MATERI 14 – SARANA BERPIKIR INDUKTIF

Bahan presentasi :

dapat didownload di sini : Filsafat Ilmu dan Logika 14 – Axiology

Bahan Pengayaan :

  1. Blog Mulyo Wiharto
  2. Blog Aminuddin
  3. Blog Zinggara Hidayat
  4. Blog Hasyim Purnama

Uraian materi :

Axiology adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki tentang hakekat nilai. Dalam konteks filsafat ilmu, Axiology adalah bidang yang mempelajari kegunaan ilmu pengetahuan bagi umat manusia. Pengertian nilai dapat dipahami dengan berbagai pendekatan, yakni pendekatan subyektivitas, pendekatan obyektivisme logis dan pendekatan obyektivisme metafisik.
Menurut pendekatan subyektivitas, nilai adalah reaksi yang diberikan seseorang dan keberadaannya tergantung pengalaman. Pendekatan ini sejalan dengan pendapat R.B. Perry nilai adalah obyek kepentingan. Sesuatu bernilai jika ada kepentingan terhadapnya, maka penilaian berhubungan dengan sikap, perasaan dan keinginan. Menurut John Dewey nilai adalah hasil perbuatan atau perbuatan memberi nilai menyangkut perasaan, keinginan dan tindakan akal yang digunakan untuk melakukan generalisasi ilmiah sebagai sarana mencapai tujuan (John Dewey)
Menurut pendekatan obyektivisme logis nilai adalah kenyataan berbentuk esensi logis yang diketahui melalui akal dan tidak terdapat dalam ruang dan waktu, sedangkan menurut pendekatan obyektivisme metafisik nilai adalah unsur-unsur obyektif yang menyusun kenyataan. Pendekatan obyektivisme metafisik sejalan dengan pendapat G.E. More yang menyatakan bahwa nilai adalah kualitas empiris. Untuk menerangkan warna tunjukkan saja warna tersebut.
Nilai dapat dipandang dari segi semantis dan pragmatis. Dari segi semantis, nilai adalah obyek yang diberi nilai atau berupa kata benda, sedangkan dari segi pragmatis nilai adalah subyek yang memberi penilaian atau berupa kata kerja.
Segala sesuatu memiliki nilai intrinsik dan nilai instrumental. Nilai intrinsik adalah sesuatu yang benar-benar bernilai, sesuatu yang sejak semula sudah mempunyai nilai. Nilai instrumental adalah sesuatu yang diberi nilai, sesuatu yang bernilai karena dapat dipakai sebagai sarana mencapai tujuan.
Axiology membahas tentang nilai-nilai dan kegunaan ilmu pengetahuan baik ilmu alam (natural sciences) maupun ilmu sosial (social sciences). Ilmu alam melukiskan obyek apa adanya dan bebas tanggapan sehingga ontology dan epistemology ilmu alam bersifat apa adanya (kenyataan). Penggunaan ilmu alam menyangkut yang seharusnya terjadi sehingga axiology ilmu alam menyangkut nilai-nilai yang harus diperhatikan, baik nilai agama, moral, kemanusiaan dan sebagainya
Axiology keilmuan dalam bidang ilmu sosial mempunyai kesamaan dan perbedaan dengan axiology bidang ilmu alam. Ilmu sosial selalu menyangkut nilai-nilai, baik ontology, epistemology maupun axiology-nya, karena ilmu sosial menyangkut manusia yang mempunyai tujuan. Sebagai contoh, untuk membahas sexology tentu tidak dapat bicara apa adanya kepada semua umur, demikian pula cara mempelajari dan penggunaannya.
Axiology keilmuan telah mengalami perjalanan yang cukup panjang. Interaksi antara ilmu dengan nilai-nilai mengalami perkembangan panjang sebagai berikut :
1. Ketika Copernicus (1473-1543) menemukan teori Heliosentris mulai terjadi interaksi antara ilmu dengan nilai (terutama nilai-nilai moral kegamaan)
2. Sebelumnya, ketika berpaham Geosentris, ilmu dan nilai-nilai merupakan dua hal terpisah.
3. Interaksi antara ilmu dengan nilai-nilai berkembang menjadi pertarungan. Para agamawan menganggap bahwa ilmu nilai moral tidak dapat dipisahkan, sementara ilmuwan memandang bahwa ilmu merupakan sesuatu yang bebas nilai.
4. Pertarungan tersebut makin meningkat, bahkan pada tahun 1933 Galileo (1564-1642) dipaksa untuk mencabut keahliannya
5. Setelah lebih kurang 250 tahun, pertarungan dimenangkan oleh ilmuwan, artinya ilmu meneliti alam apa adanya.
6. Ketika ilmu menjelma menjadi teknologi yang merupakan hasil penerapan konsep ilmiah dalam memecahkan masalah praktis, ilmu bukan hanya menjelaskan tetapi juga berfungsi mengontrol dan mengarahkan sehingga timbul gesekan dengan aspek moral (aksiologi).
7. Akibat gesekan tersebut, ilmuwan terpecah jadi dua golongan. Golongan pertama, ilmuwan yang memandang bahwa ilmu adalah netral, bebas nilai, maka tugas ilmuwan adalah menemukan pengetahuan apapun, tidak perlu memperhatikan nilai-nilai, termasuk nilai moral. Golongan kedua, ilmuwan yang memandang bahwa ilmu hanya netral dari segi Ontologi, sedangkan cara dan penggunaannya (Epistemologi dan Aksiologinya) harus mempertimbangkan nilai moral
8. Akibat yang ditimbulkan jika ilmu terlepas dari nilai-nilai moral sangat mengenaskan bagi kemanusiaan, bertentangan dengan nilai-nilai moral bahkan agama. Salah satu contoh yang dapat dilihat adalah ketika bom atom ditemukan pada tahun 1930-an. Pada tahun 1942 bom tersebut diledakkan di Hirosima dan Nagasaki dalam perang dunia II. Seluruh kota hancur, karya manusia banyak yang musnah, banyak nyawa manusia melayang, banyak meninggalkan orang-orang cacat, bahkan ibu-ibu yang saat itu sedang mengandung pun banyak terkena akibat radiasi nuklir, sehingga melahirkan bayi-bayi cacat dan berbagai rentetan akibat yang tidak dapat dilukiskan akibat kemanusiaannya.
9. Dalam ilmu social, terjadi peristiwa yang demikian pula. Pemerintah Swedia merumuskan “New Morality” dengan melakukan penelitian tentang relasi antara pria dan wanita. Hasilnya, 93% terbiasa melakukan hubungan sex di luar nikah. Oleh pemerintah Swedia, hasil penelitian tersebut dijadikan pijakan sebagai “New morality” di Swedia dengan memberi kebebasan antara pria dengan wanita melakukan hubungan sex di luar nikah alias “free sex”
10. Dua contoh di atas membuktikan bahwa ilmu tidak terlepas dari nilai-nilai moral. Tidak mengherankan, jika seorang Albert Einstein sampai mengeluarkan kata-kata sebagai berikut : “Science without religion is blind and religion without science is lame”
Dewasa ini nilai-nilai keilmuan baik dalam aspek ontology, epistemology maupun axiology-nya berlaku sebagai berikut :
1. Ontology ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan sosial adalah netral, apa adanya dan tidak terikat oleh nilai-nilai atau bebas nilai-nilai.
2. Epistetemology ilmu pengetahuan alam bersifat netral, apa adanya dan bebas nilai-nilai, namun epistemology ilmu pengetahuan sosial tidak demikian. Epistemology ilmu pengetahuan sosial terikat dengan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat karena ilmu pengetahuan sosial berhubungan dengan manusia yang selalu memiliki tujuan.
3. Axiology ilmu pengetahuan alam maupun ilmu pengetahuan sosial tidak terlepas dari nilai-nilai atau terikat oleh nilai-nilai dalam menerapkannya. Penerapan atau penggunaan kedua ilmu pengetahuan tersebut harus memperhatikan nilai agama, moral, hukum, budaya dan sebagainya.

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *