Bahan Presentasi : MOTIVASI USAHA Pertemuan 4
Bahan Pengayaan : motivasi & kelompok
Dalam kehidupan sehari-hari mungkin sering anda saksikan orang-orang yang begitu aktif dan penuh vitalitas dalam bekerja. Bila anda seorang karyawan, akan anda temukan teman-teman (atau anda sendiri) yang berlainan intensitas dan cara kerjanya dalam menyelesaikan tugasnya. Ada yang amat giat untuk mencapai sukses, ada yang sedang-sedang saja, bahkan ada pula yang nampaknya tidak ada gairah.
Suatu ketika dalam benak anda mungkin mencuat pertanyaan, apa sih gerangan yang melatar belakanginya? Pertanyaan ini telah lama digeluti oleh para ahli pendidikan, ekonomi, sosiologi, psikologi, antropologi, sejarah dan disiplin ilmu yang erat kaitannya dengan manusia.
Jawaban mereka bermacam-macam tergantung dari mana mereka memandang.
Namun demikian, kendati masih tidak luput dari kritik seperti dari Hagen dan Rogers Everett ada suatu jawaban yang dipandang representatif, yakni dari David McClelland. Guru besar psikologi dari Harvard University, Massachussett itu secara brillian mengupas kelemahan teori-teori para ahli antropologi, sosiologi, sejarah geografi, dan bahkan psikoanalisis Freud sendiri yang menurutnya tidak mampu menerangkan mengapa ada perbedaan intensitas kerja dan prestasi yang dicapai oleh manusia satu dengan manusia lain, oleh bangsa satu dengan bangsa lain.
Kritik Me Clelland itu terutama dialamatkan kepada ketakmampuan teori tersebut dalam menjelaskan perbedaan secara individual; antara si Ajat dengan si Dadi, si Rani dengan si Ijul.
Kemudian sebagai puncak penelitiannya selama lima tahun (Januari 1947 – Januari 1952), ia mengemukakan konsep Motif Berprestasi (Achievement Motive).
Dalam buku-bukunya secara bergantian menggunakan tera ini dengan kebutuhan berprestasi (need for Achievement disingkat n-Ach). Motif berprestasi inilah gerangan yang menjadi motor penggeraknya.
Untuk mengetahui hal itu Clelland menyusun alat. untuk skala motif.
Ilustrasi pada awal tulisan ini sedikit banyak telah memberikan sekedar gambaran mengenai apa itu motif berprestasi.Tetapi ada baiknya dikemukakan pengertian menurut McClelland.
la tidak secara konsisten menentukan istilah yang digunakan antara “Achievement motive” dan “need for Achievement”.
Mungkin karena keduanya mempunyai pengertian yang tidak jauh berbeda atau sama saja. Motif berprestasi ialah keinginan untuk berbuat sebaik mungkin tanpa banyak dipengaruhi oleh prestise dan pengaruh sosial, melainkan demi kepuasan pri-badinya.
Sementara n-Ach ia beri pengertian dorongan untuk meraih sukses gemilang, hasil yang sebaik-baiknya menurut “standard” of exellence” yang akan lebih nampak dalam suasana rivalitas-kompetitif.
“Standard kesempurnaan” itu lebih besar ditentukan atas dasar pertimbangan individu itu sendiri ketimbang standar menurut ukuran lingkungan sosial. Kendatipun dalam kenyataannya mungkin, bahkan pasti, merupakan hasil internalisasi diri, atau dibentuk oleh ukuran-ukuran sosial dengan siapa orang itu berinteraksi.
Dalam uraian di muka dapat dibedakan pegawai yang ingin berprestasi sebaik mungkin, yang cukup, dan yang malas-malasan. Mungkin ini dapat anda rasakan sendiri. Konsep McClelland beserta hasil-hasil penelitiannya memberikan optimisme pada pembaca-nya. la menemukan, bahwa se-seorang yang abilitasnya inferior tapi memiliki n-Ach yang tinggi, akan lebih baik prestasinya dibandingkan dengan mereka yang abilitasnya superior dengan n-Ach yang rendah.
Mungkin Anda tergoda untuk mengetahui faktor-faktor yang membentuk besar kecilnya atau tinggi-rendahnya motif berpres-tasi pada diri seseorang. Terbentuknya motif berprestasi amatlah kompleks, sekomplek perkembangan kepribadian manusia. Motif ini tidak lepas dari perkembangan kepribadian tersebut, dan tidak pernah berkembang dalam kondisi vakum. Seperti kita ketahui, betapa besarnya peranan kehidupan keluarga dalam perkembangan kepribadian individu. Hubungan orang tua-anak sedikit demi sedikit menampakan pola-pola kepribadian dan kemudian berkembang dengan segala karakteristiknya mencakup sikap, kebiasaan, cara berfikir, motif-motif, dan sebagainya.
Pada masa di mana seseorang telah meninggalkan masa kanak-kanak, motif itu dipengaruhi oleh lingkungan yang lebih luas lagi. Orang tua tidak lagi di-anggap sumber nilai atau figure ideal (Freud), atau satu-satunya “significant person” (Sullivan), melainkan nilai-nilai sosial di luar keempat dinding rumah. Di rumah, motif berprestasi anak bisa dipengaruhi oleh kondisi ekonomi keluarga, pendidikan dan pekerjaan orang tua, hubungan dengan saudara-saudaranya, dan sebagainya.
Sementara di luar, “dibentuk lewat hubungan yang penuh tantangan dengan teman-teman sekerja rekan sekantor, hubungan dengan direktur, dan sebagainya. Tantangan mengandung konotasi persaingan, kondisi mana dianggap sebagai stimulan utama n—Ach. Disinilah Me Clelland (juga para ahli psikologi lain mendalami motif) bertolak dari teori “Seleksi Alam” dan “Lestasi bagi yang kuat”, dari Charles Darwin (1809 – 1882).
Boleh anda cek sendiri. Kalau merasa motif berprestasi anda di tempat kerja kecil, umpamanya, apa yang melatarbelakanginya? Ekonomi yang serba cukup, pimpinan yang kurang menghargai prestasi, atau lingkungan tempat anda bekerja? Sebaliknya dengan motif berprestasi, bekerja akan bertambah semangat. Beruntunglah Anda. Tapi periksa lagi dari mana itu sumbernya?
Secara sederhana besar kecilnya motif dapat dilihat dari upaya yang dilakukan dalam menggapai “standard of excellence”. Ini tentunya hanya geja-la saja yang banyak berguna untuk menduga n—Ach seseorang. Agar anda dapat mengecek intensitas motif berprestasi sendiri, ada baiknya secara terperinci dikemukakan ciri-cirinya seperti ditulis dalam jurnal-jurnal ilmiah sedari awal penelitian sampai laporan akhir dalam buku-buku McClelland.
Ciri-ciri tersebut dapat diidentifikasi dari segi kognisi, konasi, dan afeksi/emosi. Dari segi kognisi dapat dikemukakan sbb:
• menyelesaikan tugas dengan hasil sebaik mungkin;
• bekerja tidak atas dasar untung-untungan (gambling);
• berfikir dan berorientasi ke masa depan dengan berusaha mengantisipasi hasil kerjanya secara logik;
• lebih mementingkan prestasi ketimbang upah yang akan diterimanya;
• realistik menilai dirinya;
• tidak boros, konsumtif, melainkan produktif;
• menghargai hadiah yang diterimanya;
• cenderung berorientasi ke dalam (inner orientation) kendati cukup tanggap terhadap stimulasi lingkungan.
Dari segi konasi dapat dikemukakan al:
– bersemangat, bekerja keras dan penuh pitalitas;
• tidak gampang menyerah dan merasa bersalah kalau tidak berbuat sebaik mungkin;
• tidak cepat lupa diri kalau mendapat pujian atas prestasinya;
• dengan senang hati menerima kritik atas hasil kerjanya dan bersedia menjalankan petunjuk-petunjuk orang lain selama itu sesuai dengan gagasannya;
• lebih senang bekerja pada tugas-tugas yang sukar, cukup menantang untuk berkreasi, bukan yang monoton
Dari segi afeksi atau emosi:
• gembira secara wajar manakala memenangkan persaingan kerja dengan rekan-rekannya;
• selalu menjadikan pekerjaan-nya yang lalu sebagai umpan-balik bagi penentuan tindakan lanjutan;
• segan bekerja dalam suasana bersaing (dalam arti positif) dan berusaha meninggalkan rekan-rekannya jauh di belakang;
• merasa menyesal kalau hasil kerjanya jelek, apalagi kalau diperlukan orang lain;
• berprinsip, bahwa upah yang diterima hendaknya sepadan dengan kualitas dan prestasi kerjanya;
• memperhitungkan resiko yang sedang dengan hasil yang dapat diduga, ketimbang resiko besar waluapun hasilnya besar.