MATERI 9 – SILOGISME

Bahan presentasi :

Filsafat Ilmu dan Logika 9 – Silogisme

Bahan Pengayaan :

  1. Blog Mulyo Wiharto
  2. Blog Aminuddin
  3. Blog Zinggara Hidayat
  4. Blog Hasyim Purnama

Uraian materi :
Deduksi sering disebut sebagai silogisme yaitu proses penalaran yang menghubungkan dua proposisi yang berlainan untuk menurunkan sebuah kesimpulan. Proposisi pertama dan kedua dalam silogisme disebut premis. Proposisi ketiga disebut konklusi. Contoh silogisme :
1. Premis pertama : Semua mahasiswa adalah makhluk yang dapat berpikir
2. Premis kedua : Silvy adalah mahasiswa
3. Kesimpulan : Silvy adalah makhluk yang dapat berpikir
Atau :
1. Premis pertama : Susilo adalah manusia
2. Premis kedua : Semua manusia adalah ciptaan Tuhan
3. Kesimpulan : Susilo adalah ciptaan Tuhan
Bentuk formal silogisme adalah silogisme kategorik yaitu bentuk formal suatu deduksi yang terdiri atas proposisi-proposisi kategorik. Proposisi kategorik merupakan konsep terkecil atau bentuk pikiran terkecil yang digunakan untuk menurunkan pengetahuan. Salah satu bentuk silogisme kategorik sebagai berikut :
1. Premis pertama : Semua M adalah P
2. Premis kedua : S adalah M
3. Kesimpulan : S adalah P.
Contohnya,
1. Premis pertama : Semua manusia (M) adalah homo faber (P)
2. Premis kedua : Mahasiswa (S) adalah manusia (M)
3. Kesimpulan : Mahasiswa (S) adalah homo faber (P)
Menurut Aristoteles, proposisi kategorik yang membentuk silogisme kategorik mempunyai pola S-P (Subyek–Predikat). Term S dan P adalah kata benda dan bersifat substantif, sedangkan antara S dan P terdapat pengait yang disebut kopula. Kopula dalam proposisi kategorik standar berbentuk “itu” “adalah” “yaitu” “ialah” dan sebagainya. Contohnya : Zaky adalah mahasiswa, ayam itu hewan, beringin yaitu tumbuhan, dan sebagainya.
Menurut Aristoteles cara untuk menyatakan suatu hal dapat dilakukan menurut pola-pola sebagai berikut :
1. Semua S adalah P, contohnya : semua manusia adalah makhluk hidup
2. Semua S adalah bukan P, contohnya : semua manusia adalah bukan benda mati
3. Beberapa S adalah P, contohnya : Ani adalah manusia atau beberapa manusia adalah orang baik-baik
4. Beberapa S adalah bukan P, contohnya : Ani adalah bukan benda mati atau beberapa manusia adalah bukan orang baik-baik
Silogisme standar terdiri atas 3 (tiga) term dan 3 (tiga) proposisi kategorik, yakni : term mayor yang mengandung term predikat dan berupa kelas
1. Term minor yang mengandung term subyek dan berupa anggota kelas.
2. Term M (terminus medius atau term tengah) adalah term yang tidak muncul dalam konklusi.
3. Term M ada dalam premis mayor sebagai kelas dan dalam premis minor sebagai anggota kelas.
Silogisme standar mempunyai 4 (empat) bentuk susunan sebagai berikut :
1. Susunan I berbentuk M-P, S-M, S-P, contohnya :
Semua manusia (M) adalah homo simbolicum (P)
Dewi (S) adalah manusia (M)
Jadi Dewi (S) adalah homo simbolicum (P)
2. Susunan II berbentuk M-P, M-S, S-P, contohnya :
Semua manusia normal (M) suka berbuat baik (P)
Salah satu manusia normal (M) adalah Dedy (S)
Dedy (S) suka berbuat baik (P)
3. Susunan III berbentuk P-M, S-M, S-P, contohnya :
Bernafas (P) dapat dilakukan oleh semua manusia (M)
Ary (S) adalah manusia (M)
Ary (S) dapat bernafas (P)
4. Susunan IV berbentuk P-M, M-S, S–P, contohnya :
Berpikir ilmiah (P) adalah keharusan semua sarjana (M)
Salah satu sarjana (M) adalah Susilo (S)
Susilo (S) harus berpikir ilmiah (P)
Kombinasi antara premis mayor dan premis minor dengan proposisi A, E, I, O menghasilkan bentuk proposisi sebanyak 16 bentuk kombinasi yakni:
Kombinasi 1 2 3 4 5 6 7 8
Mayor A A A A E E E E
Minor A E I O A E I O

Kombinasi 9 10 11 12 13 14 15 16
Mayor I I I I O O O O
Minor A E I O A E I O
Masing-masing bentuk kombinasi dilengkapi dengan konklusi dalam bentuk proposisi A, E, I, O sehingga menghasilkan 16 x 4 atau 64 bentuk modus. Kombinasi 1 misalnya, menghasilkan modus AAA, AAE, AAI, AAO, kombinasi 2 akan menghasilkan modus AEA, AEE, AEI, AEO, dan seterusnya.
Masing-masing modus dikombinasikan dengan silogisme standar, sehingga masing-masing modus terbentuk 16 x 4 kombinasi dan seluruh modus menghasilkan 64 x 4 kombinasi atau 256 bentuk silogisme. Modus 1 misalnya, menghasilkan silogisme AAA dalam bentuk M-P M-S S-P, M-P P-M S-P, P-M M-S S-P dan P-M S-M S-P, hal yang sama juga untuk modus 2, 3 dan seterusnya sehingga menghasilkan 256 bentuk silogisme.
Hasil kombinasi berbagai silogisme tidak semuanya benar, absah atau valid. Silogisme yang valid terdiri dari bentuk-bentuk silogisme sebagai berikut :
1. Bentuk silogisme A A A , contohnya :
Semua makhluk hidup mempunyai kebutuhan
Semua manusia adalah makhluk hidup
Jadi, semua manusia mempunyai kebutuhan
2. Bentuk silogisme A I I, contohnya :
Semua makhluk hidup mempunyai kebutuhan
Hewan adalah makhluk hidup
Jadi, hewan mempunyai kebutuhan
3. Bentuk silogisme A E E, contohnya :
Semua karyawan pasti akan mendapatkan gaji
Semua PNS adalah karyawan
Jadi, semua PNS pasti akan mendapatkan gaji
4. Bentuk silogisme A O O, contohnya :
Semua tumbuhan mempunyai dedaunan
Ayam adalah bukan tumbuhan
Jadi, ayam tidak mempunyai dedaunan
5. Bentuk silogisme I A I, contohnya :
Rexona adalah parfum
Semua parfum mempunyai aroma yang harum
Jadi, Rexona mempunyai aroma yang harum
6. Bentuk silogisme I E O, contohnya :
Rayhan adalah makhluk hidup
Semua makhluk hidup adalah bukan mesin
Jadi, Rayhan adalah bukan mesin.
7. Bentuk silogisme E A E, contohnya :
Semua batu adalah bukan makhluk hidup
Semua cadas adalah batu
Jadi, semua cadas adalah bukan makhluk hidup
8. Bentuk silogisme E I O, contohnya :
Semua penjahat adalah bukan orang baik-baik
Bromocorah adalah penjahat
Jadi, bromocorah adalah bukan orang baik-baik
9. Bentuk silogisme O A O, contohnya :
Sepeda adalah bukan kendaraan bermotor
Semua kendaraan bermotor memerlukan bahan bakar
Jadi, sepeda tidak memerlukan bahan bakar
Bentuk silogisme menjadi tidak standar karena susunan proposisinya tidak S-P, proposisinya tidak lengkap, dan proposisinya tidak menggunakan kopula. Contoh-contoh silogisme yang tidak standar adalah :
1. Susunan proposisinya tidak S-P, contohnya : Yang menggunakan senjata tentara. Pernyataan ini dapat diartikan “ada orang yang menggunakan senjata yang dimiliki tentara” atau “tentara adalah orang yang menggunakan senjata”. Susunan tersebut menjadi standar jika ditulis dengan susunan S-P, yakni tentara adalah orang yang menggunakan senjata.
2. Proposisi tersebut tidak lengkap, contohnya : Pussy. Pernyataan ini tidak lengkap sehingga tidak jelas apa maksudnya. Pussy dapat diartikan sebagai nama orang atau panggilan untuk seekor kucing. Susunan tersebut menjadi standar, jika proposisinya lengkap, misalnya orang itu bernama Pussy atau Pussy adalah nama panggilan kucing kesayangan adiknya.
3. Proposisi tidak memakai kopula tetapi menggunakan term aktivitas, contohnya : Idris makan. Pernyataan ini bermaksud untuk memberitahu ada orang yang sedang makan atau menerangkan siapa orang yang sedang makan. Susunan tersebut menjadi standar jika diberikan kopula, yakni Idris adalah orang yang sedang makan.

MATERI 10 – RELASI SILOGISME

Bahan presentasi :

Filsafat Ilmu dan Logika 10 – Relasi Silogisme

Bahan Pengayaan :

  1. Blog Mulyo Wiharto
  2. Blog Aminuddin
  3. Blog Zinggara Hidayat
  4. Blog Hasyim Purnama

Uraian materi :

Deduksi mempunyai prinsip yang terdiri dari prinsip persamaan, prinsip perbedaan, prinsip distribusi dan prinsip distribusi negative. Prinsip persamaan menyebutkan bahwa dua hal adalah sama, jika hal pertama dan hal kedua sama dengan hal ketiga atau S = M = P, jadi S = P. Contoh : Mangga (S) adalah tumbuhan (M), setiap tumbuhan (M) mempunyai dedaunan (P), jadi mangga (S) mempunyai dedaunan (= P)
Prinsip perbedaan menyatakan bahwa dua hal adalah berbeda, jika hal pertama sama dengan hal ketiga, namun hal kedua tidak sama dengan hal ketiga atau S = M # P. Contoh : Bayam (S) adalah tumbuhan, semua tumbuhan (M) adalah bukan mesin (# P), jadi bayam (S) adalah bukan mesin (# P)
Prinsip distribusi menyebutkan bahwa apa yang berlaku untuk kelas, maka berlaku pula untuk masing-masing anggota kelas. Contohnya, semua burung mempunyai sayap, kutilang adalah burung, jadi kutilang mempunyai sayap. Sayap berlaku bagi burung, maka berlaku pula bagi kutilang karena kutilang adalah burung.
Prinsip distribusi negatif menyebutkan bahwa apa yang diingkari untuk suatu kelas, juga diingkari untuk masing-masing anggota kelas. Contohnya, semua hewan tidak mempunyai dedaunan, kucing adalah hewan, jadi kucing tidak mempunyai dedaunan.
Silogisme ditentukan berdasarkan hukum-hukum tertentu sebagai berikut :
1. Jumlah term dalam silogisme tidak boleh lebih dari tiga, yakni : S, M, P
Contoh :
Semua artis (M) mempunyai fans (P)
Kris Dayanti (S) adalah artis (M)
Jadi, Kris Dayanti (S) mempunyai fans (P)
2. Term tengah (M) tidak boleh terdapat dalam konklusi
Contoh :
Semua parfum (M) mempunyai aroma yang khas
Rexona adalah parfum (M)
Jadi, Rexona mempunyai aroma yang khas
3. Term tengah (M) setidaknya satu kali harus berdistribusi
Contoh :
Semua baterry (M) mempunyai energi
Accu adalah baterry
Jadi, accu mempunyai energi
4. Jika semua proposisi dalam premis adalah proposisi afirmative (A atau I), maka konklusi-nya harus afirmative
Contoh :
(A) Semua manusia mencintai kedamaian
(I) Mahasiswa adalah manusia
(I) Jadi, mahasiswa mencintai kedamaian
5. Proposisi dalam premis tidak boleh keduanya proposisi particular (I atau O), salah satu proposisi harus universal (A atau E).
Contoh :
(I) Beberapa polisi melakukan kejahatan
(I) Sersan Amir adalah polisi
(I) Jadi, Sersan Amir berbuat jahat (?)
6. Proposisi dalam premis tidak boleh keduanya negative (E atau O).
Contoh :
(E) Semua manusia adalah bukan makhluk halus
(O) Tuyul adalah bukan manusia
(O) Jadi, tuyul adalah bukan makhluk halus (?)
7. Jika salah satu proposisi negative (E atau O) maka konklusi-nya harus negative (E atau O).
Contoh :
(E) Semua manusia bukan makhluk halus
(I) Amir adalah manusia
(O) Jadi, Amir adalah bukan makhluk halus
Relasi-relasi dalam silogisme terjadi dengan cara : contrary, sub contrary, sub alternan dan contradictory. Relasi contrary (kebalikan) menyebutkan jika salah satu proposisi benar, maka proposisi yang lain pasti salah, yakni : jika proposisi A benar, maka proposisi E pasti salah dan jika proposisi E benar, maka proposisi A pasti salah. Jika (A) Semua mahasiswa adalah orang yang jujur dan (E) Semua mahasiswa adalah bukan orang yang jujur, maka akan berlaku hal sebagai berikut :
1. Jika proposisi A benar, maka proposisi E pasti salah, karena apabila semua mahasiswa adalah orang yang jujur itu benar (proposisi A benar), maka semua mahasiswa adalah orang yang tidak jujur adalah salah (proposisi E salah).
2. Jika proposisi E benar, maka proposisi A pasti salah, karena apabila semua mahasiswa adalah bukan orang yang jujur (proposisi E benar), maka tidak tersisa satu pun mahasiswa yang jujur (proposisi A salah).
Relasi sub contrary merupakan hubungan berkebalikan antara proposisi particular (I dan O), yakni : Jika proposisi I benar, maka proposisi O dapat salah, jika proposisi O benar, maka proposisi I dapat salah, proposisi I dan O keduanya dapat sama-sama benar dan dapat pula sama-sama salah. Jika (I) Beberapa mahasiswa adalah wanita yang cantik dan (O) Beberapa mahasiswa adalah wanita yang tidak cantik
Dari contoh di atas, misalnya jumlah seluruh wanita adalah 10 orang, maka dapat dinyatakan bahwa :
1. Jika jumlah wanita cantik adalah 8 orang itu benar (proposisi I benar), maka pernyataan bahwa jumlah wanita yang tidak cantik adalah 5 orang itu salah (proposisi O salah). Jika proposisi I benar, maka proposisi O salah.
2. Jika jumlah wanita yang tidak cantik adalah 5 orang itu benar (proposisi O benar), maka pernyataan bahwa jumlah wanita cantik adalah 8 orang itu salah (proposisi I salah). Jika proposisi O benar, maka proposisi I salah.
3. Proposisi I dan O dapat sama-sama benar, jika dari 10 wanita tersebut terdapat 8 wanita yang cantik dan 2 wanita yang tidak cantik.
4. Proposisi I dan O dapat sama-sama salah, jika dinyatakan bahwa di sana terdapat 13 wanita yang cantik dan 11 wanita yang tidak cantik.
Relasi sub alternan menyebutkan bahwa kebenaran proposisi pertama menjamin kebenaran proposisi kedua, tapi kebenaran proposisi kedua tidak menjamin kebenaran proposisi pertama. Kebenaran proposisi A menjamin kebenaran proposisi I, namun kebenaran proposisi I tidak menjamin kebenaran proposisi A. Kebenaran proposisi E menjamin kebenaran proposisi O, namun kebenaran proposisi O tidak menjamin kebenaran proposisi E. Jika (A) Semua peserta adalah WNI dan (I) Beberapa peserta adalah WNI atau jika (E) Semua peserta adalah bukan WNI dan (O) Beberapa peserta adalah bukan WNI, maka akan berlaku hal sebagai berikut :
1. Kebenaran proposisi A menjamin kebenaran proposisi I, sebab jika semua peserta berjumlah 20 orang dan semuanya adalah WNI (proposisi A), maka beberapa peserta (misalnya 5 orang) adalah WNI (proposisi I) dijamin kebenarannya.
2. Sebaliknya, jika beberapa peserta adalah WNI, maka hal ini tidak menjamin semua peserta adalah WNI. Dari peserta yang berjumlah 20 orang tersebut, misalnya 5 orang adalah WNI dan sisanya warga negara Canada, Cina, dan sebagainya, maka proposisi I tidak menjamin kebenaran proposisi A.
3. Hal yang sama dapat terjadi dalam melihat hubungan antara proposisi E dengan proposisi O.
Relasi contradictory (pertentangan) menyebutkan bahwa dua proposisi yang bertentangan, keduanya tidak dapat sama-sama benar atau sama-sama salah, yakni jika proposisi A benar, maka proposisi O pasti salah dan jjka proposisi E benar, maka proposisi I pasti salah. Jika (A) Semua peserta adalah WNI dan (O) Beberapa peserta adalah bukan WNI, atau jika (E) Semua peserta adalah bukan WNI dan (I) Beberapa peserta adalah WNI, maka akan berlaku hal sebagai berikut :
1. Jika semua peserta berjumlah 20 orang dan semuanya adalah WNI (proposisi A) adalah benar, maka beberapa peserta (misalnya 5 orang) adalah bukan WNI (proposisi O) adalah salah. Sebaliknya, jika proposisi O yang benar maka proposisi A pasti salah.
2. Jika semua peserta berjumlah 20 orang dan semuanya adalah bukan WNI (proposisi E) itu benar, maka beberapa peserta (misalnya 5 orang) adalah WNI (proposisi I) itu salah. Sebaliknya, jika proposisi I yang benar maka proposisi E pasti salah.

MATERI 11 – INDUKSI

Bahan presentasi :

Filsafat Ilmu dan Logika 11 – Induksi

Bahan Pengayaan :

  1. Blog Mulyo Wiharto
  2. Blog Aminuddin
  3. Blog Zinggara Hidayat
  4. Blog Hasyim Purnama

Uraian materi :

Induksi adalah proses berpikir yang bertolak dari sejumlah fenomena untuk menurunkan suatu kesimpulan atau cara menarik kesimpulan yang bersifat umum dari pernyataan yang bersifat khusus. Contoh penalaran yang berbentuk induksi :
1. Pernyataan khusus : Burung mempunyai mata dan burung adalah unggas
2. Pernyataan khusus : Ayam mempunyai mata dan ayam adalah unggas
3. Pernyataan khusus : Bebek mempunyai mata dan bebek adalah unggas
4. Pernyataan khusus : Itik mempunyai mata dan itik adalah unggas
5. Kesimpulan umum : Semua unggas mempunyai mata
Induksi adalah penalaran yang konklusi-nya lebih luas daripada premisnya. Premis sebuah induksi berupa proposisi empirik yang kembali pada observasi indera, sedangkan konklusi-nya bersifat universal dan berlaku umum untuk segala yang berkaitan dengan premis, contohnya:
3. Premis 1 : Semua unggas mempunyai mata
4. Premis 2 : Semua unggas adalah hewan
5. Premis 3 : Semua mamalia mempunyai mata
6. Premis 4 : Semua mamalia adalah hewan
7. Premis 5 : Semua primata mempunyai mata
8. Premis 6 : Semua primata adalah hewan
9. Premis 7 : Semua reptil mempunyai mata
10. Premis 8 : Semua reptil adalah hewan
11. Konklusi : Semua hewan mempunyai mata
Pernyataan induksi menghasilkan pernyataan yang bersifat ekonomis, karena satu pernyataan umum dapat menggantikan puluhan pernyataan khusus. Burung, ayam, bebek, itik, angsa dan sebagainya cukup diganti dengan semua unggas. Unggas, primata, mamalia, reptil dan sebagainya cukup diganti dengan semua hewan.
Pernyataan induksi menghasilkan pernyataan yang bersifat substansial, karena menghasilkan pernyataan yang lebih umum dari pernyataan yang sudah umum. Semua hewan, semua tumbuhan, semua manusia dapat diganti dengan semua makhluk hidup
Nilai kebenaran konklusi suatu induksi tidak bersifat pasti, namun berupa probabilitas. Tinggi rendahnya probabilitas suatu induksi tergantung faktor-faktor probabilitas. Faktor-faktor prababilitas terdiri atas 4 (empat) faktor sebagai berikut :
1. Makin besar jumlah fakta yang dijadikan dasar konklusi, makin tinggi probabilitas konklusi-nya, sebaliknya makin kecil jumlah fakta yang dijadikan dasar konklusi, makin rendah probabilitas konklusi-nya.
2. Makin besar jumlah faktor analoginya makin rendah probabilitas konklusi-nya, sebaliknya makin kecil jumlah faktor analoginya makin tinggi probabilitas konklusi-nya
3. Makin besar jumlah faktor disanaloginya makin tinggi probabilitas konklusi-nya, sebaliknya makin kecil jumlah faktor disanaloginya makin rendah probabilitas konklusi-nya
4. Makin luas konklusi-nya makin rendah probabilitasnya, sebaliknya makin sempit konklusi-nya makin tinggi probabilitasnya
Makin besar jumlah fakta yang dijadikan dasar konklusi, makin tinggi probabilitas konklusi-nya atau sebaliknya. Bandingkan pernyataan A dan pernyataan B.
Pernyataan A :
1. Fakta 1 : Ika adalah mahasiswa teladan, karena dia adalah mahasiswa yang rajin belajar
2. Fakta 2 : Zaky adalah mahasiswa teladan, karena dia adalah mahasiswa yang rajin belajar
3. Konklusi : Semua mahasiswa teladan adalah mahasiswa yang rajin belajar
Pernyataan B :
1. Fakta 1 : Ika adalah mahasiswa teladan, karena dia adalah mahasiswa yang rajin belajar
2. Fakta 2 : Zaky adalah mahasiswa teladan, karena dia adalah mahasiswa yang rajin belajar
3. Fakta 3 : Rayhan adalah mahasiswa teladan, karena dia adalah mahasiswa yang rajin belajar
4. Fakta 4 : Sari adalah mahasiswa teladan, karena dia adalah mahasiswa yang rajin belajar
5. Fakta 5 : Eli adalah mahasiswa teladan, karena dia adalah mahasiswa yang rajin belajar
6. Konklusi : Semua mahasiswa teladan adalah mahasiswa yang rajin belajar
Pernyataan A dan pernyataan B menghasilkan konklusi yang sama, namun tingkat probabilitas konklusi-nya berbeda akibat jumlah fakta yang dijadikan sebagai dasar penarikan kesimpulan. Konklusi B lebih tinggi tingkat probabilitas konklusi-nya dibanding konklusi A, karena mempunyai jumlah fakta yeng lebih besar.
Makin besar jumlah faktor analoginya makin rendah probabilitas konklusi-nya atau sebaliknya. Bandingkan pernyataan A dan pernyataan B.
Pernyataan A :
1. Ika adalah mahasiswa teladan, karena dia adalah mahasiswa yang rajin belajar
2. Zaky adalah mahasiswa teladan, karena dia adalah mahasiswa yang rajin belajar
3. Rayhan adalah mahasiswa teladan, karena dia adalah mahasiswa yang rajin belajar
4. Sari adalah mahasiswa teladan, karena dia adalah mahasiswa yang rajin belajar
5. Eli adalah mahasiswa teladan, karena dia adalah mahasiswa yang rajin belajar
6. Evi adalah mahasiswa teladan, karena dia adalah mahasiswa yang rajin belajar
7. Jadi, semua mahasiswa teladan adalah mahasiswa yang rajin belajar
Pernyataan B :
1. Eri adalah mahasiswa teladan, karena dia adalah mahasiswa yang rajin belajar, membaca dan kreatif
2. Wati adalah mahasiswa teladan, karena dia adalah mahasiswa yang rajin belajar, membaca dan kreatif
3. Budi adalah mahasiswa teladan, karena dia adalah mahasiswa yang rajin belajar, membaca dan kreatif
4. Jadi, semua mahasiswa teladan adalah mahasiswa yang rajin belajar, membaca dan kreatif
Pernyataan A mempunyai tingkat probabilitas konklusi yang lebih tinggi dibanding dengan konklusi B, karena mempunyai faktor analogi yang lebih sedikit. Pernyataan A mempunyai 1 (satu) faktor analogi, yaitu rajin belajar, sehingga peluangnya besar, sedangkan pernyataan B mempunyai 3 (tiga) faktor analogi, yaitu rajin belajar, membaca dan kreatif, sehingga peluangnya lebih kecil.
Makin besar jumlah faktor disanaloginya makin tinggi probabilitas konklusi-nya atau sebaliknya. Bandingkan pernyataan A dan pernyataan B.
Pernyataan A :
1. Ika adalah mahasiswa teladan, karena dia adalah mahasiswa yang rajin belajar dan membaca
2. Zaky adalah mahasiswa teladan, karena dia adalah mahasiswa yang rajin belajar dan membaca
3. Rayhan adalah mahasiswa teladan, karena dia adalah mahasiswa yang rajin belajar dan membaca
4. Sari adalah mahasiswa teladan, karena dia adalah mahasiswa yang rajin belajar dan membaca
5. Eli adalah mahasiswa teladan, karena dia adalah mahasiswa yang rajin belajar, membaca dan tekun
6. Jadi, semua mahasiswa teladan adalah mahasiswa yang rajin belajar dan membaca
Pernyataan B :
1. Widya adalah mahasiswa teladan, karena dia adalah mahasiswa yang rajin belajar dan membaca
2. Sandy adalah mahasiswa teladan, karena dia adalah mahasiswa yang rajin belajar, membaca dan kreatif
3. Wawan adalah mahasiswa teladan, karena dia adalah mahasiswa yang rajin belajar, membaca dan tekun
4. Della adalah mahasiswa teladan, karena dia adalah mahasiswa yang rajin belajar, membaca dan inovatif
5. Budi adalah mahasiswa teladan, karena dia adalah mahasiswa yang rajin belajar, membaca dan aktif
6. Jadi, semua mahasiswa teladan adalah mahasiswa yang rajin belajar dan membaca
Pernyataan A mempunyai tingkat probabilitas konklusi yang lebih rendah dibanding dengan konklusi B, karena mempunyai faktor disanalogi yang lebih sedikit.
Pernyataan A mempunyai 1 (satu) faktor disanalogi (tekun), sehingga konklusi-nya hanya berlaku bagi mahasiswa yang rajin belajar, membaca dan tekun, sedangkan pernyataan B mempunyai 4 (empat) faktor disanalogi (tekun, kreatif, inovatif dan aktif), sehingga konklusi-nya berlaku bukan hanya bagi mahasiswa yang rajin belajar, membaca dan tekun, tetapi juga berlaku untuk mahasisa yang kreatif, inovatif, dan aktif.
Makin luas konklusinya makin rendah probabilitasnya atau sebaliknya. Bandingkan luas konklusi A dan konklusi B dengan luas premis pada contoh di bawah ini :
1. Premis 1 : Zaky adalah mahasiswa teladan, karena dia adalah mahasiswa yang rajin belajar dan membaca
2. Premis 2 : Ika adalah mahasiswa teladan, karena dia adalah mahasiswa yang rajin belajar dan membaca
3. Premis 3 : Rayhan adalah mahasiswa teladan, karena dia adalah mahasiswa yang rajin belajar dan membaca
4. Premis 4 : Sari adalah mahasiswa teladan, karena dia adalah mahasiswa yang rajin belajar dan membaca
5. Premis 5 : Eli adalah mahasiswa teladan, karena dia adalah mahasiswa yang rajin belajar, membaca dan kreatif
6. Konklusi A : Semua mahasiswa teladan adalah mahasiswa yang rajin belajar dan membaca
7. Konklusi B : Semua mahasiswa teladan adalah mahasiswa yang rajin belajar, membaca dan kreatif
Konklusi A sama luas dengan premisnya (premis 1 s/d 4) atau lebih sempit dibanding dengan premisnya (premis 5), sedangkan konklusi B mempunyai konklusi yang lebih luas dibanding dengan premisnya (premis 5). Dengan kata lain, konklusi B lebih luas daripada konklusi A atau probabilitas konklusi A lebih tinggi dibanding dengan konklusi B. Konklusi A lebih menjangkau lebih banyak fakta, karena hanya memerlukan 2 (dua) analogi (rajin belajar dan membaca), sedangkan konklusi B memerlukan 3 (tiga) analogi (rajin belajar, membaca dan kreatif) sehingga menjangkau fakta yang lebih sedikit.

MATERI 12 – HUBUNGAN-HUBUNGAN DALAM INDUKSI

Bahan presentasi :

Filsafat Ilmu dan Logika 12 – Hubungan dalam Induksi

Bahan Pengayaan :

  1. Blog Mulyo Wiharto
  2. Blog Aminuddin
  3. Blog Zinggara Hidayat
  4. Blog Hasyim Purnama

Uraian materi :

Kesimpulan suatu induksi diperoleh dengan melakukan generalisasi. Generalisasi adalah membuat konklusi yang bersifat umum dengan menyimpulkan premis-premis dari proposisi empirik. Apa yang beberapa kali terjadi dalam kondisi tertentu diharapkan akan selalu terjadi apabila kondisinya sama. Contohnya, siang hari cuaca kota Bandung sangat terik dan pada malam harinya turun hujan, siang hari cuaca kota Semarang sangat terik dan pada malam harinya turun hujan, siang hari cuaca kota Surabaya sangat terik dan pada malam harinya turun hujan. Dari beberapa kondisi tersebut dapat digeneralisasi bahwa apabila cuaca di suatu kota sangat terik di siang hari, maka pada malam harinya akan turun hujan.
Generalisasi adalah membuat konklusi yang diambil dari sejumlah fenomena yang berlaku untuk fenomena lain sejenis yang belum diselidiki. Contohnya, ada sebuah cairan yang belum teridentifikasi. Dari fenomena yang terlihat dapat disimpulkan bahwa cairan tersebut adalah BBM, karena bau, warna dan sifatnya yang mudah terbakar. Contoh lainnya, ada benda yang belum diketahui namanya, namun gejala-gejalanya dapat diidentifikasi yakni berbentuk bulat, terbang melayang, mengeluarkan cahaya dan tiba-tiba menghilang. Benda tersebut sejenis dengan fenomena yang diperlihatkan oleh piring terbang (UFO), maka dapat disimpulkan bahwa benda tersebut adalah piring terbang pula.
Syarat generalisasi adalah tidak terikat jumlah, artinya jika semua A adalah B, maka B berlaku untuk sejumlah A, berapa pun jumlah A tersebut. Contoh : Euis adalah orang Sunda dan ia suka lalap, Cecep adalah orang Sunda dan ia suka lalap, Ery adalah orang Sunda dan ia suka lalap, Ujang adalah orang Sunda dan ia suka lalap, maka dapat digeneralisasi bahwa semua orang Sunda suka lalap. Dalam generalisasi tersebut tidak ada ikatan berapa jumlah orang Sunda yang dijadikan sebagai dasar penarikan kesimpulan.
Syarat kedua generalisasi adalah harus dapat dijadikan dasar pengandaian, artinya andaikata x, y, z sama dengan A dan A adalah B, maka x, y, z sama dengan B, walaupun faktanya x, y, z tersebut tidak sama dengan A. Contoh : Yulinar, Yulizar, Syamsiar, Maniar, Erizal, dan Syahrial adalah orang Minang dan mereka suka makanan yang pedas. Dapat disimpulkan bahwa semua orang Minang suka makanan yang pedas, walaupun ada juga orang Minang yang tidak suka makanan yang pedas.
Syarat ketiga generalisasi adalah tidak terbatas ruang dan waktu (spasio temporal) artinya hasil generalisasi tersebut berlaku kapan dan dimana pun berada. Kesimpulan yang menyatakan bahwa semua orang Sunda suka lalap dan semua orang Minang suka makanan yang pedas berlaku kapan pun dan dimana pun berada.
Dalam suatu induksi ada yang melakukannya dengan analogi. Analogi induksi adalah proses penalaran yang bertolak dari dua peristiwa khusus atau lebih yang mirip satu sama lain atau proses penalaran yang bertolak dari kesamaan aktual antara dua hal atau lebih. Contoh : Citra dan Muslim adalah sama-sama mahasiswa Kampus Emas. Setelah bekerja, Citra menjadi karyawan yang profesional, maka dapat disimpulkan bahwa Muslim pun akan menjadi karyawan yang profesional kalau kelak menjadi karyawan.
Induksi juga dapat dilakukan dengan melakukan komparasi, yakni penarikan kesimpulan berdasarkan kesamaan dua hal atau lebih. Dua hal tersebut dicari kesamaannya, sedangkan perbedaannya diabaikan. Contoh : Bella adalah mahasiswa Fakultas Psikologi dan ia adalah anak yang rajin, Ferry adalah mahasiswa Fakultas Psikologi dan ia adalah anak yang rajin, maka dapat disimpulkan bahwa Santi juga anak yang rajin, karena ia mahasiswa Mahasiswa Psikologi. Santi analog dengan Bella dan Ferry, yakni sama-sama mahasiswa Fakultas Psikologi, sehingga apa yang berlaku bagi Bella dan Ferry,
Tujuan analogi induksi adalah meramalkan kesamaan, misalnya : Citra, Dedy, Sisca dan Hery adalah lulusan Universitas Indonusa Esa Unggul dan mereka mampu menjadi karyawan yang berprestasi, maka Eky diramalkan akan menjadi karyawan berprestasi karena sama-sama lulusan Universitas Indonusa Esa Unggul.
Induksi juga bertujuan untuk menyingkap kekeliruan, contohnya : Di Indonesia terjadi peledakan bom di mana-mana, di pusat pertokoan, di kedutaan, bahkan di mesjid dan gereja. Pengeboman dapat terjadi di mana saja, bukan hanya tempat-tempat yang telah disebutkan, maka keliru kalau menjadi takut pergi kemana pun hanya karena sering terjadi peledakan bom.
Induksi dapat digunakan untuk menyusun klasifikasi, maksudnya sesuatu hal dapat diklasifikasikan dengan melihat ciri-ciri yang sama, walaupun sesuatu itu belum dapat diberi nama. Contohnya, ada kendaraan yang belum diberi nama, namun dapat diklasifikasikan dengan melihat ciri-cirinya, yakni mempunyai setir, body, mesin dan beroda 2 (dua). Berdasarkan ciri-ciri tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa benda yang dimaksud adalah sejenis sepeda motor.
Dalam induksi ada pula yang berusaha menarik kesimpulan secara kausal yakni berusaha menemukan sebab-sebab suatu kejadian, sebab tidak ada kejadian tanpa suatu sebab (nihil fit sine causa). Sebab adalah kondisi yang menjadi dasar terjadinya sesuatu, terdiri dari kondisi mutlak dan kondisi memadai
Kondisi mutlak (necessary condition) adalah kondisi yang menggambarkan bahwa jika tidak ada sebab, maka tidak ada akibat. Tidak akan ada akibat A jika tidak ada sebab B. Contohnya, tidak belajar sungguh-sunguh akibatnya tidak lulus dalam ujian. Belajar sungguh-sungguh merupakan kondisi mutlak.
Kondisi memadai (sufficient condition) adalah kondisi yang menggambarkan bahwa jika ada sebab, maka akan ada akibat. Ada akibat A karena ada sebab B. Contohnya, setelah lulus ujian seleksi, maka seseorang diterima bekerja di perusahaan. Lulus ujian seleksi merupakan kondisi memadai.
Adanya hubungan sebab dengan akibat atau hubungan kausal dapat diuji dengan pertanyaan : Apakah cukup terdapat sebab untuk menghasilkan akibat? Apakah tidak ada sebab lain yang menimbulkan akibat tersebut ? Hubungan kausal dapat berbentuk relasi sebab ke akibat, relasi akibat ke sebab dan relasi akibat ke akibat.
Relasi sebab ke akibat, maksudnya dari suatu peristiwa yang dianggap sebab kemudian bergerak menuju kesimpulan sebagai akibat, baik berupa efek terdekat maupun serangkaian efek. Contohnya, kuman amoeba mengakibatkan sakit perut, tabrakan mengakibatkan seseorang menjadi terluka, berdarah, cacat, kehilangan pekerjaan, dan sebagainya.
Relasi akibat ke sebab, maksudnya dari suatu peristiwa yang dianggap sebagai akibat kemudian bergerak menuju sebab yang menimbulkannya. Contohnya, sakit hati disebabkan oleh perkataan yang menghina, pandai berenang disebabkan oleh latihan yang teratur. Relasi akibat ke akibat, maksudnya dari akibat menuju akibat lain tanpa harus mencari sebabnya. Contohnya, sakit mengakibatkan ia tidak kuliah, tidak dicari sebab-sebabnya mengapa ia sakit.
Hubungan sebab dengan akibat dapat terjadi secara kebetulan atau tidak ada hubungan intrinsik. Hubungan intrinsik adalah hubungan sebab dengan akibat yang terjadi bukan karena kebetulan. Akibat disimpulkan dengan adanya sebab dan sebab disimpulkan dengan adanya akibat. Contoh hubungan yang terjadi karena kebetulan adalah terjadinya kebanjiran di Jakarta dengan turunnya hujan di Semarang. Hubungan tersebut dapat berbentuk hubungan intrinsik jika hujan tersebut terjadi di Bogor. Terjadinya hujan di Bogor dengan terjadinya banjir di Jakarta mempunyai hubungan intrinsik, karena terdapat hubungan yang meyakinkan antara kedua peristiwa tersebut melalui sungai Cisadane dan Ciliwung. Hubungan intrinsik dapat ditentukan dengan metoda persamaan, metoda perbedaan, metoda gabungan, metoda residu dan metoda variasi.
Metoda persamaan menyebutkan bahwa apabila beberapa peristiwa mempunyai satu faktor yang sama, maka faktor tersebut merupakan sebab atau akibatnya. Contohnya :
1. Wati rajin menari klasik, sering membersihkan diri, suka minum es dan dia sakit perut.
2. Andi suka menyanyi dangdut, rajin berenang, suka minum es dan dia sakit perut.
3. Susi gemar mengkoleksi perangko, suka lari pagi, suka minum es dan dia sakit perut
Suka minum es merupakan satu-satunya faktor yang sama, sehingga dapat disimpulkan bahwa minum es tersebut merupakan penyebab terjadinya sakit perut.
Metoda perbedaan menyebutkan bahwa apabila peristiwa pertama dan peristiwa kedua semua faktornya sama kecuali satu yang berbeda, peristiwa pertama tidak mengandung faktor yang berbeda, sedangkan peristiwa kedua mengandung faktor yang berbeda, maka faktor satu-satunya tersebut adalah sebab atau akibat yang tak terpisahkan dari peristiwa tersebut. Contoh :
1. Meli rajin berolah raga, suka makan buah, tidak suka minum es dan dia tidak sakit perut.
2. Iwan rajin berolah raga, suka makan buah, suka minum es dan dia sakit perut.
3. Sally rajin berolah raga, suka makan buah, suka minum es dan dia sakit perut.
Minum es merupakan faktor yang membedakan antara kedua peristiwa tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa suka minum es merupakan penyebab terjadinya sakit perut.
Metoda gabungan menyebutkan bahwa apabila dua peristiwa yang berbeda mempunyai faktor yang sama kemudian terjadi suatu gejala, sedangkan peristiwa lain mempunyai faktor yang berbeda kemudian tidak terjadi suatu gejala, maka faktor tersebut merupakan sebab atau akibat yang tidak terpisahkan dari peristiwa tersebut. Contoh :
1. Edy makan nasi, makan daging, makan buah, minum sirop. Dedy sakit perut
2. Dedy makan bubur, makan udang, makan krupuk, minum sirop. Eddy sakit perut
3. Ady makan roti, makan ikan, makan emping, minum sirop. Deny sakit perut
4. Ety makan roti, makan ikan, makan emping, tidak minum sirop. Ety tidak sakit perut
5. Eny makan roti, makan ikan, makan emping, tidak minum sirop. Eny tidak sakit perut
6. Jadi minum sirop yang mengakibatkan terjadinya sakit perut
Pada peristiwa di atas terdapat faktor yang sama pada beberapa peristiwa, yakni minum sirop, namun factor tersebut tidak terdapat pada beberapa peristiwa yang lain. Ketika factor tersebut muncul terjadi gejala sakit perut, namun ketika tidak muncul tidak terjadi apa-apa, maka dapat disimpulkaan bahwa minum sirop merupakan penyebab terjadinya sakit perut.
Metoda residu menyebutkan bahwa dengan menggunakan suatu induksi, hapuslah gejala yang merupakan akibat yang ada pada premis, maka sisa gejala tersebut merupakan akibat suatu premis. Contoh :
1. Membaca buku, menonton televisi, mendengarkan radio televisi mengakibatkan dia menjadi cerdas, kreatif dan inovatif.
2. Membaca buku mengakibatkan dia menjadi cerdas
3. Mendengarkan radio mengakibatkan dia menjadi kreatif
4. Jadi, menonton televisi mengakibatkan dia menjadi inovatif.
Metoda variasi menyebutkan bahwa apabila factor A berubah dengan cara tertentu dan gejala B ikut berubah dengan cara tertentu pula, maka faktor A tersebut merupakan sebab atau akibat gejala B. Contoh :
1. Membaca buku, suka mendengarkan radio, gemar menonton televisi mengakibatkan dia menjadi kreatif, inovatif dan cerdas.
2. Membaca buku secara tekun, suka mendengarkan radio, gemar menonton televisi mengakibatkan dia menjadi kreatif, inovatif dan makin cerdas.
3. Membaca buku kurang tekun, suka mendengarkan radio, gemar menonton televisi mengakibatkan dia menjadi kreatif, inovatif dan kurang cerdas.
4. Tidak pernah membaca buku, suka mendengarkan radio, gemar menonton televisi mengakibatkan dia menjadi kreatif, inovatif dan tidak cerdas.
5. Jadi, membaca buku mengakibatkan dia menjadi cerdas

MATERI 13 – SARANA BERPIKIR DEDUKSI DAN INDUKSI

Bahan presentasi

Filsafat Ilmu dan Logika 13 – Sarana berpikir Deduktif dan Induktif

Bahan Pengayaan :

  1. Blog Mulyo Wiharto
  2. Blog Aminuddin
  3. Blog Zinggara Hidayat
  4. Blog Hasyim Purnama

Uraian materi :

  • Materi : Sarana berpikir deduktif
  • Hasil akhir yang diharapkan : Mahasiswa mampu menguraikan penalaran deduktif dengan bahasa matematika
  • Cara mengerjakan :
  1. Carilah tulisan tentang matematika sebagai sarana berpikir deduktif, misalnya dari buku Filsafat Ilmu karangan Jujun Suria Sumantri
  2.  Buatlah kutipan menggunakan teknik paraphrasing
  3.  Susun kutipan tersebut secara sistematis
  • Ketentuan penyelesaian tugas :
  1. Dibuat di blog mahasiswa
  2. Blog di link ke web hybrid learning
  3. Blog mencantumkan logo dan nama Universitas Esa Unggul
  4. Diselesaikan sebelum batas akhir penyerahan tugas (tanggal …  Desember 2012)
  • Kriteria penilaian :
  1. Nilai E ( < 45 ) : Tidak melaksanakan tugas
  2. Nilai D ( > 45 ) :Tidak dapat menarik kesimpulan secara deduktif dan tidak pula menjelaskannya
  3. Nilai C ( > 60 ) : Menarik kesimpulan secara deduktif namun tidak dapat menjelaskannya secara baik (aktif namun kurang benar penjelasannya)
  4. Nilai B, B-, B+ ( > 65 ) : Menarik kesimpulan secara deduktif dan menjelaskannya dengan baik  (1 – 2 kali memberi penjelasan dengan benar)
  5. Nilai A, A- ( > 77 ) :Menarik kesimpulan secara deduktif dan menjelaskannya dengan baik sekali (lebih dari 3 kali memberi penjelasan dengan benar)  .
  6. Batas minimal nilai lulus C sedangkan nilai E dan D tidak lulus
  • Materi : Sarana berpikir induktif
  • Hasil akhir yang diharapkan : Mahasiswa mampu menguraikan penalaran deduktif dengan bahasa statistika
  • Cara mengerjakan :
  1. Carilah tulisan tentang statistika sebagai sarana berpikir induktif, misalnya dari buku Filsafat Ilmu karangan Jujun Suria Sumantri
  2.  Buatlah kutipan menggunakan teknik paraphrasing
  3.  Susun kutipan tersebut secara sistematis
  • Ketentuan penyelesaian tugas :
  1. Dibuat di blog mahasiswa
  2. Blog di link ke web hybrid learning
  3. Blog mencantumkan logo dan nama Universitas Esa Unggul
  4. Diselesaikan sebelum batas akhir penyerahan tugas (tanggal …  Januari 2013)
  • Kriteria penilaian :
  1. Nilai E ( < 45 ) : Tidak melaksanakan tugas
  2. Nilai D ( > 45 ) :Tidak dapat menarik kesimpulan secara induktif dan tidak pula menjelaskannya
  3. Nilai C ( > 60 ) : Menarik kesimpulan secara induktif namun tidak dapat menjelaskannya secara baik (aktif namun kurang benar penjelasannya)
  4. Nilai B, B-, B+ ( > 65 ) : Menarik kesimpulan secara induktif dan menjelaskannya dengan baik  (1 – 2 kali memberi penjelasan dengan benar)
  5. Nilai A, A- ( > 77 ) : Menarik kesimpulan secara induktif dan menjelaskannya dengan baik sekali (lebih dari 3 kali memberi penjelasan dengan benar)  .
  6. Batas minimal nilai lulus C sedangkan nilai E dan D tidak lulus

MATERI 14 – SARANA BERPIKIR INDUKTIF

Bahan presentasi :

dapat didownload di sini : Filsafat Ilmu dan Logika 14 – Axiology

Bahan Pengayaan :

  1. Blog Mulyo Wiharto
  2. Blog Aminuddin
  3. Blog Zinggara Hidayat
  4. Blog Hasyim Purnama

Uraian materi :

Axiology adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki tentang hakekat nilai. Dalam konteks filsafat ilmu, Axiology adalah bidang yang mempelajari kegunaan ilmu pengetahuan bagi umat manusia. Pengertian nilai dapat dipahami dengan berbagai pendekatan, yakni pendekatan subyektivitas, pendekatan obyektivisme logis dan pendekatan obyektivisme metafisik.
Menurut pendekatan subyektivitas, nilai adalah reaksi yang diberikan seseorang dan keberadaannya tergantung pengalaman. Pendekatan ini sejalan dengan pendapat R.B. Perry nilai adalah obyek kepentingan. Sesuatu bernilai jika ada kepentingan terhadapnya, maka penilaian berhubungan dengan sikap, perasaan dan keinginan. Menurut John Dewey nilai adalah hasil perbuatan atau perbuatan memberi nilai menyangkut perasaan, keinginan dan tindakan akal yang digunakan untuk melakukan generalisasi ilmiah sebagai sarana mencapai tujuan (John Dewey)
Menurut pendekatan obyektivisme logis nilai adalah kenyataan berbentuk esensi logis yang diketahui melalui akal dan tidak terdapat dalam ruang dan waktu, sedangkan menurut pendekatan obyektivisme metafisik nilai adalah unsur-unsur obyektif yang menyusun kenyataan. Pendekatan obyektivisme metafisik sejalan dengan pendapat G.E. More yang menyatakan bahwa nilai adalah kualitas empiris. Untuk menerangkan warna tunjukkan saja warna tersebut.
Nilai dapat dipandang dari segi semantis dan pragmatis. Dari segi semantis, nilai adalah obyek yang diberi nilai atau berupa kata benda, sedangkan dari segi pragmatis nilai adalah subyek yang memberi penilaian atau berupa kata kerja.
Segala sesuatu memiliki nilai intrinsik dan nilai instrumental. Nilai intrinsik adalah sesuatu yang benar-benar bernilai, sesuatu yang sejak semula sudah mempunyai nilai. Nilai instrumental adalah sesuatu yang diberi nilai, sesuatu yang bernilai karena dapat dipakai sebagai sarana mencapai tujuan.
Axiology membahas tentang nilai-nilai dan kegunaan ilmu pengetahuan baik ilmu alam (natural sciences) maupun ilmu sosial (social sciences). Ilmu alam melukiskan obyek apa adanya dan bebas tanggapan sehingga ontology dan epistemology ilmu alam bersifat apa adanya (kenyataan). Penggunaan ilmu alam menyangkut yang seharusnya terjadi sehingga axiology ilmu alam menyangkut nilai-nilai yang harus diperhatikan, baik nilai agama, moral, kemanusiaan dan sebagainya
Axiology keilmuan dalam bidang ilmu sosial mempunyai kesamaan dan perbedaan dengan axiology bidang ilmu alam. Ilmu sosial selalu menyangkut nilai-nilai, baik ontology, epistemology maupun axiology-nya, karena ilmu sosial menyangkut manusia yang mempunyai tujuan. Sebagai contoh, untuk membahas sexology tentu tidak dapat bicara apa adanya kepada semua umur, demikian pula cara mempelajari dan penggunaannya.
Axiology keilmuan telah mengalami perjalanan yang cukup panjang. Interaksi antara ilmu dengan nilai-nilai mengalami perkembangan panjang sebagai berikut :
1. Ketika Copernicus (1473-1543) menemukan teori Heliosentris mulai terjadi interaksi antara ilmu dengan nilai (terutama nilai-nilai moral kegamaan)
2. Sebelumnya, ketika berpaham Geosentris, ilmu dan nilai-nilai merupakan dua hal terpisah.
3. Interaksi antara ilmu dengan nilai-nilai berkembang menjadi pertarungan. Para agamawan menganggap bahwa ilmu nilai moral tidak dapat dipisahkan, sementara ilmuwan memandang bahwa ilmu merupakan sesuatu yang bebas nilai.
4. Pertarungan tersebut makin meningkat, bahkan pada tahun 1933 Galileo (1564-1642) dipaksa untuk mencabut keahliannya
5. Setelah lebih kurang 250 tahun, pertarungan dimenangkan oleh ilmuwan, artinya ilmu meneliti alam apa adanya.
6. Ketika ilmu menjelma menjadi teknologi yang merupakan hasil penerapan konsep ilmiah dalam memecahkan masalah praktis, ilmu bukan hanya menjelaskan tetapi juga berfungsi mengontrol dan mengarahkan sehingga timbul gesekan dengan aspek moral (aksiologi).
7. Akibat gesekan tersebut, ilmuwan terpecah jadi dua golongan. Golongan pertama, ilmuwan yang memandang bahwa ilmu adalah netral, bebas nilai, maka tugas ilmuwan adalah menemukan pengetahuan apapun, tidak perlu memperhatikan nilai-nilai, termasuk nilai moral. Golongan kedua, ilmuwan yang memandang bahwa ilmu hanya netral dari segi Ontologi, sedangkan cara dan penggunaannya (Epistemologi dan Aksiologinya) harus mempertimbangkan nilai moral
8. Akibat yang ditimbulkan jika ilmu terlepas dari nilai-nilai moral sangat mengenaskan bagi kemanusiaan, bertentangan dengan nilai-nilai moral bahkan agama. Salah satu contoh yang dapat dilihat adalah ketika bom atom ditemukan pada tahun 1930-an. Pada tahun 1942 bom tersebut diledakkan di Hirosima dan Nagasaki dalam perang dunia II. Seluruh kota hancur, karya manusia banyak yang musnah, banyak nyawa manusia melayang, banyak meninggalkan orang-orang cacat, bahkan ibu-ibu yang saat itu sedang mengandung pun banyak terkena akibat radiasi nuklir, sehingga melahirkan bayi-bayi cacat dan berbagai rentetan akibat yang tidak dapat dilukiskan akibat kemanusiaannya.
9. Dalam ilmu social, terjadi peristiwa yang demikian pula. Pemerintah Swedia merumuskan “New Morality” dengan melakukan penelitian tentang relasi antara pria dan wanita. Hasilnya, 93% terbiasa melakukan hubungan sex di luar nikah. Oleh pemerintah Swedia, hasil penelitian tersebut dijadikan pijakan sebagai “New morality” di Swedia dengan memberi kebebasan antara pria dengan wanita melakukan hubungan sex di luar nikah alias “free sex”
10. Dua contoh di atas membuktikan bahwa ilmu tidak terlepas dari nilai-nilai moral. Tidak mengherankan, jika seorang Albert Einstein sampai mengeluarkan kata-kata sebagai berikut : “Science without religion is blind and religion without science is lame”
Dewasa ini nilai-nilai keilmuan baik dalam aspek ontology, epistemology maupun axiology-nya berlaku sebagai berikut :
1. Ontology ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan sosial adalah netral, apa adanya dan tidak terikat oleh nilai-nilai atau bebas nilai-nilai.
2. Epistetemology ilmu pengetahuan alam bersifat netral, apa adanya dan bebas nilai-nilai, namun epistemology ilmu pengetahuan sosial tidak demikian. Epistemology ilmu pengetahuan sosial terikat dengan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat karena ilmu pengetahuan sosial berhubungan dengan manusia yang selalu memiliki tujuan.
3. Axiology ilmu pengetahuan alam maupun ilmu pengetahuan sosial tidak terlepas dari nilai-nilai atau terikat oleh nilai-nilai dalam menerapkannya. Penerapan atau penggunaan kedua ilmu pengetahuan tersebut harus memperhatikan nilai agama, moral, hukum, budaya dan sebagainya.

TUGAS : MERUMUSKAN KONSEP

  • Hasil akhir yang diharapkan :

Mahasiswa mampu menyusun  kerangka berpikir dan konsep berdasarkan substansi-substansinya

  • Cara mengerjakan :
  1.  Buatlah kesimpulan variabel dengan dengan teknik compare contrast
  2.  Compare adalah membandingkan teori yang sama, sedangkan contrast adalah membandingkan teori yang berbeda
Teori 1Teori 2Teori 3Kesimpulan
Pengertian XXXXXX adalah A B CXXX adalah  A DXXX adalah A B DXXX adalah A B D
Pengertian YYYYYY adalah A B GYYY adalah B E MYYY adalah E M IYYY adalah B M
Pengertian ZZZZZZ adalah A C HZZZ adalah C E GZZZ adalah E G HZZZ adalah C E G H
  1. Kesimpulan yang dihasilkan mengandung esensi dan substansi yang jelas
  2. Kesimpulan yang dibuat berbentuk teori, prinsip atau hukum
  3. Teori menjelaskan mengapa gejala dapat terjadi
  4. Prinsip merupakan pernyataan yang berlaku umum bagi sekelompok gejala
  5. Hukum menjelaskan apa yang terjadi dalam hubungan sebab akibat.
  • Kriteria penilaian :
  1. Nilai E ( < 45 ) : Tidak melaksanakan tugas
  2. Nilai D ( > 45 ) : Menyusun kerangka berpikir dan konsep menggunakan substansi yang tidak relevan
  3. Nilai C ( > 60 ) : Menyusun kerangka berpikir dan konsep menggunakan substansi yang relevan
  4. Nilai B, B-, B+ ( > 65 ) : Menyusun kerangka berpikir dan konsep berdasarkan teori tertentu dengan substansi yang relevan

Selamat bekerja, semoga sukses

LOGICO HYPOTETICO VERIFIKASI

Uraian :

  1. Logico Hypotetico Verifikasi adalah  cara mendapatkan pengetahuan dengan langkah-langkah tertentu yang terdiri dari : 1. Pengajuan masalah, 2. Penyusunan kerangka teori, 3. Perumusan hipotesis, 4. Pengujian hipotesis dan 5. Penarikan kesimpulan
  2.  Langkah-langkah dalam logico hypotetico verifikasi merupakan gabungan pendekatan rasio dan empiris. Kombinasi penggunaan rasio dan empiris menyebabkan pengetahuan yang didapat bersifat rasional namun tidak subyektif dan solipsistik karena dapat diuji dengan fakta empiris
  3. Pengajuan masalah : Masalah adalah perbedaan antara  kondisi yang diinginkan (das sollen) dengan kondisi yang dialami (das sein). Pengajuan masalah dilakukan dengan memaparkan teori, prinsip, hukum, peraturan perundangan dan standar lainnya atau melakukan deduksi. Paparan teori tersebut kemudian dibandingkan dengan keadaan riil, hasil penelitian, fenomena dan fakta lain atau melakukan induksi.
  4. Faktor-faktor yang terkait dengan variabel dependent diidentifikasi sehingga terjadi proses deduksi dan induksi. Pembatasan masalah dilakukan agar pemaparan variabel dependent lebih fokus pada variabel independent tertentu.
  5. Setelah dilakukan pembatasan masalah dengan alasan tertentu dibuatlah rumusan masalah dengan kalimat yang bersifat korelatif interogatif. Contoh rumusan masalah : 1. Adakah hubungan faktor X dengan gejala Y di daerah A ? ; 2. Adakah pengaruh faktor X terhadap gejala Y di  daerah A ? ; 3. Adakah perbedaan gejala X dengan gejala Y dalam peristiwa Z di daerah A ?
  6. Menyusun kerangka teori : Kerangka teori disusun untuk menjawab permasalahan secara rasional sehingga terjadi proses deduksi. Masing-masing varibel dijabarkan dalam sebuah kerangka teori.
  7. Penjabaran dimulai dari variabel dependent, kemudian diikuti variabel independent. Variabel independent adalah faktor yang mempengaruhi terjadinya gejala, sedangkan variabel dependent adalah variabel yang dipengaruhi. Penjabaran variabel dependent mengarah kepada variabel independent sehingga terlihat jelas keterkaitan kedua variabel
  8. Perumusan hipotesis : Rumuskan keterkaitan variabel independent dengan variabel dependent menjadi hipotesis. Hipotesis adalah dugaan logis yang dijadikan sebagai kemungkinan pemecahan masalah
  9. Hipotesis dirumuskan dalam kalimat deklaratif yang mengekspresikan hubungan antar variabel. Contoh hipotesis : 1. Ada hubungan faktor X dengan gejala Y di daerah A ; 2. Ada pengaruh faktor X terhadap gejala Y di daerah A ; 3. Ada perbedaan gejala X dengan gejala Y dalam peristiwa Z di daerah A
  10. Pengujian hipotesis : Hipotesis merupakan jawaban sementara yang akan berlaku setelah diuji dengan fakta dan terbukti kebenarannya. Hipotesis yang akan diuji dirumuskan dalam bentuk hipotesis statistik yang terdiri dari hipotesis nol (Ho) dan hipotesis alternatif (H1)
  11. Pengujian hipotesis dilakukan dengan mengumpulkan fakta yang relevan menggunakan instrumen penelitian. Dalam pengujian harus terjadi penolakan terhadap Ho dan menerima H1 yang menjadi hipotesis penelitian. Penerimaan Ho menunjukkan adanya kekeliruan dalam penarikan kesimpulan
  12. Penarikan kesimpulan : Penarikan kesimpulan merupakan penilaian terhadap proses pengujian hipotesis. Penarikan kesimpulan bermuara kepada pernyataan diterima atau ditolaknya hipotesis penelitian
  13. Hipotesis penelitian diterima jika pengujian hipotesis didukung oleh fakta atau terjadi penolakan Ho. Hipotesis penelitian ditolak jika pengujian hipotesis tidak didukung oleh fakta (Ho gagal ditolak). Hipotesis penelitian yang diterima menjadi bagian pengetahuan ilmiah dalam bentuk teori, prinsip atau hukum
  • Latihan
  1. Apakah yang dimaksud dengan logico hypotetico verifikasi?
  2. Sebutkan langkah-langkah yang disebut dengan logico hypotetico verfifikasi!
  3. Jelaskan bahwa logico hypotetico verifikasi merupakan gabungan pendekatan empiris dengan rasio!