak ada seorangpun yang bisa membelokan pikiran dan perkataannya. (TB: 58)

Sosok Dalem digambarkan tidak pernah mengeluh, walaupun merasakan deraan hidup yang kian berat. Dia merupakan tokoh profeminis sejati dalam novel ini. Walaupun hidup yang dia jalani tanpa suami, ia menunjukan bahwa dirinya dapat hidup dan bertahan.

Seringkali hidup seperti mengejar meme dengan ganasnya. Hidup juga serig menjebak meme. Rasanya meme ingin main kucing-kucingan dengan hidup meme. Itu indahnya. Itu kesenian paling tinggi dalam peradaban manusia.

Kata-kata Luh Dalem adalah kata-kata seorang perempuan yang tidak pernah mengeluh pada hidup. Dia berusaha meyakinkan diri, bahwa dia bisa mengatasi semua persoalan yang ditawarkan hidup. Perempuan itu justru tersenyum kalau dilihatnya hidup menuntutnya terlalu banyak. Salah satunya adalah kelahiran kedua orang anak yang tidak pernah dia inginkan. (TB: 81)

Setiap pandangan hidup dan tingkah laku Dalem mewujudkan pemikiran feminisme Marxis yang menunjukan bahwa eksistensi sosial menentukan kesadaran diri perempuan tidak dapat membentuk dirinya sendiri bila secara sosial dan ekonomi ia masih bergantung pada laki-laki. Oleh karena pandangan itu, dapat disimpulkan pilihan Dalem sebagai perempuan mandiri tanpa suami yang ia jalani itu patut dibanggakan dan mendapat tempat sebagai profeminis Marxis dalam novel Tarian Bumi karya Oka Rusmini.

Luh Kambren

Tokoh tambahan  lain dalam Tarian Bumi yang terindentifikasi melakukan tindakan feminisme adalah Luh Kambren, seorang guru tari terbaik dan termahal di seluruh desa yang ditunjuk oleh ibunda telaga untuk melatih telaga menari. Kambren adalah seorang wanita mandiri yang hidup tanpa laki-laki dan berpenghasilan dengan menjadi pengajar tari serta menghabiskan hidupnya mengabdi untuk menari. Jiwa feminisme tercermin melalui percakapannya dengan Telaga mengenai perempuan Bali.

“ Tugeg, Tugeg harus catat kata-kata tiang ini. Bagi perempuan Bali bekerja adalah membuat sesaji, sembahyang, dan menari untuk upacara. Itu yang membuat kesenian ini tetap bertahan. Orang-orang dulu tidak membedakan mana aktivitasnya sebagai dirinya dan mana aktivitasnya dalam berkesenian. Mereka menari karena ada upacara-upacara di pura. Sekarang? Tidak lagi. Tiang dilahirkan untuk tetap menjaga taksu tari. Taksu yang mulai dirusak oleh orang-orang yang makan sekolahan terlalu kenyang. Mereka tidak tahu seperti apa inspirasi itu keluar dan mengganggu pikiran seorang pencipta tari. Mereka tinggal  menjualnya, mempertontonkan kita di hadapan orang-orang asing. Mereka tidak belajar dari orang-orang luar, bagaimana harus menyelamatkan  peninggalan peradaban yang sangat mahal ini. Peradaban yang tidak bisa dibeli dengan manusia sekalipun.” (TB: 92–93)

Kambren juga menggambarkan tindakan feminisme Marxsis lewat sikapnya yang secara terang-terangan menolak untuk dijadikan selir raja, hal itu dilakukan karena bertentangan dengan hatinya. Karena itulah, dia memilih untuk berbohong bahwa dia sebenarnya sudah tidur dengan banyak orang.

Orang-orang sering heran, alangkah beraninya perempuan itu menolak keinginan raja. Mereka juga heran Kambren menolak hidup mapan. Kenapa? Bukankah dengan menjadi seorang selir kehidupannya akan tejamin? Memiliki tanah berhektar-hektar, rumah besar, juga anak yg diakui kebangsawanannya oleh banyak orang. Bukankah itu sebuah prestasi untuk perempuan miskin seperti dirinya?

“Hidupku hanya untuk menari!” itulah kata-kata Kambren. Kata-kata yang selalu di ingat Telaga. (TB: 94)

Sikap feminisme lain Kambren yang tergambar dalam Tarian Bumi adalah ketika Dampar membela dan menjunjung tinggi martabat perempuan Bali dalam perbincangannya dengan wanita Belanda.

“Aku membenci mata laki-laki itu.kau lihat sendiri caranya menatap permpuan. Begitu tidak hormat. Katanya dia seorang seniman, pemuja keindahan. Keindahan seperti apa yang bisa dilahirkandari matanya?!”

“Kau belum mengenalnya.”

“Aku percaya dengan perasaanku. Dia bukan laki-laki yang baik!”

Luh jadi emosional.” Permpuan belanda itu menatap mata Luh Kambren. Bibirnya tersenyum.

“Bagi bangsamu mungkin bukan persoalan. Bagiku masih jadi masalah besar. Ini soal prinsip. Prinsip seorang permpuan!”

“Jangan tersinggung.”

“Aku tidak tersinggung. Aku bicara atas dasar pemikiranku sendiri. Aku seorang perempuan konvensional.” (TB: 98)

Luh Kambren juga merupakan sosok feminis yang berjiwa nasional. Dia juga bukan tipe orang yang naif . Dia adalah pelatih tari yang tersohor.

“Ini kenyataan. Tiang tidak pernah ingin jadi sejarah atau dicatat sebagai manusia yang kehidupannya yang mampu memberi sinar di tanah Bali ini. Tidak. Tiang tidak memerlukan itu”

“Lalu apa yang meme cari ?”

“Tiang ingin orang menghargai  apa yang telah tiang perbuat untuk tanah ini.” (TB: 106–107)

 Luh Gumbreg

Sikap feminisme terakhir yang teridentifikasi pada novel ini adalah sikap yang diurai oleh Luh Gumbreg. Tokoh tambahan yang tidak lain adalah ibu dari Wayan Sasmitha atau suami Telaga. Dia menunjukan sikap tidak senang dengan menantunya, yakni suami dari Sadri, anak kedua Gumbreg yang tidak mau berkerja apa-apa dan semuanya hanya mengandalkan Sadri, anaknya. Gumbreg menyayangkan sikap Putu Sarma yang hanya menjunjung tinggi harga diri.

“Sekarang meme harus memiliki menantu seperti Sarma. Laki-laki macam apa itu? Miskin tetapi tidak mau bekerja keras. Keras kepala, terlalu menjunjung tinggi harga diri, padahal tanggung jawabnya nol!”

“aku benci laki-laki yang hanya bisa menetek pada perempuan!”

“Dengar! Aku akan memberimu tanah 5 are kalau kau datang bersama laki-laki yang kau kawini itu. Jangan berharap aku akan memberi satu genggam tanahku untukmu kalau bukan laki-laki itu yang bicara padaku. Aku ingin lihat, laki-laki atau perempuankah dia! Tanah ini miliku, aku yang membuatnya ada. Di tanah ini seluruh keringat ini tertanam. Kau pulang sekarang. Aku capek!” Gumbreg menatap mata Sadri. (TB: 162–163)

Sikap acuh Gumbreg terhadap menantunya ini juga dengan jelas menggambarkan feminisme Marxis yang memandang sebelah mata terhadap ketergantungan terhadap lelaki. Ironisnya hal ini ia rasakan pada menantunya yang juga seorang laki-laki. Bukan main benci dan kecewanya Gumbreg terhadap menantunya itu.

Seluruh tindakan feminisme yang terdapat pada novel Tarian Bumi adalah gambaran masyarakat Bali, masyarakat eksotis yang banyak diperbincangkan di seluruh dunia yang terkenal akan keindahan alamnya yang begitu cantik. Pulau Bali dihuni oleh perempuan-perempuan tangguh dan luar biasa dalam mengambil keputusan walaupun banyak yang dipertaruhkan dalam tindakan itu.

PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DALAM TATA NASKAH DINAS

PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA
DALAM TATA NASKAH DINAS*

Arju Susanto, S.S; M.Pd.

Surat Dinas, Tata Naskah Dinas, dan Bahasa Indonesia (BI)
yang Baik dan Benar

Yang dimaksud dengan naskah dinas adalah semua informasi tertulis sebagai alat komunikasi kedinasan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang di lingkungan instansi pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan; tata naskah dinas adalah pengelolaan informasi tertulis (naskah) yang mencakupi pengaturan jenis, format, penyiapan, pengamanan, pengabsahan, distribusi dan penyimpanan, serta media yang digunakan dalam komunikasi kedinasan (Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor Kep/72/M.PAN/7/2003).

Dengan mengacu fungsi-fungsi BI sebagai bahasa negara di atas, bahasa yang
berfungsi dalam penulisan naskah dinas adalah BI yang baik dan benar. Pengertian BI yang baik dan benar tidak dapat dipisahkan; keduanya ibarat sisi mata uang; BI adalah ragam BI yang sesuai dengan tuntutan konteks dan situasi komunikasi (keperluan/ kepentingan komunikasi); BI yang benar adalah yang sesuai dengan sistem/kaidah bahasa yang baku. Dalam perwujudannya, pemakaian bahasa baku itu tampak pada aspek berikut:
(1) ketepatan gramatika (ketatabahasaan):
(a) ketepatan struktur kalimat;
(b) ketepatan pembentukan kata;
(2) kecermatan pilihan kata:
(a) penggunaan kata yang tepat;
(b) menghindarkan unsur yang mubazir;
(3) ketepatan makna;
(4) ketepatan penulisan (pemakaian/penerapan kaidah EYD).

Keadaan Kebahasaan di Indonesia dan Kendalanya

Dengan kedudukan bahasa Indonesia yang istimewa, yaitu sebagai bahasa
nasional dan bahasa negara, warga masyarakat Indonesia, baik secara perseorangan (individual) maupun secara kemasyarakatan (sosietal), merupakan warga masyarakat yang bilingual/multilingual. Selain itu, jika dipandang dari pembedaan fungsi-fungsi bahasa tertentu dalam masyarakat, masyarakat Indonesia juga tergolong ke dalam yang disebut masyarakat diglosik dengan bahasa Indonesia sebagai “variasi tinggi” dan bahasa daerah sebagai “variasi rendah” karena secara resmi dan umum, BI dipakai dalam situasi formal dan umum oleh penutur antarbahasa daerah, dan bahasa daerah dipakai dalam situasi interaksi penutur dalam suatu bahasa daerah.
Berbahasa di dalam masyarakat bilingual/multilingual menyangkut pemakaian dua atau lebih bahasa atau variasi bahasa secara bergantian oleh penutur yang sama; penutur ini disebut bilingual/multilingual. Kesanggupan atau kemampuan seseorang berdwibahasa/menggunakan dua bahasa atau lebih disebut bilingualitas. Kontak yang intensif antara dua bahasa atau lebih di dalam situasi yang bilingual/multilingual seperti dalam masyarakat Indonesia cenderung mengakibatkan timbulnya gejala alih kode (code-switching), campur kode (code-mixing), dan interferensi (interference). Dengan kata lain, ketiga gejala tersebut merupakan gejala yang lazim terjadi sebagai produk bilingualisme/multilingualisme, termasuk di Indonesia..
Alih kode adalah penggunaan dua bahasa atau variasi bahasa secara berganti-ganti di dalam wacana yang sama. Ini berarti bahwa si pembicara/bilingual itu beralih dari perangkat sistem bahasa yang satu ke perangkat sistem bahasa yang lain, seperti dari BI ke BD atau ke BA; dapat juga dari ragam formal ke ragam santai atau dari satu dialek ke dialek lainnya. Dengan kata lain, penutur yang menggunakan alih kode itu merupakan seorang bilingual tinggi (imbang). Alih kode terjadi karena dorongan psikologis serta faktor sosial dan situasional, seperti tuntutan suasana tutur, misalnya emosional, ingin berpamer/prestise, atau karena identitas dan hubungan interlokutor, misalnya sama etniknya, atau karena seting/domain peristiwa tutur dan topik pembicaraan dari yang resmi ke takresmi; dari topik kedinasan ke topik umum, atau sebaliknya. Bentuk linguistiknya bisa terjadi dalam tataran intra- dan antarkalimat; dalam intrakalimat alih kode itu berupa frasa atau klausa; dalam antarkalimat berupa kalimat.
Campur kode berbeda dari alih kode; campur kode adalah pengambilan elemen secara tetap dari bahasa lain ke dalam bahasa yang sedang dipakai karena tidak ada elemen yang tepat dalam bahasa yang dipakainya itu. Dengan kata lain, elemen yang diambil itu milik sistem yang berbeda. Motivasinya adalah motivasi linguistik dan hasrat untuk menjelaskan/interpretasi semata; tidak didorong/tidak dipengaruhi oleh faktor situasional. Bentuk linguistik campur kode yang paling tinggi, khususnya di Indonesia, berupa leksikalisasi/terminologi. Di India terdapat campur/pembauran kode antara bilingual Hindu dan Inggris yang disebut Hinglish; di Filipina pembauran antara bahasa Tagalog dan bahasa Inggris yang disebut Taglish atau hula-hula atau mix-mix; di Hongkong pembauran antara bahasa Cina dan Inggris yang disebut Cinglish; di Malaysia pembauran kode antara bahasa Melayu dan Inggris yang disebut campur bahasa/language mixture. Di Indonesia campur kode BI, BD, atau BA disebut bahasa gado-gado atau Indoglish.
Interferensi (pengacauan) terjadi sebagai akibat dari adanya kontak yang intensif antara dua bahasa atau lebih di dalam situasi yang bilingual/ multilingual, yaitu perubahan bentuk bahasa sebagai akibat dari penerapan dua buah sistem bahasa yang berbeda secara serempak pada seorang bilingual/multilingual. Inteferensi terjadi pada semua tingkat unsur bahasa: pada tata ucap, tata bentuk kata, tata kalimat, atau tata arti kata. Timbulnya ragam bahasa takresmi dapat dikatakan sebagai akibat interferensi ini. Gejala ini tidak menguntungkan bagi perkembangan BI karena mengacaukan norma BI.
Setakat ini amat terasa bahwa keadaan kebahasaan di negara kita yang bilingual/multilingual dan diglosik ini cenderung takstabil. Kenyataan menunjukkan bahwa fungsi bahasa-bahasa yang ada di Indonesia ini sudah saling berebut ranah penggunaan. Keadaan ini disebut sebagai kebocoran atau ketirisan diglosia. Sebenarnya, adanya dua bahasa atau lebih di dalam masyarakat tidak harus menimbulkan persaingan atau tidak perlu dipersaingkan oleh penutur, baik untuk dipakai maupun untuk dipelajari. Akan tetapi, kenyataan memperlihatkan bahwa bahasa Melayu, khususnya Melayu Betawi/dialek Jakarta dan BI takresmi/ragam atau bahasa gaul, yang tergolong ke dalam ragam rendah itu, kini cenderung mengambil alih ranah-ranah pemakaian bahasa Indonesia ragam tinggi, seperti di ranah pekerjaan, sekolah/kampus, radio, televisi, atau media yang lain. Dengan kata lain, bilingualisame/multilingualisme itu sendiri sudah menjadi permasalahan utama dalam penggunaan bahasa.
Sebagaimana diketahui, berkomunikasi dengan bahasa dalam masyarakat yang amat heterogen (multietnik, multikultur, multibahasa/bilingual/multilingual, dsb.) seperti Indonesia ini, sekurang-kurangnya, menuntut hadirnya unsur-unsur komunikasi yang lain, seperti partisipannya (komunikan/komunikatornya): siapa berbicara, kepada siapa/lawan bicara (dengan identitasnya yang jelas, seperti status dan peran, lapisan sosial, usia, pendidikan, pangkat/jabatan, gender, etnisitas), tentang apa (topik pembicaraan: derajat keresmiannya), di mana, dan dengan bahasa yang mana (BI resmi/takresmi, bahasa asing/BA, ataukah bahasa daerah/BD).
Kenyataan juga menunjukkan bahwa unsur-unsur komunikasi dikemukakan di atas menjadi kendala yang menentukan penggunaan/pemilihan bahasa dalam naskah dinas, khususnya surat dinas. Contoh yang paling sederhana (yang ternyata tidak sederhana) adalah penggunaan kata penyapa yang tidak mustahil menuntut kernyitan dahi konseptor karena terpikir akan tepat atau tidaknya, santun atau tidaknya atas pilihannya. Tidak jarang (karena tidak mau pusing) konseptor memborong semua kata penyapa yang lazim digunakan, seperti Bpk/Ibu/Sdr./-i, dan dengan tanpa beban, surat itu ditandatangani oleh si pengirimnya; ia pun tidak peduli siapa yang dikirimi surat itu sekalipun pokok suratnya menyatakan permintaan bantuan. Padahal, menurut tata bahasa baku, BI tidak membedakan gender/jenis kelamin melalui perubahan -a menjadi –i , seperti Saudara dan Saudari, analog dari kata dewa-dewi (dari bahasa Sanskerta). Dengan kata lain, kita tidak mengembangkan sistem pemarkah gender melalui perubahan huruf –a menjadi –i.
Contoh lainnya adalah bahwa berkomunikasi dengan BI. dalam aneka jenis naskah dinas ternyata menuntut unsur kebahasaan yang tidak sama benar: struktur kalimat pada alinea pembuka, alinea isi, atau alinea penutup surat untuk jenis naskah dinas korespondensi, seperti surat permohonan/permintaan, surat pemberitahuan, dan surat pernyataan atau surat penjelasan tidak sama benar. Demikian pula tuntutan kebahasaan untuk komunikasi dengan jenis naskah dinas arahan, seperti surat pengaturan, penetapan, atau penugasan; unsur-unsur ketatabahasaan, khususnya variasi kalimatnya serta pemilihan kata/diksinya, tidak sama benar.
Telitian tentang kondisi kebahasaan dalam surat dinas, khususnya jika dipandang dari derajat kebakuannya, juga memperlihatkan bahwa kualitas BI, khususnya ketatabahasaan serta penulisannya, belum memenuhi kaidah yang baik dan benar. Permasalahannya, seperti telah dikemukakan, antara lain, berkaitan dengan masalah bilingualisme; kadar bilingualitas para pengonsep surat dinas belum imbang; penguasaan terhadap sistem bahasa ibu/BD (seperti bahasa Jawa, bahasa Sunda, atau bahasa Melayu) dan BA (seperti bahasa Inggris) lebih baik daripada penguasaan atas sistem BI resmi/baku. Ini dapat ditandai dari kasus tingginya ikatan emosi kultur bahasa ibu konseptor terhadap ragam BI dan pengaruh BA terhadap struktur kalimat dan kosakata/istilah bahasa surat dinas. (Lihat contoh kasus.)
Selain hal-hal dikemukakan di atas, permasalahan sikap penutur terhadap BI, khususnya pengonsep surat dinas serta figur yang menandatangani surat tersebut, juga menambah kenyataan terhadap sulitnya mencapai kualitas laras bahasa surat dinas. Telitian menunjukkan bahwa sikap pengonsep surat yang belum pernah mengikuti penataran kebahasaan, khususnya bahasa surat dinas, cenderung keadaan kebahasaan masyarakat kita yang bilingualisme dan diglosia tersebut. Bahkan, medium lisan dan tulis cenderung dianggap sama. Padahal, keduanya tidak sama benar: bahasa Indonesia lisan berurusan dengan unsur lafal, sedangkan bahasa Indonesia tulis dengan ejaan. Unsur lainnya, yakni ketatabahasaan (kosakata, bentuk kata, struktur kalimat, dan paragraf/alinea) tampil secara eksplisit manakala ditautkan dengan tuntutan konteks dan situasi pemakaian bahasa yang resmi. Dengan kata lain, konteks dan situasi pemakaian bahasa resmi menuntut pemilihan ragam bahasa Indonesia lisan atau tulis yang resmi pula.
Variasi kalimat rancu juga amat tinggi pemakaiannya, di samping yang berstruktur kalimat bahasa asing. Demikian pula, kesatuan dan kepautan paragraf yang membangun wacana surat dinas cenderung kurang terjaga; pemilihan konjungtornya cenderung luncas. Lain halnya pula halnya dengan pengonsep surat dinas yang pernah mengikuti penataran atau penyegaran tentang kebahasaan. Pada umumnya, mereka merasa prihatin dan merasa kurang kuat relevansinya mengikuti penyegaran atau penataran sejenis itu karena setelah mereka balik ke institusinya masing-masing, atasan-atasan mereka cenderung tidak suka membaca konsep surat atau menandatangani surat yang telah ditingkatkan mutu bahasanya sebagai produk penataran; katannya, “Pake saja yang umum,” atau “Ini gaya bahasa saya.” Dengan kata lain, model juga amat langka, baik model yang memperlihatkan kemampuan maupun model yang menunjukkan kemauan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Di samping permasalahan bahasa di atas, bentuk dan tipografi surat dinas juga menuntut perhatian. Setakat ini para konseptor kurang memberdayakan acuan terbitan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 72/Kep/M.PAN/07/ 2003 (revisian terbitan tahun 1976), atau, sekurang-kurangnya, acuan terbitan departemennya masing-masing yang merupakan jabaran/implementasi dari pedoman produk Menpan tersebut.

Penggunaan dan Pengguna Bahasa (Register) serta Ciri-Cirinya
Istilah penggunaan/pemakaian bahasa mengacu ke satu dimensi yang dipakai untuk membedakan ragam-ragam bahasa. Bahasa dibedakan menurut (1) penggunaan dan (2) penggunanya, yaitu siapa yang menggunakan bahasa itu. Sehubungan dengan penggunaannya, ragam bahasa dibedakan atas tiga subdimensi:
(1) bidang/field, tentang apa bahasa itu digunakan;
(2) cara/mode, yakni medium apa yang digunakan: lisan ataukah tulis;
(3) tenor, yang mengacu ke hubungan peran antarpartisipan yang terlibat.
Karena hubungan peran menentukan derajat keresmian bahasa yang dipakai oleh partisipan-partisipan itu, tenor dapat dipandang sebagai penentu tingkat keresmian situasi dan karena itu, tenor mengacu ke derajat keresmian bahasa yang dipakai di dalam situasi yang ada. Dalam hal ini tenor dilihat sebagai yang mengacu ke ragam-ragam bahasa menurut derajat keresmiannya. Di dalam bahasa Inggris, misalnya, dikenal lima ragam gaya keresmian berbahasa, yaitu ragam beku /frozen; ragam resmi/formal; ragam konsultatif/ consultative, ragam santai/casual, dan ragam akrab/intimate.
Perpaduan atau sinergi dari ketiga dimensi tersebut (bidang, cara, dan tenor) membentuk apa yang disebut laras bahasa (register), yaitu ragam bahasa atau variasi bahasa yang dibeda-bedakan menurut
(1) bidang wacananya (menurut pokok pembicaraan);
(2) mediumnya (tulis atau lisan);
(3) tenornya (ragam gaya resmi ataukah santai, dsb.)’
Pembeda antara laras bahasa yang satu dan laras bahasa yang lain ditandai oleh (1) penggunaan kosa kata dan peristilahan, (2) struktur kalimat, dan pelafalan–kalau mediumnya lisan.
Dengan mengacu konsep dikemukakan di atas, bahasa di bidang kelilmuan, misalnya, tergolong ke dalam laras bahasa/register keilmuan; demikian pula halnya dengan bidang jurnalistik, di bidang administrasi perkantoran, di bidang hukum, dan politik. Akan tetapi, secara umum, pengguna bahasa itu adalah anggota masyarakat bahasa itu. Karena mereka itu terdiri dari kelompok-kelompok sosial, pengguna bahasa pada dasarnya adalah anggota setiap kelompok masyarakat yang ada. Dengan bergantung kepada dimensinya, pengguna bahasa dapat berupa anggota
(1) kaum lelaki/kaum perempuan,
(2) kelompok pendidikan tertentu,
(3) kelas sosial yang ada,
(4) profesi tertentu (seperti guru, jurnalis, polititisi, atau akademisi),
(5) daerah geografis tertentu,
(6) kelompok umur tertentu,
(7) (keanggotaan) mereka pada kasta tertentu,
(8) etnik tertentu,
(9) domisili pengguna bahasa (di pedesaan ataukah di kota), dan sebagainya karena
pengertian penggunaan bahasa memang luas sekali. Sesuai dengan tujuan pertemuan ini, penggunaan bahasa dalam naskah dinas adalah salah satu contoh laras bahasa/register.

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan et al. 1993. Tata Bahasa Baku BI
——–.1993. Kamus BesarBahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa. .
Keraf, Gorijs. 1993. Diksi dan Makna Ende: PT Nusa Indah.
Lumintaintang, Yayah B. 1992. “Petunjuk Praktis Penysusunan Surat-Menyurat
bagi Konseptor Pemda DKI Jakarta”. Jakarta: Pusat Bahasa.
———-.2003.”Mekanisme dan Aplikasi Penggunaan BI yang Baik dan Benar
dalam Penyusunan Tata Naskah Dinas”. Jakarta: Pusat Bahasa .
———–. 2003. “Pemakaian Bahasa dalam Administrasi Perkantoran”. Jakarta:
Pusat Bahasa.
———-.2005. “Kebijakan Bahasa”. Jakarta: Pusat Bahasa.
Pusat Bahasa. 1990. Pedoman Umum EYD. Jakarta: Pusat Bahasa.
————. 1990. Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Jakarta: Pusat Bahasa.

PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR DALAM WACANA NASKAH

Penggunaan BI yang Baik dan Benar dalam Wacana Naskah Dinas
Arju Susanto,S.S; M.Pd.
Untuk melihat sejauh mana penggunaan bahasa Indonesia dalam naskah
dinas itu memberlakukan konsep yang baik dan benar, dapat dikaji melalui satuan unsur terkecil wacana, yaitu kalimat. Sebagaimana diketahui, terdapat sekurang-kurang, tujuh kriteria kalimat yang efektif; kalimat yang efektif adalah kalimat yang secara tepat dapat mewakili gagasan/pikiran atau perasaan penulisnya dan sanggup menimbulkan gagasan/pikiran yang sama tepatnya dalam pikiran pembacanya. Dengan kata lain, sebuah wacana, termasuk wacana surat dinas, akan efektif jika unsur-unsur terkecil yang membangunnya terdiri dari unsur-unsur yang efektif pula.
Sebuah wacana yang efektif (termasuk wacana naskah dinas) memperlihatkan (1) kebulatan isi, (2) perpautan dan koherensi, (3) gaya yang efektif, dan (4) ejaan yang dibakukan.

a. Kebulatan Isi
Kebulatan isi berkenaan dengan kesesuaian antara judul (yang dalam hal ini pokok surat) dan isi tulisan (tubuh surat) serta kesatuan bangun kalimat dengan kesatuan logika yang saling menjalin. Jika salah satu tidak ada, kita akan berhadapan dengan penggalan yang bukan mencerminkan kalimat. Kesatuan logika akan nyata jika unsur-unsur kalimatnya bertalian dengan jelas. Wacana disajikan dengan logis dan bersistem: hubungan antarbagian kalimat dalam alinea, antaralinea dalam wacana menunjukkan hubungan yang masuk akal, seperti
1) hubungan sebab-akibat (dengan konjungtor sebab, karena, sehingga);
2) hubungan waktu (dengan konjungtor setelah, sewaktu, sejak, sesudah, sebelum,
manakala, ketika, tatkala, dsb.);
3) hubungan tujuan (dengan konjungtor untuk, bagi, demi);
4) hubungan syarat/kondisional (dengan konjungtor jika, jikalau, kalau/kalaupun,
bila/apabila;
5) hubungan perbandingan (dengan konjungtor seperti, sebagaimana, ibarat);
6) hubungan penambahan (dengan konjungtor dan, serta, bahkan, malahan, lalu,
kemudian, selanjutnya), pertentangan (dengan konjungtor sedangkan, tetapi,
melainkan, namun, padahal, sebaliknya, dsb.), atau pemilihan (dengan
konjungtor atau).
Kejelasan berkaitan dengan unsur kebahasaan, tepatnya persyaratan
ketatabahasaan harus terpenuhi: unsur yang berfungsi sebagai subjek dan predikat kalimat (sekurang-kurangnya) harus eksplisit, di samping tuntutan hadir atau tidaknya objek dan keterangan kalimat dalam konstruksi. Ekonomi bahasa tercermin melalui makna tulisan yang terhindar dari tafsiran ganda: tidak diulang-ulang, terhindar dari penggunaan majas (makna konotatif). Tafsiran pembaca sama dengan tafsiran penulis.
Untuk mewujudkan kedua hal di atas, kalimat efektif hendaknya memenuhi, antara lain, persyaratan berikut:
1) mengandung kesatuan gagasan;
2) memiliki koherensi yang baik;
3) menunjukkan paralelisme/kesejajaran/keselarian);
4) mencerminkan kehematan;
5) menghindarkan kerancuan;
6) memperlihatkan variasi;
7) memperhatikan pola urutan.

a) Kesatuan Gagasan
Untuk menjaga kesatuan gagasan, hendaknya dicamkan asas bahwa
setiap kalimat harus mengandung satu ide pokok. Untuk itu, penulis hendaknya memperhatikan hal berikut.

1) Mengeksplisitkan Subjek dan Predikat dan
Menghindarkan Penggalan Kalimat
Contoh

(1) Mengingat banyaknya hubungan TU Departemen dengan instansi
tersebut di atas, dan adanya Rapat Menteri yang sifatnya dadakan
sehingga sering harus berhubungan dengan petugas Setneg maupun
petugas instansi terkait. Dengan alasan tersebut di atas, kami mohon
kiranya telepon yang ada di Tata Usaha Departemen dapat
dipertimbangkan kembali keberadadaanya. (Takbaku, mengandung
penggalan kalimat)

(1a) Dengan mengingat banyaknya hubungan TU Departemen dengan instansi
tersebut di atas, dan adanya Rapat Menteri yang bersifat mendadak
sehingga kami sering harus berhubungan dengan petugas Setneg dan
petugas instansi terkait, kami mohon agar keberadaan telepon di Tata
Usaha Departemen dapat dipertimbangkan kembali. (Baku)

(2) Adapun pokok-pokok materi yang akan diatur dalam RPP tersebut
sebagai berikut. (takbaku/tanpredikat/adapunmubazir)
(2a) Pokok-pokok materi yang akan diatur dalam RPP tersebut adalah
sebagai berikut. (Baku)
(3) Menurut rencana, dalam pertemuan itu akan dihadiri Menpora.
(Takbaku/Tansubjek)
(3a) Menurut rencana, pertemuan itu akan dihadiri oleh Menpora. (Baku)

2) Menghindari Penambahan Kata yang Tak Diperlukan

(4) Berdasarkan kepada informasi tersebut menyatakan
bahwa Perjanjian ekstradisi dan pertahanan itu sudah lama
dirintis. (Takbaku/konjungtor yang mubazir)

(4a) Berdasarkan informasi surat tersebut, perjanjian ekstradisi dan
pertahanan itu sudah lama dirintis. (Baku)

(4b) Informasi tersebut menyatakan bahwa perjanjian ekstradisi dan
pertahanan itu sudah lama dirintis.

b. Koherensi yang Baik
Koherensi adalah pertautan antara unsur-unsur yang membangun
kalimat dan alinea. Setiap kata atau frasa harus berjalin, baik ke dalam maupun ke luar.Untuk menjaga koherensi, penulis hendaknya memperhatikan ha-hal berikut.
1) Mewaspadai Pemakaian Kata Ganti dalam Kalimat
Contoh
(5) Atas kehadirannya Bapak /Ibu/Saudara dapat
memenuhi undangan ini, kami ucapkan terima kasih.
(Takbaku/Persona III)

(5a) Atas kehadiran Bapak (Ibu) (Saudara) memenuhi
undangan ini, kami ucapkan terima kasih. (Baku)

2) Mewaspadai Pelesapan, Penambahan, dan Ketidaktepatan Penggunaan
Kata Tugas (Konjungtor dan Kata Depan)

Contoh
(6) … sesuai arahan/sesuai menurut arahan (Takbaku)
… sesuai dengan arahan (Baku)

(7) sehubungan akan diselenggarakannya (Takbaku)
sehubungan dengan akan diselenggarakannya (Baku)

(8) berdasarkan kepada kesepakatan (Takbaku)
berdasarkan kesepakatan (Baku)

(9) … memberitahukan tentang/mengenai adanya …. (Takbaku/verba
transitif aktif tidak boleh diikuti kata tugas)
… memberitahukan adanya …. (Baku)

10) Diharapkan Saudara melaporkan tentang masalah tersebut.
(Takbaku/tidak menggunakan konjungtor subjek yang berupa anak
Kalimat; juga verba transitif aktif yang diikuti kata tugas/konjungtor )
Kami mengharapkan agar Saudara melaporkan masalah tersebut.
(Baku)

c. Paralelisme yang Terjaga
(Kesejajaran/Keserasian/Keselarian)
Paralelisme ialah penggunaan bentuk tata bahasa yang sama untuk unsur
unsur kalimat yang sama fungsinya. Jika satu gagasan dinyatakan dengan kata benda, gagasan yang lain yang sejajar harus dinyatakan pula dengan kata benda. Jika satu gagasan dinyatakan dengan kata kerja, gagasan yang lain yang sejajar harus dinyatakan dengan kata kerja pula; dst. Wacana surat berikut tidak memperlihatkan kesejajaran bentuk tata bahasanya; ada yang dinyatakan dengan verba aktif transitif; ada pula yang disajikan dengan verba pasif. Selain itu, pengalineaannya belum mengikuti ketentuan Menpan, yaitu harus dengan
pemberian takuk, bukan dengan sistem blok.

Yang Tidak Sejajar
(11) Kami mengundang Bapak, Ibu, Saudara untuk menghadiri Konvensi Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (RSKKN) Komunikasi Berbahasa Indonesia yang akan diselenggarakan pada :

Hari/Tgl. : Jum’at , 24 Nopember 2006
Waktu : jam 08.00 – selesai
Tempat : Gedung Samudra Depdiknas, Jl . Daksinapati
Barat IV, Rawamangun Jakarta Timur

Bersama dengan surat ini, kami lampirkan dokumen RSKKNI-KBI.
Kami mengharapkan dokumen tersebut dipelajari dan dipahami
sebelum mengikuti konvensi. Masukan dan koreksi diharapkan telah
dicatat dalam lembar terlampir.

Kami mengharapkan lembar dokumen tersebut dapat disampaikan
kepada kami paling lambat 5 (lima ) hari sebelum pelaksananan
konvensi.

Besar harapan kami Bapak/Ibu/Saudara dapat memenuhi undangan
ini, atas kehadirannya kami ucapkan terima kasih.

Yang Sejajar
(11a) Kami undang Bapak (Ibu) ( Saudara) untuk hadir dalam
Konvensi Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia
(RSKKN) Komunikasi Berbahasa Indonesia yang akan kami
selenggarakan
pada hari, tanggal: Jumat, 24 November 2006
waktu : pukul 08.00–selesai
tempat : Gedung Samudra Depdiknas
Jalan Daksinapati Barat IV, Rawamangun
Jakarta 13220.
Bersama surat ini, kami lampirkan dokumen RSKKNI-KBI.
Kami harap dokumen tersebut dipelajari dan dipahami sebelum ikut
konvensi. Masukan dan koreksi diharapkan telah dicatat dalam
lembar terlampir. Selain itu, kami harap lembar dokumen tersebut
dapat disampaikan kepada kami paling lambat lima hari sebelum
pelaksananan konvensi. Kami harap agar Bapak (Ibu) (Saudara)
juga dapat hadir dalam konvensi tersebut.
Atas perhatian serta kehadiran Bapak (Ibu) (Saudara), kami
ucapkan terima kasih.
Yang Sejajar
(11b) Kami akan menyelenggarakan Konvensi Rancangan Standar
Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (RSKKN) Komunikasi
Berbahasa Indonesia. Untuk itu, kami mengundang Bapak (Ibu)
(Saudara)
pada hari, tanggal: Jumat, 24 November 2006
waktu : 08.00–17.00
tempat : Gedung Samudra Depdiknas
Jalan Daksinapati Barat IV
Rawamangun, Jakarta 13220.
Bersama surat ini, kami melampirkan dokumen RSKKNI
KBI dan lembar catatan dengan harapan Bapak (Ibu) (Saudara)
mempelajari dan memahaminya sebelum mengikuti konvensi
serta memberikan masukan dan koreksinya dalam lembar
tersebut. Kami juga mengharapkan agar Bapak (Ibu)
(Saudara) mengembalikan lembar catatan itu paling lambat lima
hari sebelum pelaksananan konvensi, di samping kehadiran
Bapak (Ibu) (Saudara) dalam konvensi..
Atas perhatian serta kehadiran Bapak (Ibu) (Saudara), kami
mengucapkan terima kasih.

d. Kehematan/Tidak Mubazir
Tulisan yang ringkas pada umumnya kuat dan tegas. Tulisan yang luas
biasanya lemah dan kabur karena banyak kata-kata yang dipakai mubazir. Gagasan yang cukup disampaikan dengan satu kalimat hendaknya tidak disampaikan dengan dua, tiga, atau empat kalimat. Yang dipantangkan dalam menyusun kalimat efektif
ialah pemborosan kata; upaya dapat dilakukan dengan
1) menghilangkan subjek yang tidak diperlukan; misalnya,
(12) Kami ingin memberitahukan bahwa LHA adalah merupakan
gambaran hasil evaluasi. (Takbaku/ Dua Predikat)

(12a) Kami ingin memberitahukan bahwa LHA adalah/merupakan
gambaran hasil evaluasi. (Baku/Pilih Salah Satu Predikat)

2) menghindari pemakaian kata yang tidak diperlukan, yang dapat mengurangi
kadar keresmian dan derajat kebakuan naskah dinas; seperti penggunaan kata
adapun, maka, oleh (karena), demikian untuk menjadi maklum (pada alinea
penutup surat); sebelum dan sesudahnya dihaturkan terimakasih;
Demikian mohon menjadi periksa.

e. Variasi Kalimat
Yang dimaksud dengan variasi kalimat dalam hal ini adalah variasi kalimat
yang membangun alinea. Sebuah alinea terasa hidup dan menarik jika kalimat-kalimatnya bervariasi, baik panjang pendeknya, polanya, atau gayanya. Dalam kaitan dengan pola, BI baku memiliki enam pola kalimat tunggal: S (subjek) P (predikat); SPPel. (pelengkap); SPK (keterangan); SPO (objek); SPOK; SPOPel. Dalam hal gaya, BI memiliki gaya kompleks (yang tampil melalui pola kalimat majemuk subordinatif/bertingkat) dan gaya berimbang (yang tampil melalui pola kalimat koordinatif/setara).
Gaya bahasa merupakan hak asasi seseorang (penutur bahasa). Oleh karena itu, konseptor seyogianya mengetahui dengan baik gaya bahasa penanda tangan surat dinas. Dengan saling memperhatikan hal tersebut, baik konseptor maupun penanda tangan, dapat diduga komunikasi yang terjalin melalui tulisan itu akan berjalan dengan baik dan lancar, di samping tercerminnya citraan birokrasi yang apik (good governance).

f. Kerancuan
Kerancuan kalimat ditandai oleh proses atau hasil pengacauan atau
penggabungan bentuk yang secara tidak sengaja atau lazim dihubung-hubungkan;
Lazimnya, kerancuan itu terjadi karena penggunaan kombinasi konjungtor kalimat majemuk bertingkat dengan konjungtor kalimat majemuk setara. Pasangan yang dirancukan itu adalah berikut:
Meskipun …, namun/tapi/tetapi/akan tetapi/ namun demikian ….
Biarpun …., namun/tapi/tetapi/akan tetapi/ namun demikian ….
Walaupun …, namun/tapi/tetapi/akan tetapi/ namun demikian ….
Kendatipun …, namun/tapi/tetapi/akan tetapi/ namun demikian ….
Sekalipun…, namun/tapi/tetapi/akan tetapi/ namun demikian ….

Contohnya;

(13) Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa peningkatan kemampuan
manajerial bagi pejabat Badan Adnibistrasi Negara merupakan salah satu
upaya yang tidak boleh ditunda-tunda. (Takbaku)

(13a) Sebagaimana kita ketahui, peningkatan kemampuan manajerial bagi
pejabat Badan Adnibistrasi Negara merupakan salah satu upaya yang tidak
boleh ditunda-tunda. (Baku)

(13b) Kita ketahui bahwa peningkatan kemampuan manajerial bagi pejabat Badan
Adnibistrasi Negara merupakan salah satu upaya yang tidak boleh ditunda-
tunda. (Baku)

(14) Setelah diteliti dan dibaca berulang kali, Presiden membubuhkan tanda
tangannya. (Takbaku)

(14a) Setelah meneliti dan membaca surat perintah itu berulang-ulang,
Presiden membubuhkan tanda tangannya. (Baku)

(14b) Setelah diteliti dan dibaca berkali-kali, surat perintah itu
ditandatangani (oleh) Presiden. (Baku)

(15) Walaupun rencana itu pada awalnya sebagai suatu rencana jangka
panjang, akan tetapi kemudian berubah menjadi suatu perpacuan melawan
waktu. (Takbaku)

(15a) Walaupun pada awalnya merupakan suatu rencana jangka panjang, rencana
itu berubah menjadi suatu perpacuan melawan waktu. (Baku)

(15b) Pada awalnya rencana itu merupakan suatu rencana jangka panjang. Akan
tetapi, rencana itu berubah menjadi suatu perpacuan melawan waktu.
(Baku)

(16) Sekalipun perkebunan merupakan sub sektor pertanian yang memegang
peranan cukup penting bagi pemasukan devisa negara, namun hingga
sekarang belum digarap secara maksimal oleh para pengusaha. (Takbaku)

(16a) Sekalipun perkebunan merupakan subsektor pertanian yang berperan
penting bagi pemasukan devisa negara, hingga sekarang para pengusaha
belum menggarapnya secara maksimal. (Baku)

(16b) Perkebunan merupakan subsektor pertanian yang berperan penting bagi
pemasukan devisa negara. Namun, hingga kini para pengusaha belum
menggarap hal itu (perkebunan itu) secara maksimal. (Baku)

(17) Berdasarkan kepada informasi surat Saudara menyatakan bahwa
Perjanjian ekstradisi dan pertahanan itu sudah lama dirintis. (Takbaku)

(17a) Informasi yang tertera dalam surat Saudara No. … tentang … menyatakan
bahwa Perjanjian ekstradisi dan pertahanan itu sudah lama dirintis. (Baku)

(17b) Berdasarkan informasi yang tertera dalam surat Saudara No. … tentang …,
Perjanjian ekstradisi dan pertahanan itu sudah lama dirintis.(Baku)

(18) Sebagaimana telah kami beritahukan kepada Bapak, bahwa kami membina
Perguruan Tinggi Diploma Tiga bernama YYZ. (Takbaku)

(18a) Sebagaimana telah kami beri tahukan kepada Bapak, kami membina
Perguruan Tinggi Diploma Tiga bernama YYZ. (Baku)

(18b) Telah kami beri tahukan kepada Bapak bahwa kami membina Perguruan
Tinggi Diploma Tiga bernama YYZ. (Baku)

(19) Seperti kita ketahui bersama, bahwa pada setiap pembahasan tentang
RUU membutuhkan tenaga Ahli Bahasa. (Takbaku)

(19a) Seperti kita ketahui, pada setiap pembahasan tentang RUU diperlukan
tenaga ahli bahasa. (Baku)

(19b) Kita ketahui bahwa pada setiap pembahasan tentang RUU diperlukan
tenaga ahli bahasa.(Baku)

(20) Kasus pemakaian konjungtor maka, adapun, dan demikian yang mubazir/berlebih tampak dalam wacana surat berikut.

Sehubugan terbitnya Surat Keputusan Rektor tentang pengangkatan penjabat struktural pada Universitas BB, maka diharap kehadiran Bapak/Ibu/Sdr/-i pada

Hari, Tanggal : Senin., 10 Juli 2006
Jam : 09.00 WIB s/d selesai
Tempat : Auditorium Universitas BB d/a
Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial
Acara : Pelantikan Penjabat Struktural
Universitas BB
Pakaian : – Laki-laki : Jas Lengkap
– Perempuan: Bebas Rapi

Demikian, atas perhatian kami ucapkan terima kasih. (Takbaku)

Baku
(20a) Sehubugan dengan terbitnya Surat Keputusan Rektor No. … tentang
Pengangkatan Pejabat Struktural pada Universitas BB, kami mohon
kehadiran Bapak (Ibu) (Saudara)
pada hari, tanggal: Senin., 10 Juli 2006
pukul : 09.00 s.d. 13.00
tempat : Auditorium Universitas BB d.a.
Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial
acara : Pelantikan Pejabat Struktural
Universitas BB
pakaian : jas lengkap (laki-laki)
bebas rapi (perempuan)
Atas perhatian Bapak (Ibu) (Saudara), kami ucapkan terima kasih.

Berikut masih tentang pemakaian konjungtor yang tidak diperlukan dalam konstruksi kalimat, malahan menurunkan kadar kebakuannya. Oleh karena itu,
konjungtor itu harus disunting, dibuang.
(21) Setelah melalui berbagai persiapan, maka …
Untuk mendapatkan data tersebut, maka ….
Bila Saudara berhalangan hadir, maka ….
Berdasarkan penjelasan itu, maka ….
Kini, oleh karena gedung tersebut tak berfungsi lagi, maka ….
Oleh karena itu, maka ….
Dengan demikian, maka …. dsb. (Hipermaka)

(22) Adapun acara tersebut akan dilaksanakan pada …..
Adapun endoderm disusun oleh ….
Adapun penderita dapat diberi obat ….
Adapun pada saluran air tipe rhagon, ….
Adapun kegiatan ini dilakukan dalam rangka memperingati ulang
tahun ….
Adapun pada tahap persiapan akan dilakukan kegiatan berikut. Dsb.
(Hiper-adapun)

g. Interferensi Sintaksis/Leksikal Bahasa Asing

(23) Menanggapi surat Bapak No. …tentang …., kami ingin
menyampaikan hal-hal berikut. (Takbaku)

(23a) Untuk menanggapi surat Bapak No. …tentang …., kami ingin
menyampaikan hal-hal berikut. (Baku)

(24) Mengingat pentingnya rapat dimaksud, maka diharapkan Saudara datang
tepat waktu. (Takbaku)

(24a) Dengan mengingat pentingnya rapat tersebut, kami mohon ….
(Baku)

(25) Menunjuk surat Karo Organisasi dan Ketatalaksanaan Sekretariat
Jenderal Keuangan No. S-483/SJ.5/2000 perihal tata persuratan dinas, … .
(Takbaku)

(25a) Dengan menunjuk surat Karo Organisasi dan Ketatalaksanaan,
Sekretariat Jenderal Keuangan, No. S-483/SJ.5/2000 tentang Tata
Persuratan Dinas, …. (Baku)

(26) Atas perhatian, bantuan, dan kerjasamanya, dihaturkan terimakasih.
(Takbaku)

(26a) Atas perhatian dan kerja sama Ibu (Bapak) (Saudara), kami sampaikan
terima kasih. (Baku)

Struktur kalimat sejenis contoh-contoh di atas sangat tinggi frekuensi
penggunaannya di dalam register naskah dinas sekalipun telah disosialisasikan bahwa konstruksi ini merupakan pengaruh/interferensi konstruksi bahasa Inggris; ini tampak dalam konstruksi alinea pembuka surat seperti Memperhatikan surat Saudara No. …; Menindaklanjuti surat kami No. …; Menyusuli pembicaraan melalui telefon tanggal.. ; Merujuk surat Saudara No. …; Menjawab surat Bapak Nomor …;
Bentuk verba partisipial itu seharusnya didahului oleh konjungtor yang paling tepat dalam konteks kalimat tersebut; misalnya, menjadi Dengan memperhatikan ….; Untuk menindaklanjuti ….; Untuk menyusuli …., Dengan merujuk ….; Untuk menjawab ….

c) Gaya yang Efektif
Gaya yang efektif mencakupi (1) ekonomi bahasa dan (2) variasi dalam
pengalimatan. Ekonomi bahasa menuntut penghematan dalam pemakaian kata. Hal ini tidak berarti bahwa kata yang menambah nilai artistik boleh hilang. Yang harus hilang ialah kata yang mubazir dan konstruksi kalimat yang meliuk-liuk. Kelincahan pikiran dan bahasa dapat melalui variasi bentuk kalimat yang berurutan:
(1) jenis kalimat yang beragam;
(2) panjang kalimat yang berbeda-beda;
(3) pilihan kata (diksi) yang serasi lewat pemanfaatan/penggunaan sinonim.
Pilihan kata (diksi) berkaitan dengan seleksi kata unuk mengungkapkan berbagai gagasan dan perasaan. Ketepatan pilihan kata berkaitan dengan kesanggupan sebuah kata dapat menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengar seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulisnya.

d) Ejaan yang Baku
Setiap tulisan harus mengikuti kaidah ejaan yang telah ditetapkan, yaitu Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD). Walaupun gaya selingkung (house-style) mewarnai gaya penyusunan tulisan, termasuk gaya selingkung format dari Kepmenpan, sistem penulisan gaya selingkung itu diharapkan tidak jauh menyimpang dari Pedoman EYD yang telah menjadi sistem penulisan bangsa Indonesia. Catatan penting adalah bahwa tulisan itu juga harus mencerminkan kesantuanan (berterima dari segi budaya).
Berikut adalah kasus pemakaian EYD dalam wacana naskah dinas yang belum
sejalan dengan format yang telah disepakati sejak 1975 antara Menpan dan Pusat Bahasa, Depdiknas. Tampak bahwa pemakaian tanda baca dan huruf kapital, penulisan singkatan dan akronim dalam penulisan kepala surat, alamat , dan nomor surat berikut belum baik dan benar. Singkatan kata jalan bukan jl., melainkan jln., kata telepon bukan telp., tilp, telep., til, melainkan tlp. kata telex bukan dengan huruf x, melainkan dengan ks (teleks), singkatan faksimile bukan fax, melainkan faks. Namun, sebagai dokumen resmi, pemakaian singkatan atau akronim seyogianya dihindarkan.
Demikian pula halnya dengan penulisan huruf; menurut gaya selingkung surat dinas, seluruh unsur kepala surat harus dinyatakan dalam huruf kapital, bukan kombinasinya. Demikian pula, penulisan preposisi/kata depan di pada alamat surat, bukan di- (dengan tanda hubung/pisah), melainkan tanpa tanda hubung/pisah; itu awalan di- (untuk kata kerja). Alamat surat itu harus dicantumkan secara jelas, bukan di Jakarta saja; bukankah kota ini amat luas? Lagi pula, secara dokumentasi, alamat surat itu harus terdokumentasikan.
Selain hal dikemukakan di atas, format surat ini harus disunting dari segi pias/marginnya, yaitu bahwa pedoman dari Menpan menata seluruh bagian wacana naskah dinas, khususnya surat dinas, yaitu mulai nomor/identitas surat, alamat surat, alinea pembuka, alinea isi, dan alinea penutup serta bagian kaki surat dimulai dari pias/margin kiri. Jadi, penyajiannya tidak seperti yang tampak pada data kasus berikut (No. 27), tetapi seperti yang tampak dari yang sudah disunting (No. 27a) Contohnya;
(27)

Takbaku
REPUBLIK INDONESIA
DEPARTEMEN PERTANIAN

Jl. Harsono R.M. No. 3 Telp. : 7806131-7804116
Pasar Minggu Telex : 44246 – 44332
Jakarta 13550 Fax. : 783237
Kotak Pos 83 / 2001 /Kbypm
___________________________________________________________________________________
Nomor : 396/TU.220/A/1/7/07 Jakarta, 9 Juli 07
Lampiran : 1 ( satu ) exemplar
Sifat : Segera
Perihal : Pembicara

Yth.
Kepala Pusat Bahasa
Departemen Pendidkan Nasional
di-
Jakarta

(27a) Baku
REPUBLIK INDONESIA
DEPARTEMEN PERTANIAN
JALAN HARSONO R.M. NOMOR 3, PASAR MINGGU, JAKARTA 13550
TELEPON 7806131—7804116, TELEKS 44246—44332, FAKSIMILE 783237
KOTAK POS 83/2001/KBYM
________________________________________________________________________________

Nomor : 396/TU.220/A/1/7/07 9 Juli 2007
Lampiran: Satu Eksemplar
Sifat : Segera
Hal : Pembicara

Yth. Kepala Pusat Bahasa
Departemen Pendidkan Nasional
Jalan Daksinapati Barat IV
Rawamangun, Jakarta 13220

Contoh kasus yang lain adalah berikut.

(28) Takbaku

Nomor : 30/Bappebti/3/2006 Jakarta, 7 Maret 2007
Lampiran : –
Perihal : Permintaan Ahli Bahasa Kepada Yth.
Sdr. Kepala Pusat
Jl. Daksinapati Barat IV
Rawamangun
J A K A R T A T I M U R 13220

Sejak tahun 1975, alamat surat dinas dipindahkan ke pias (margin) kiri, bukan lagi di pias kanan. Pertimbangannya adalah untuk menghindarkan pemenggalan yang tidak sesuai dengan kaidah pemenggalan nama diri, baik nama diri orang yang tertera dalam alamat itu maupun nama diri instansi. Seperti diketahui, nama diri di Indonesia, baik nama diri orang maupun iinstansi panjang-panjang sehingga kemungkinan besar terpenggal jika diletakkan di pias kiri.
(28a) Baku

Nomor: 30/Bappebti/3/2006
Sifat : Biasa
Hal : Permintaan Ahli Bahasa

Yth. Kepala Pusat
Jalan Daksinapati Barat IV
Rawamangun
Jakarta 13220

(29) Takbaku
REPUBLIK INDONESIA
DEPARTEMEN PERTANIAN

Jl. Harsono R.M. No. 3 Telp. : 7806131-7804116
Pasar Minggu Telex : 44246 – 44332
Jakarta 13550 Fax. : 783237
Kotak Pos 83 / 2001 /Kbypm

MEMORANDUM
NOMOR
.. Yth : Kasubag Perjalanan dan Angkutan, Biro Keuangan
Dan Perlengkapan
Dari : Kasubbag Tata Usaha Departemen Biro
Perencanaan
Perihal : Pinjam mobil dinas
Tanggal : 25 Juni 07
_____________________________________________________________________

Dalam rangka memberangkatkan Almarhumah Hj. Nunung Siti Nurdjanah, orangtua dari Ibu Halimatusya’diyah, Kasubag Kearsipan pada Biro Perencanaan
Sekretariat Jenderal pada hari Senin, 25 Juni 2007, kami mohon dapat dipinjamkan 1 unit Bus Jemputan yang ada di Biro Keuangan dan Perlengkapan.

Adapun jadual keberangkatan bus dari Kantor Pusat Deptan direncanakan pada pukul 11.00 Wib. Perlu kami informasikan bahwa pemakaman akan dilaksanakan setelah Ba’da Asar.

Demikian, atas bantuan dan kerjasamanya kami ucapkan terimakasih.

Kasubbag Tata Usaha Departemen

Ir. Marihot H. Panggabean, M.Si.
NIP. 080. 117.204

Tembusan :
1. Kepala Biro Perencanaan, sebagai laporan;
2. Arsip.

(29a)
Baku
REPUBLIK INDONESIA
DEPARTEMEN PERTANIAN
JALAN HARSONO R.M. NO. 3, PASAR MINGGU, JAKARTA 13550
TELEPON 7806131—7804116, TELEKS 44246—44332, FAKSIMILE 783237
KOTAK POS 83/2001/KBYM
___________________________________________________________________________________

MEMORANDUM

Yth. : Kasubag Perjalanan dan Angkutan, Biro Keuangan
dan Perlengkapan
Dari : Kasubbag Tata Usaha, Departemen Biro Perencanaan
Hal : Pinjam Mobil Dinas
Tanggal: 25 Juni 2007
_____________________________________________________________________

Dalam rangka memberangkatkan jenazah Hj. Nunung Siti Nurdjanah,
orang tua Ibu Halimatusya’diyah, Kasubag Kearsipan, Biro Perencanaan,
Sekretariat Jenderal, pada hari Senin, 25 Juni 2007, kami bermaksud meminjam satu unit Bus Jemputan yang ada di Biro Keuangan dan Perlengkapan.
Menurut rencana, keberangkatan bus dari Kantor Pusat Deptan adalah pukul 11.00 dan pelaksanaan pemakaman setelah waktu Asar.
Atas bantuan dan kerja sama Saudara, kami ucapkan terimakasih.

Kasubbag Tata Usaha Departemen

Ir. Marihot H. Panggabean, M.Si.
NIP 080. 117.204
Tembusan:
Kepala Biro Perencanaan
NGNG
BADAN PELAKSANA
KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI

KANTOR
Gedung Patra Jasa Lt.21, 2, 13, 14, 16, 21, 22
Jl. Jend. Gatot Subroto Kav. 32-34
Jakarta Selatan – 12950
PO. BOX 4575 JKP 10045
Tel : 62-21 -52900245-8
Fax : 62-21-52900132

BADAN PELAKSANA
KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI
GEDUNG PATRA JASA LTI. 1, 2, 13, 14, 16, 21, 22
JALAN JEND GATOT SUBROTO KAV. 32–34
JAKARTA 12950
PO BOX 4575 JKP 10045, TELEPON (62 21) 52900245–52900248
FAKSIMILE (62 21) 52900132

(30) Takbaku
Sehubugan terbitnya Surat Keputusan Rektor tentang pengangkatan penjabat structural pada Universitas BB, maka diharap kehafdiran Bapak/Ibu/Sdr/-i pada

Hari, Tanggal : Senin., 10 Juli 2006
Jam : 09.00 WIB s/d selesai
Tempat : Auditorium Universitas BB d/a
Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial
Acara : Pelantikan Penjabat Struktural
Universitas BB
Pakaian : – Laki-laki : Jas Lengkap
– Perempuan: Bebas Rapi

Demikian, atas perhatian kami ucapkan terima kasih.

(30a) Baku

Sehubugan dengan terbitnya Surat Keputusan Rektor No. … tentang Pengangkatan Pejabat Struktural di Universitas BB, kami mohon kehadiran Bapak (Ibu) (Saudara)
pada haril: Senin.
tanggal : 10 Juli 2006
pukul : 09.00 s.d. 13.00
tempat : Auditorium Universitas BB d.a.
Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial
acara : Pelantikan Pejabat Struktural
Universitas BB
pakaian : jas lengkap (laki-laki)
bebas rapi (perempuan).

Atas perhatian dan kehadiran Bapak (Ibu) (Saudara), kami
ucapkan terima kasih.

(31) Takbaku

Tembusan: Kepada
1. Yth. Wakil LKetua DPR RI/Korpolekku;
2. Yth. Sekretarus Jenderal DPR RI;
3. Yth. Deputi Persidangan dan KSAP.

31a) Baku
Tembusan:
1. Wakil LKetua DPR RI/Korpolekk
2. Sekretaris Jenderal DPR RI
3. Deputi Persidangan dan KSAP

(31) Takbaku

Tembusan Kepada Yth.
1. Wakil Presiden RI
2. Menko Perekonomian RI

(31a) Baku

Tembusan:
1. Wakil Presiden RI
2. Menko Perekonomian RI

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan et al. 1993. Tata Bahasa Baku BI
——–.1993. Kamus BesarBahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa. .
Keraf, Gorijs. 1993. Diksi dan Makna Ende: PT Nusa Indah.
Lumintaintang, Yayah B. 1992. “Petunjuk Praktis Penysusunan Surat-Menyurat
bagi Konseptor Pemda DKI Jakarta”. Jakarta: Pusat Bahasa.
———-.2003.”Mekanisme dan Aplikasi Penggunaan BI yang Baik dan Benar
dalam Penyusunan Tata Naskah Dinas”. Jakarta: Pusat Bahasa .
———–. 2003. “Pemakaian Bahasa dalam Administrasi Perkantoran”. Jakarta:
Pusat Bahasa.
———-.2005. “Kebijakan Bahasa”. Jakarta: Pusat Bahasa.
Pusat Bahasa. 1990. Pedoman Umum EYD. Jakarta: Pusat Bahasa.
————. 1990. Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Jakarta: Pusat Bahasa.

SURAT DINAS

SURAT DINAS

Arju susanto, S.S;M.Pd.

Surat dinas merupakan surat yang berisi hal penting berkenaan dengan administrasi pemerintahan dan pembangunan yang dibuat oleh lembaga pemerintahan atau lembaga swasta.

Jika ditengok kembali kepada fungsi surat adalah sebagai pengganti orang atau lembaga untuk menyampaikan sesuatu kepada orang lain atau lembaga, surat dinas juga memiliki fungsi yang sama, yaitu berfungsi untuk mewakili lembaga. Surat dinas sama halnya dengan surat resmi yang berlaku di lembaga-lembaga dan pemerintahan.

Jenis surat dinas
Surat pemberitahuan
surat undangan
surat kuasa
surat keterangan
surat memo dan nota
surat edaran dan pengumuman
surat pengantar
surat ucapan
surat penugasan
surat permohonan

Surat Pemberitahuan
Surat pemberitahuan adalah surat yang berisi pemberitahuan. Semua surat pemberitahuan berisi informasi, yaitu (1) informasi yang bersifat menggambarkan (2) informasi bersifat rekaman berita.
Yang termasuk surat pemberitahuan, yaitu surat penawaran, surat pesanan, surat permohonan, dan surat lamaran. Selain itu, surat akta, surat rekomendasi, keputusan, serta semua surat tenda bukti.
Dari segi modelnya, surat pemberitahuan dapat dibuat berjudul atau berperihal
Dari segi sifat isi, surat pemberitahuan dapat dibedakan atas dua macam, yaitu (1) pemberitahuan yang isinya inisiatif pengirim (2) pemberitahuan yang isinya merupakan jawaban atau balasan atas surat yang diterima.

Contoh
Surat lamaran pekerjaan
Tugas:
Buatlah Surat Pemanggilan
Anda sudah membuat surat lamaran pekerjaan. Untuk itu, setiap pelamar yang sudah diseleksi dan diangggap memenuhi syarat, yang bersangkutan harus dipanggil untuk mengikuti tes, wawancara, psikotes, dan pemeriksaan kesehatan. Anggaplah surat lamaran Anda termasuk yang memenuhi persyaratan. Untuk itu, buatkanlah surat panggilannya.
Hal yang perlu diperhatikan dalam surat pemanggilan adalah: Informasi yang jelas tentang waktu dan tempat pelaksanaan kegiatan, alat yang harus dibawa oleh pelamar.

Buatlah Surat Penolakan
Pelamar yang tidak lulus dalam tes seleksi, meraka akan ditolak melalui surat pemberitahuan. Buatlah surat itu berdasarkan alasan pelamar tidak memenuhi syarat. Setiap surat penolakan harus diberikan alasan yang logis. Surat harus dibuat dengan kata-kata yang baik dan menghibur agar tidak putus komunikasi.

Surat Undangan
Surat undangan adalah suatu pernyataan yang mengharapkan kehadiran seseorang dalam suatu acara/kegiatan tertentu. Undangan ada tiga macam, yaitu 1) undangan resmi, 2) undangan setengah resmi, 3) undangan tidak resmi.
Undangan resmi memiliki ciri, yaitu 1) memakai kepala surat, 2) memakai bentuk surat standar, dan 3) memakai kertas yang dikhususkan untuk surat.
Undangan setengah resmi memiliki ciri, yaitu 1) tidak memakai kepala surat, 2) bentuknya boleh tidak standar, 3) bahasa yang digunakan boleh campuran(tidak seluruhnya bahasa resmi), dan 4) menggunakan kertas yang lazim dipakai untuk surat-menyurat.

Contoh
Surat Undangan
Buatlah suratnya!
Senat Mahasiswa Fakultas Sastra akan mengadakan rapat dengan seluruh pengurus untuk membicarakan program kerja. Kegiatan itu diadakan pada tanggal 20 Mei 2006, topik yang akan dibicarakan tentang “Pekan Seni dan Budaya”. Untuk membahas hal itu, diadakanlah rapat pengurus yang direncanakan pada hari Sabtu pukul 11.00, bertempat di ruang 108 Blok IV lantai I, Kampus Unas. Surat Itu bernomor 134/SN.FS/V/2006 dan ditandatangani oleh Ketua Senat, Wiko B. Dalam rapat itu akan dibicarakan pembentukan panitian dan rencana anggarannya.

Tugas
Buatlah suratnya!
Senat Mahasiswa Fakultas Sastra akan mengadakan rapat dengan seluruh pengurus untuk membicarakan program kerja. Kegiatan itu diadakan pada tanggal 20 Mei 2006, topik yang akan dibicarakan tentang “Pekan Seni dan Budaya”. Untuk membahas hal itu, diadakanlah rapat pengurus yang direncanakan pada hari Sabtu pukul 11.00, bertempat di ruang 108 Blok IV lantai I, Kampus Unas. Surat Itu bernomor 134/SN.FS/V/2006 dan ditandatangani oleh Ketua Senat, Wiko B. Dalam rapat itu akan dibicarakan pembentukan panitian dan rencana anggarannya.

Surat Kuasa
Surat kuasa adalah suarat yang berisi pelimpahan wewenang dari perseorangan atau pejabat kepada orang atau pejabat lainnya sehingga pihak diberi kuasa dapat bertindak mewakili pihak yang memberi wewenang/kekuasaan.
Surat kuasa di organisasi dapat dibedakan:
Surat Kuasa untuk kepentingan intern organisasi pada dasarnya lebih merupakan formalitas. Pada surat kuasa intern data kedua belah pihak tidak disebutkan.
Surat Kuasa untuk keperluan ekstern Organisasi harus mencantumkan data kedua belah pihak secara jelas dan rinci.
(a) data pribadi yang diberi kuasa
(b) data pribadi pihak yang diberi kuasa
(c) bentuk kekuasaan yang diberikan lengkap dengan batas-batasnya.
Apabila menyangkut hukum atau uang di atas satu juta harus dibubuhi materai.

Contoh
Latihan
Buatlah sebuat surat kuasa yang menggabarkan pelimpahan wewanang dari Parto Lengan, laki-laki, lahir di Jakarta, 12 Januari 1969, pegawai negeri, beralamat di Jalan Rambutan Blok B. No. 13, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, sebagai pihak pertama kepada Burdadi, laki-laki, lahir di Bogor tanggal 14 April 1975, pedagang, beralamat di Jalan Cependak No. 38 Rt. 012 Rw. 06, Kelurahan Ciganjur, Jakarta Selatan, sebagai pihak kedua untuk menjualkan sebidang tanah seluas 4000m2 yang terletah di Jalan Raya Cigancur Kav. 45.
Harga tanah tersebut Rp1.200.000,00/meter didalamnya sudah termasuk komisi 10% dari jumlah keseluruhan untuk Burdadi. Burdadi harus memasukkan hasil penjualan setelah dipotong 10% ke rekening BanK Mandiri Cabang Cilandak dengan nomor rekening 2346543-21, atas nama Parto Lengan. Surat kuasa ini berlaku selama satu tahun terhitung dari surat kuasa itu ditandatangani oleh Parto Lengan dan Burdadi. Surat Kuasa ini dibuat di Jakarta, tanggal 29 Maret 2006.

Surat Keterangan
Surat keterangan adalah surat yang isinya menerangkan seseorang atau suatu hal. Suarat keterangan merupakan jenis surat yang sering dibuat karena isi surat ini menyangkut aktivitas manusia. Surat keterangan dapat dibedakan atas 4 macam, yaitu
(1) Surat keterangan biasa
(2) Surat referensi
(3) Surat rekomendasi
(4) Surat pernyataan

Surat Keterangan Biasa
Surat keterangan biasa adalah surat yang diberikan kepada seseorang dalam kedudukannya sebagai warga masyarakat.
Pada dasarnya isi surat keterangan sebagai berikut.
(a) Data pribadi atau jabatan yang menerangkan
(b) Data pribadi yang diterangkan
(c) Isi keterangan (menerangkan apa)
(d) Tujuan keterangan dibuat (untuk keperluan apa)
(e) penutup biasanya berisikan imboan atau harapan agar pihak ketiga maklum.

Contoh
Surat Referensi
Surat keterangan yang bersifat rahasia dari pihak ketiga tentang pihak kesatu yang berisi penilaian mengenai bonafiditas, perilaku, dan kualifikasi pihak kesatu.

Contoh
Surat Rekomendasi
Surat keterangan yang diberikan kepada seseorang atau perusahaan berdasarkan data-data otentik yang ada. Rekomendasi juga dapat diberikan perorangan untuk melamar pekerjaan

Contoh
Surat Pernyataan
Surat keterangan berupa pernyataan yang diberikan oleh seseorang atau instansi mengenai keadaan seseorang atau hal tertentu untuk keperluan khusus.

Contoh
Tugas
Buatlah suratnya!
Ada mendaftarkan diri sebagai calon pegawai negeri sipil di sebuah departemen. Sebagai persyaratannya, Anda harus menyatakan bahwa Anda sanggup untuk tidak menikah selama masih menjadi cpns. Untuk itu, buatlah surat pernyataan dimaksud.

Surat Memo dan Nota
Nota dan memo adalah surat khusus yang dipakai antarpejabat di lingkungan suatu organisasi.
Hal ini berbeda dengan nota pribadi dan memo pribadi yang dipakai pada perseorangan.

Memo dan nota dipergunakan untuk keperluan intern organisasi. Memo berarti memorandum, yaitu alat pengingat. Memo berlaku secara vertikal dan horisontal. Vertikal berarti dari atasan kepada bawahan, horisontal berarti untuk sesama jabatan yang setara.

Nota adalah catatan yang berfunmgsi untuk mengingat sesuatu.
Nota hanya berlaku secara vertikal dan isinya bersifat perintah, bahkan penugasan. Fungsi lain dari nota adalah untuk menjabarkan secara rinci isi surat keputusan, surat instruksi, surat perintah, dan surat-surat lainnya yang dianggap perlu untuk ditindaklanjuti dengan nota.

Contoh
Kepala surat/kertas setengan folio

MEMO
Kepada :
Dari :
Hal :

Kepala surat/kertas setengan folio

NOTA DINAS
No.: /VI/2005
Kepada :
Dari :
Hal :

Tugas Anda:
Carilah nota dinas dan memo yang ada di lembaga negeri maupun swasta melui orang tua, saudara atau teman yang bekerja di kantor guna diperbandingkan dan diketahui perbedaan dan variasinya.

Surat Edaran dan Pengumuman
Surat edaran adalah surat yang alamat tujuannya kolektif yang beredar dari satu tangan ke tangan lain dengan cara mengirim satu surat untuk semua orang yang dituju.

Contoh.
Yth. Seluruh Dosen Fakultas Sastra Universitas Nasional
Jakarta

Yth. Para Nasabah BRI
Jakarta

Alamat di atas menunjukkan bahwa surat edaran yang dituju itu kolektif.
Ditinjau dari banyaknya sasaran, surat edaran dapat dibedakan atas dua macam, yaitu (1) edaran kepada orang banyak yang jumlahnya terbatas, contohnya, para pimpinan, para nasabah, dan mahasiswa jurusan.(2) edaran kepada orang banyak yang tidak terbatas jumlahnya atau kepada masyarakat umum. Surat edaran bersifat promosi dan edaran penarawan barang atau jasa.
Surat edaran terbatas dibuat seperti surat biasa. Surat edaran untuk masyarakat umum boleh tidak bernomor dan tanpa alamat, tanpa tanggal, dan tanpa nama penanggung jawab.
Jika ditinjau dari segi isi, antara edaran dengan pengumuman terdapat persamaan, yaitu sama-sama menyampaikan informasi kepada orang banyak dan tidak bersifat rahasia.
Perbedaan antara kedua itu terletak pada cara penyebaran dan jangkauan informasinya.
Cara penyebaran pengumuman dapat dilakukan dengan memasang di papan pengumuman atau di koran/majalah sbg iklan. Sementara itu, surat edaran dapat dilakukan dengan berpindah tangan.

Surat Pengantar
Surat pengantar adalah surat yang berfungsi untuk mengantarkan sesuatu atau seseorang. Jadi surat pengantar dapat berfungsi sebagai berikut.
(1) Pengantar orang, misalnya memperkenalkan seseorang melalui surat yang dibawa oleh orang itu sendiri untuk menghadap kepada orang yang dituju.
(2) Pengantar berkas atau dokumen, misalnya berkas usulan kenaikan pangkat para pegawai dari satu unit untuk diproses lebih lanjut pada unit tertentu.
(3) Pengantar barang, misalnya barang yang diperjualbelikan dari penjual kepada pembeli atau mengantarkan paket kiriman barang lainnya.
Ada dua model surat pengantar, yaitu surat pengantar berperihal dan surat pengantar berjudul. Surat pengantar berperihal biasanya digunakan untuk negantarkan orang atau berkas seperti dokumen atau segala sesuatu yang berkaitan dengan dokumen. Surat pengantar berjudul dapat pula berupa blangko. Kolom-kolom dalam blangko itu dapat dibuat sesuai dengan kebutuhan. Selain sebagai pengantar orang atau barang, surat pengantar berbentuk blangko juga sekaligus dapat berfungsi sebagai tanda terima.

Contoh

Surat Ucapan
Alamat
Isi ucapan
Harapan
Surat ucapan adalah surat yang digunakan untuk menyampaikan ucapan selamat (Sukacita), belasungkawa(dukacita), atau ucapan terima kasih.
Ucapan selamat,- prestasi seseorang, dibuka kantor baru, kelahiran anak, pernikahan ulang tahun, dan tahun baru Idhul Fitri dll.

Contoh:
Ucapan duka cita—(FBS UNAS, turut berduka cita untuk salah seorang dosennya yang bernama Prof. Gazali Dunia, hari dan tanggal seuaikan)
Ucapan terima kasih(Fakultas Bahasa dan Sastra UNAS kepada PN Balai Pustaka atas sumbangan buku sebanyak 100 judul=750 eksemplar)154

Tugas:
Buat surat ucapan terima kasih kepada Kepala Persutakaan asional di Jalan Salemba Raya No. 28 Jakarta Pusat, Karena Lembaga Anda telah disumbang buku sejumlah 250 judul. Surat itu dibuat tanggal 25 Juli 2007 dan ditandatangan oleh Direktur lembaga tempat Anda bekerja.

Surat Penugasan
Surat penugasan adalah surat yang menugasi seseorang untuk mengerjakan sesuatu. Sepintas surat penugasan sama dengan surat perintah atau surat instruksi karena sama-sama dibuat surat berjudul. Akan tetapi, surat perintah/isntruksi mempunyai dasar (konsideran) untuk memerintah.
Surat tugas langsung kepada isi dan tidak mempunyai konsideran.

Tugas:
Buat penugasan Direktur STBA LIA kepada dua orang stafnya (nama karang sendiri) untuk memilih dan membeli buku-buku terbitan Gramedia yang ada hubungan dengan kebahasaan. Pembelian buku itu berkaitan dengan pemenuhan tuntutan akreditasi status BAN PT pada tanggal 18 Desember 2006. Untuk itu, pembelian buku harus sudah dilakukan paling lambat tangal 13 Desember 2006. Selesai pembelian buku, kedua staf tersebut harus membuat laporan kepada Direktur paling lambat 2 hari sesudah pembelian.

Surat Permohonan
Surat permohonan adalah surat yang digunakan untuk memohon. Permohonan untuk jasa dan Permintaan untuk barang.
Permintaan barang— ada yang berupa blangko.
permohonan jasa- harus dibuat surat.

Buatlah suratnya!
Senat Mahasiswa Fakultas Sastra Nasional akan mengandakan Pekan Budaya Betawi yang akan diselenggarakan pada tanggal 14—16 Juni 2006. Kegiatan itu berkaitan pula dengan Hari Jadi Kota Jakarta. Salah satu mata acaranya adalah seminar yang melibatkan salah satu pembicaranya adalah Bapak Sutiyoso, Gubernur DKI Jakarta. Namun, Senat Mahasiswa Sastra belum pernah menghubungi Gubernur DKI. Untuk itu Senat Mahasiswa membuat surat untuk Gubernur DKI minta agar menjadi salah satu pembicara pada acara tersebut. Surat itu bertanggal 15 April 2006, dengan nomor 096/SNFS/IV/2006 yang ditanda tangani oleh Ketua Senat, dan mengetahui PD III Fakultas Sastra.

Buatlah surat permohonan kepada Prof. Dr. Fuad Hasan sebagai pembicara dalam diskusi yang telah Anda tentukan. Jadwal dan waktu Anda yang menetukan, makalah paling lambat satu minggu sudah diterima oleh panitia. Makalah harus berupa disket dan hasil prinnya.

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan et al. 1993. Tata Bahasa Baku BI
——–.1993. Kamus BesarBahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa. .
Keraf, Gorijs. 1993. Diksi dan Makna Ende: PT Nusa Indah.
Lumintaintang, Yayah B. 1992. “Petunjuk Praktis Penysusunan Surat-Menyurat
bagi Konseptor Pemda DKI Jakarta”. Jakarta: Pusat Bahasa.
———-.2003.”Mekanisme dan Aplikasi Penggunaan BI yang Baik dan Benar
dalam Penyusunan Tata Naskah Dinas”. Jakarta: Pusat Bahasa .
———–. 2003. “Pemakaian Bahasa dalam Administrasi Perkantoran”. Jakarta:
Pusat Bahasa.
———-.2005. “Kebijakan Bahasa”. Jakarta: Pusat Bahasa.
Pusat Bahasa. 1990. Pedoman Umum EYD. Jakarta: Pusat Bahasa.
————. 1990. Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Jakarta: Pusat Bahasa.