BAHAN PRESENTASI SEMESTER GANJIL

MATERI

  1. Filsafat ilmu
  2. Ontology
  3. Epistemology
  4. Pengajuan masalah
  5. Kerangka dan sumber teori
  6. Hipotesis
  7. Penarikan kesimpulan
  8. Deduksi
  9. Silogisme
  10. Relasi silogisme
  11. Sarana berpikir deduksi dan induks
  12. Induksi
  13. Hubungan dalam induksi
  14. Axiology

DAFTAR PUSTAKA

  • Kattshoff, Louis O., Pengantar Filsafat, (Jogyakarta : Tiara Wacana, 1996)
  • Suriasumantri, Jujun S., Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 2000)
  • Soekadijo, RG, Logika Dasar, Tradisional, Simbolik, Induktif, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka, 1994)
  • Wallace, Walter L., Metoda Logika Ilmu Sosial, (Jakarta : Bumi Akasara, 1990)
  • http://id.wikipedia.org/wiki/filsafat_ilmu diakses tanggal 1 Februari 2014
  • http://id.wikipedia.org/wiki/ontologi diakses tanggal 1 Februari 2014
  • http://id.wikipedia.org/wiki/epistemologi diakses tanggal 1 Februari 2014
  • http://id.wikipedia.org/wiki/epistemologi diakses tanggal 1 Februari 2014

PENILAIAN

  1. Kehadiran : 20%
  2. Tugas : 20%
  3. Ujian tengah semester : 30%
  4. Ujian akhir semester : 30%

DOSEN PENGAMPU

5461  H. Aminuddin
1039 Mulyo Wiharto

RENCANA PEMBELAJARAN

RENCANA PEMBELAJARAN

Mata Kuliah :Filsafat Ilmu dan Logika
Kode Mata Kuliah :ESA 160
Bobot :2 SKS
Program Studi :Pelaksana Akademik Mata Umum (PAMU)
Fakultas :Pelaksana Akademik Mata Umum (PAMU)
Tahun Akademik :2012/2013
Semester :Ganjil
Dosen :Drs. Mulyo Wiharto, MM, MHA
Drs. Hasyim Purnama, M.Si
Dr. Aminuddin
M. Ali Imron, S.Sos, M.Fis

Kompetensi dasar :

  1. Memahami hakekat filsafat ilmu
  2. Memahami hakekat ontology dan aplikasinya dalam penyusunan konsep
  3. Memahami hakekat epistemology dan langkah-langkah berpikir ilmiah
  4. Memahami aspek axiology dalam pemanfaatan ilmu
  5. Memahami konsep-konsep logika dasar
  6. Memahami konsep deduksi dan penerapan deduksi sebagai sarana berpikir ilmiah
  7. Memahami penerapan induksi dan penerapan induksi sebagai sarana induktif

Kemampuan akhir yang diharapkan :

  1. Mampu menjelaskan ruang lingkup filsafat ilmu menurut ilmu filsafat
  2. Mampu mengidentifikasi substansi-substansi yang menyusun sebuah esensi
  3. Mampu merumuskan cara mendapatkan pengetahuan yang benar
  4. Mampu mengidentifikasi langkah-langkah logico hypotetico verifikasi
  5. Mampu merumuskan langkah-langkah logico hypotetico verifikasi
  6. Mampu menyusun  kerangka berpikir dan konsep
  7. Mampu menjelaskan aspek-aspek  nilai ilmu alam dan ilmu sosial
  8. Mampu menguraikan  hakekat logika sebagai ilmu dan metoda
  9. Mampu menjelaskan hakekat penalaran deduktif
  10. Mampu menarik kesimpulan dengan penalaran deduktif
  11. Mampu menguraikan penalaran deduktif dengan bahasa matematika
  12. Mampu menjelaskan hakekat penalaran induktif
  13. Mampu menarik kesimpulan dengan penalaran induktif
  14. Mampu menguraikan penalaran induktif dengan bantuan statistika

Materi pembelajaran :

  1. Pengantar
  2. Ontology
  3. Epistemology
  4. Pengajuan masalah
  5. Kerangka teori
  6. Hipotesis
  7. Penarikan kesimpulan
  8. Deduksi
  9. Silogisme
  10. Relasi-relasi silogisme
  11. Induksi
  12. Hubungan-hubungan dalam induksi
  13. Sarana berpikir deduksi dan induksif
  14. Axiology

Kegiatan pembelajaran

  1. Contextual Instruction : (1) Mahasiswa mendengarkan penjelasan dosen mengenai hakekat ontology, epistemology dan axiology yang disertai contoh-contoh dalam pengalaman sehari-hari selama 60-70 menit. (2) Sebelum kegiatan di atas, mahasiswa mendengarkan penjelasan dosen tentang topik, buku referensi dan penilaian mata kuliah fisafat ilmu dan logika selama 20-30 menit
  2. Contextual Instruction : (1) Mahasiswa mendengarkan penjelasan dosen mengenai konsep-konsep ontology yang disertai dengan contoh-contoh yang memperjelas makna ‘yang ada’, ‘yang nyata’, esensi dan substansi selama 90-100 menit. (2) Selama mendengarkan penjelasan dosen, mahasiswa dapat mengajukan pertanyaan.
  3. Contextual Instruction : (1)  Mahasiswa mendengarkan penjelasan dosen selama 90-100 menit mengenai cara-cara mendapatkan pengetahuan dengan mitos, common sense, empiris, rasio dan metoda ilmiah, disertai dengan contoh-contoh dalam kehidupan sehari-hari. (2) Selama mendengarkan penjelasan dosen, mahasiswa dapat mengajukan pertanyaan.
  4. Contextual Instruction : (1) Mahasiswa mendengarkan penjelasan dosen selama 90-100 menit mengenai pengajuan masalah yang disertai dengan pengalaman-pengalaman dalam menyusun skripsi (2) Selama mendengarkan penjelasan dosen, mahasiswa dapat mengajukan pertanyaan.
  5. Cooperative learning : (1) Mahasiswa mendengarkan penjelasan dosen selama 20-30 menit untuk melaksanakan tugas menyusun kerangka teori secara berkelompok (2) Mahasiswa membahas tugas tersebut dengan kelompoknya masing-masing selama 60-70 menit. (3) Mahasiswa menyampaikan hasil diskusinya dalam bentuk tulisan di blog
  6. Cooperative learning : (1) Mahasiswa mendengarkan penjelasan dosen selama 20-30 menit untuk menyusun kerangka berpikir dan konsep secara berkelompok untuk menghasilkan hipotesis (2) Mahasiswa membahas tugas bersama kelompoknya masing-masing selama 60-70 menit. (3) Mahasiswa menyampaikan hasil diskusinya dalam bentuk tulisan di blog.
  7.  Contextual Instruction : (1) Mahasiswa mendengarkan penjelasan dosen selama 90-100 menit mengenai penarikan kesimpulan  disertai dengan contoh-contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari. (2) Selama mendengarkan penjelasan dosen, mahasiswa dapat mengajukan pertanyaan.
  8. Contextual Instruction : (1) Mahasiswa mendengarkan penjelasan dosen selama 90-100 menit mengenai deduksi dan silogisme menggunakan contoh-contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari. (2)  Selama mendengarkan penjelasan dosen, mahasiswa dapat mengajukan pertanyaan.
  9. Cooperative learning dan discovery learning : (1) Mahasiswa mendengarkan penjelasan dosen selama 10-20 menit untuk membuat kesimpulan secara deduktif (2) Mahasiswa membahas tugas tersebut dengan kelompoknya masing-masing selama 40-50 menit, kemudian menyampaikan hasil diskusinya di kelas. (3)
  10. Contextual Instruction : (1) Mahasiswa mendengarkan penjelasan dosen selama 90-100 menit mengenai relasi-relasi silogisme menggunakan contoh-contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari. (2)  Selama mendengarkan penjelasan dosen, mahasiswa dapat mengajukan pertanyaan.
  11. Contextual Instruction : (1) Mahasiswa mendengarkan penjelasan dosen selama 90-100 menit mengenai induksi menggunakan contoh-contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari. (2)  Selama mendengarkan penjelasan dosen, mahasiswa dapat mengajukan pertanyaan.
  12. Contextual Instruction : (1) Mahasiswa mendengarkan penjelasan dosen selama 90-100 menit mengenai hubungan-hubungan dalam induksi menggunakan contoh-contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari. (2)  Selama mendengarkan penjelasan dosen, mahasiswa dapat mengajukan pertanyaan.
  13. Small group discussion : (1) Mahasiswa merumuskan rangkuman tentang matematika sebagai sarana berpikir deduktif dan statistika sebagai sarana berpikir induktif dalam kelompok-kelompok kecil. (2) Mahasiswa mempresentasikan hasil diskusinya di kelas. (3) Mahasiswa mengupload rangkuman tersebut di web hybrid learning.
  14. Contextual Instruction : (1)  Mahasiswa mendengarkan penjelasan dosen selama 90-100 menit mengenai nilai-nilai ontolology, epistemology dan axiology ilmu alam dan ilmu sosial yang disertai dengan contoh-contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari. (2) Selama mendengarkan penjelasan dosen, mahasiswa dapat mengajukan pertanyaan.

Daftar pustaka :

DAFTAR PUSTAKA

  • Kattshoff, Louis O., Pengantar Filsafat, (Jogyakarta : Tiara Wacana, 1996)
  • Suriasumantri, Jujun S., Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 2000)
  • Soekadijo, RG, Logika Dasar, Tradisional, Simbolik, Induktif, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka, 1994)
  • Wallace, Walter L., Metoda Logika Ilmu Sosial, (Jakarta : Bumi Akasara, 1990)
  • http://id.wikipedia.org/wiki/filsafat_ilmu diakses tanggal 1 Februari 2014
  • http://id.wikipedia.org/wiki/ontologi diakses tanggal 1 Februari 2014
  • http://id.wikipedia.org/wiki/epistemologi diakses tanggal 1 Februari 2014
  • http://id.wikipedia.org/wiki/epistemologi diakses tanggal 1 Februari 2014

Rubrik penilaian :

Tugas 1

< 45( E )> 45( D )> 60( C,  C + )> 65( B -,  B,  B + )> 77( A -,  A )
Tidak melaksanakan tugasTidak dapat merumuskan masalah, tidak dapat menyusun kerangka teori dan hipotesis dengan benar.Merumuskan masalah dengan benar, mencoba menjawabnya dengan teori tertentu dan berusaha mengajukan hipotesis dengan tepatMerumuskan masalah dengan benar, menjawabnya dengan kerangka teori tertentu dan  relevan  serta membuat hipotesis dengan tepatMerumuskan masalah dengan benar, menjawabnya dengan kerangka teori yang relevan dan sumber referensi yang  variatif serta membuat hipotesis dengan tepat.

Tugas 2

< 45( E )> 45( D )> 60( C,  C + )> 65( B -,  B,  B + )> 77( A -,  A )
Tidak melaksanakan tugasMenyusun kerangka berpikir dan konsep menggunakan substansi yang tidak relevanMenyusun kerangka berpikir dan konsep menggunakan substansi yang relevanMenyusun kerangka berpikir dan konsep berdasarkan teori tertentu dengan substansi yang relevanMenyusun kerangka berpikir dan konsep berdasarkan teori dan sumber referensi yang variatif dengan substansi yang relevan

Tugas 3

< 45( E )> 45( D )> 60( C,  C + )> 65( B -,  B,  B + )> 77( A -,  A )
Tidak menarik kesimpulan deduktifTidak dapat menarik kesimpulan secara deduktif dan tidak pula menjelaskannyaMenarik kesimpulan secara deduktif namun tidak dapat menjelaskannya secara baik (aktif namun kurang benar penjelasannya)Menarik kesimpulan secara deduktif dan menjelaskannya dengan baik (1-2 kali menjelaskannya dengan benar)Menarik kesimpulan secara deduktif dan menjelaskannya dengan baik sekali (lebih dari 3 kali menjelaskannya dengan benar)

Tugas 4

< 45( E )> 45( D )> 60( C,  C + )> 65( B -,  B,  B + )> 77( A -,  A )
Tidak menarik kesimpulan deduktifTidak dapat menarik kesimpulan secara induktif dan tidak pula menjelaskannyaMenarik kesimpulan secara induktif namun tidak dapat menjelaskannya secara baik (aktif namun kurang benar penjelasannya)Menarik kesimpulan secara induktif dan menjelaskannya dengan baik (1-2 kali menjelaskannya dengan benar)Menarik kesimpulan secara induktif dan menjelaskannya dengan baik sekali (lebih dari 3 kali menjelaskannya dengan benar)

Bobot penilaian :

  1. Kehadiran : 20%
  2. Tugas : 40 %
  3. Ujian Tengah Semester : 30 %
  4. Ujian Akhir Semester : 30 %

+

Rencana pembelajaran ESA160

+

MATERI 1 – PENGANTAR

Bahan Presentasi  :

Filsafat Ilmu dan Logika 1 – Pengantar

Bahan Pengayaan :

  1. Blog Mulyo Wiharto
  2. Blog Aminuddin
  3. Blog Zinggara Hidayat
  4. Blog Hasyim Purnama

Uraian materi :

Filsafat berasal dari kata “Philosophia” yang berasal dari kata “Philo” dan “Sophia”. “Philo” artinya cinta dan “Sophia” artinya kebijaksanaan. Jadi, Filsafat adalah cinta kebijaksanaan. Filsafat adalah kebenaran tentang segala yang dipersoalkan sebagai hasil berpikir secara radikal (mendasar), spekulatif (sistematis) dan universal (menyeluruh)
Menurut Pudjawijatna, filsafat adalah ilmu yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran, sedangkan menurut Hasbullah Bakri, filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam sehingga menghasilkan pengetahuan yang dapat dicapai akal. Menurut para ahli filsafat, filsafat mempunyai pengertian sebagai berikut :
1. Filsafat adalah kegemaran dan kemauan untuk mendapatkan pengetahuan yang luhur (Plato).
2. Filsafat adalah ilmu tentang kebenaran (Aristoteles, 384-322 SM)
3. Filsafat adalah suka kepada pengetahuan (Phytagoras, 536-470 S.M.)
4. Filsafat adalah pengetahuan yang terluhur dan keinginan untuk mendapatkannya (Cicero, 106-3 S.M.)
5. Filsafat adalah pengetahuan yang menerangkan hubungan hasil dan sebabnya, maka senantiasa ada perobahan (Thomas Hobbes, 1588-1679.
6. Filsafat adalah ilmu yang menyediki dasar-dasar untuk mengetahui sesuatu dan bertindak (Immanuel Kant, 1724-1804)
Filsafat adalah hasil berpikir secara radikal, spekulatif dan universal adalah berpikir filosofis, maksudnya :
1. Radikal, artinya berpikir secara berakar atau mendasar dengan jalan meragukan sesuatu sebagai sesuatu yang benar (radix = akar)
2. Spekulatif, artinya berpikir secara sistematis dengan memisahkan antara yang dapat diandalkan dengan yang tidak dapat diandalkan
3. Universal, artinya hasil berpikir berlaku secara menyeluruh atau berkaitan dengan aspek lain.
Obyek filsafat terdiri dari Tuhan, alam dan manusia. Obyek-obyek ini melahirkan Filsafat Ketuhanan (Theodicea), Filsafat Alam (Cosmologia) dan Filsafat Manusia (Antropologia). Bahan kajian filsafat adalah :
1. Benar” dan “Salah” yang dikaji dalam Logika
2. “Baik” dan “Buruk” yang dikaji dalam Etika
3. “Indah” dan “Jelek” yang dikaji dalam Estetika
Filsafat ilmu merupakan bagian filsafat pengetahuan yang secara spesifik mengkaji tentang hakekat ilmu. Ilmu merupakan pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan dengan menggunakan metoda ilmiah, yakni perpaduan antara cara berpikir deduktif dengan cara berpikir induktif. Dengan kata lain ilmu merupakan perpaduan antara pendekatan rasionalisme dengan pendekatan empirisme.
Filsafat ilmu mempelajari tentang ontology, epistemology dan axiology. Apa yang di dipelajari oleh ilmu pengetahuan dibahas dalam ontology, bagaimana cara mendapatkan ilmu pengetahuan dbahas dalam epistemology dan apa kegunaan ilmu pengetahuan tersebut bagi umat manusia dibahas dalam axiology. Lebh jauh, pengertan ketiga hal tersebut adalah :
1. Ontology berasal dari kata ononthos, artinya yang ada (being). Ontology adalah ilmu pengetahuan tentang “yang ada” sebagai yang ada, hakekat sebenarnya tentang “yang ada” atau hakekat suatu obyek
2. Epistemology adalah ilmu yang mempelajari tentang asal, susunan, metoda dan absahnya pengetahuan atau ilmu yang mempelajari tentang cara mendapatkan ilmu pengetahuan
3. Axiology adalah bidang filsafat yang mempelajari kegunaan ilmu pengetahuan bagi umat manusia. Axiology adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki tentang hakekat nilai

MATERI 2 – ONTOLOGY

Bahan presentasi  :

Filsafat Ilmu dan Logika 2 – Ontology

Bahan Pengayaan :

  1. Blog Mulyo Wiharto
  2. Blog Aminuddin
  3. Blog Zinggara Hidayat
  4. Blog Hasyim Purnama

Uraian materi :

Ontology berasal dari kata ononthos atau dalam bahasa Inggris being artinya “yang ada” atau hakekat obyek yang dipelajari. Ontology adalah Ilmu pengetahuan tentang “yang ada” sebagai yang ada.
Ontology disebut pula sebagai metafisika yang berasal dari kata “meta ta physika”. Metafisika artinya hal-hal sesudah fisika. Dengan demikian ,apat dokatakan bahwa ontology akan menelaah sifat terdalam sesuatu.
Segala yang nyata (the real) adalah ada, namun yang ada tidak selalu harus nyata. Yang nyata adalah suatu tangkapan yang dapat dipercaya. Contoh : Bung Karno adalah sesuatu yang dapat dipercaya, maka Bung Karno ada dan nyata, sedangkan Cinderela adalah sesuatu yang ada namun tidak nyata, karena keberadaan Cinderela tidak dapat dipercaya.
Segala yang nampak (the aparent / appearance) adalah ada, namun yang ada tidak sama dengan yang nampak. Yang nampak adalah tangkapan terhadap gejala. Contoh : Kayu lurus dicelup ke air nampak bengkok. Nampaknya kayu tersebut bengkok, namun keberadaan kayu yang sesungguhnya adalah lurus. Kayu tersebut tetap ada walau bagaimanapun bentuknya, tidak menjadi soal apakah keberadaannya lurus ataupun bengkok.
Segala yang bereksistensi (Existence) adalah ada, namun yang ada tidak selalu bereksistensi. Yang bereksistensi adalah sesuatu yang dialami secara inderawi pada tempat dan waktu tertentu. Contoh : Pada hari Senin di ruangan 207 ada jam dinding merk Casio, sedangkan pada hari Minggu kemarin tidak ada, artinya pada hari Senin tersebut jam dinding merk Casio bereksistensi sedangkan pada hari Minggu tidak bereksistensi. Jam dinding merk Casio tersebut tetap ada pada hari Senin maupun Minggu, namun keberadaan meja pada hari Senin di ruangan 207, sedangkan pada hari Minggu berada di tempat yang lain.
Yang ada terkadang bersifat nisbi. Contoh : Saya berkata, “Ini Zaky dan Rayhan”. Ucapan tersebut menyatakan 2 hal, yakni ada Zaky dan ada Rayhan. Jika saya mengatakan “Ini Zaky, bukan Rayhan”, maka ucapan tersebut menyatakan 1 hal, yakni ada Zaky, sedangkan keberadaan Rayhan bersifat nisbi (semu).
Yang ada dalam batas tertentu menjadi tidak ada. Contoh : Kapas pada waktu berupa biji, maka yang ada adalah biji, sedangkan kapas tidak ada. Tauge tidak ada pada waktu masih berupa kacang hijau, yang ada adalah kacang hijau.
Yang ada adalah sesuatu yang senantiasa diketahui. Artinya, melekatkan pada sesuatu yang tidak ada hakekatnya adalah tidak ada. Yang tidak diketahui bukannya tidak ada tetapi belum diketahui.
Yang nampak (the aparent / appearance) adalah tangkapan terhadap gejala. Kayu lurus dicelup ke air nampak bengkok. Bengkoknya kayu tersebut semata-mata karena gejala yang ditangkap oleh mata, namun keberadaan kayu yang sesungguhnya adalah lurus. Keberadaan kayu yang lurus adalah suatu tangkapan yang dapat dipercaya atau nyata (the real). Yang nyata adalah bukan yang nampak.
Yang nyata adalah bukan yang nampak, karena yang nampak merupakan tangkapan terhadap gejala. Yang nyata adalah tangkapan yang dapat dipercaya, bukan tangkapan terhadap gejala, maka lebih mencerminkan keberadaan yang sesungguhnya dari sesuatu.
Cara meyakinkan bahwa sesuatu itu nyata adalah mengujnya dengan pengalaman, diuji dengan keserasan atau sesuatu tu bereksistensi. Obyek material dapat dipercaya keberadaannya jika mengalaminya, Contoh : Sebuah meja adalah nyata, sesuatu yang dapat dipercaya keberadaanya, karena dapat disentuh. Tangkapan inderawi seseorang serasi dengan tangkapan orang lain. Contoh : Manusia telah mendarat di bulan merupakan sesuatu yang nyata, karena dari beberapa informasi yang diterima, baik dari buku, majalah, surat kabar, radio, televisi, ceritera orang-orang dan sebagainya menunjukkan adanya keserasian informasi yang diterima, yakni telah ada pendaratan manusia di bulan.
Sesuatu itu nyata jika bereksistensi, walaupun yang nyata tidak sama dengan yang bereksistensi. Contoh : Aristoteles adalah sesuatu yang nyata karena bereksistensi, sebaliknya Flash Gordon adalah bukan sesuatu yang nyata karena tidak bereksistensi. Yang nyata tidak sama dengan yang bereksistensi, karena tidak semaua yang dapat dipercaya itu harus dialami secara inderawi dalam waktu dan tempat tertentu. Contoh : Tuhan merupakan sesuatu yang nyata atau sesuatu yang dapat dipercaya keberadaannya, walaupun Tuhan tidak bereksistensi.
Yang ada adalah sifat segala sesuatu, ciri yang melekat pada apa saja, penerapan yang menunjukkan ciri yang sama yang dimiliki segala sesuatu atau pengklasifikasian pelbagai hal yang diterapi suatu predikat. Yang ada adalah segala sesuatu yang diketahui. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa melekatkan sesuatu pada yang tidak ada hakekatnya adalah tidak ada. Yang tidak diketahui bukannya tidak ada tetapi belum diketahui.
Ontology disebut juga sebagai metafisika artinya hal-hal sesudah fisika, maka Ontologi akan menelaah sifat terdalam sesuatu. Sifat terdalam sesuatu disebut esensi (essence). Esensi ditentukan oleh kualitas atau sifat yang dimiliki oleh sesuatu. Kualitas atau sifat yang dimiliki oleh sesuatu disebut substansi (substance).
Substansi sesuatu bukan sekedar gejala yang ditangkap oleh mata atau seperti yang nampak (appearance) melainkan sesuatu yang dapat dipercaya bahwa keberadaannya memang demikian adanya (nyata / the reality). Hakekat segala sesuatu sesuatu di dunia ini dikenal dengan istilah Monisme, Dualisme dan Pluralisme.
Monisme menyatakan bahwa hakekat segala sesuatu adalah tunggal. Contoh : Warna merah, kuning hijau, biru, coklat sesungguhnya adalah satu, yakni sebuah warna. Orang Jawa, Sunda, Arab, Inggris, Negro sesungguhnya satu, yakni manusia. Dualisme menyatakan bahwa hakekat segala sesuatu adalah berpasangan. Contoh : Ada yang berwarna ada yang tidak berwarna, ada laki-laki ada perempuan. Pluralisme menyatakan bahwa hakekat segala sesuatu adalah jamak. Contoh : Hakekat warna tidak hanya berpasangan antara berwarna dan tidak berwarna, apalagi tunggal. Warna adalah sesuatu yang jamak, ada merah, kuning, hijau, bahkan ada merah muda, merah bata, merah maroon, merah hati dan sebagainya

MATERI 3 – EPISTEMOLOGY

Bahan presentasi  :

Filsafat Ilmu dan Logika 3 – Epistemologi

Bahan Pengayaan :

  1. Blog Mulyo Wiharto
  2. Blog Aminuddin
  3. Blog Zinggara Hidayat
  4. Blog Hasyim Purnama

Uraian materi :

Epistemology adalah Ilmu yang mempelajari tentang asal, susunan, metoda dan absahnya pengetahuan. Pengetahuan adalah apa yang kita ketahui tentang suatu obyek tertentu, termasuk di dalamnya adalah ilmu pengetahuan. Pengetahuan mempunyai 2 fungsi, yakni sebagai alat untuk meramalkan gejala alam dan sebagai alat untuk mengontrol gejala alam.
Agar pengetahuan dapat berfungsi meramalkan dan mengontrol, maka harus melakukan dua hal, yakni menguasai pengetahuan yang menjelaskan peristiwa dan mendeskripsikan hubungan berbagai faktor penyebab timbulnya gejala. Pengetahuan dapat diperoleh melalui mitos, akal sehat, empiris dan rasio.
Pengetahuan yang diperoleh dengan melalui mitos didapatkan dengan cara mengamati gejala alam sekitar. Gejala alam atau peristiwa yang yang luar biasa kemudian dikaitkan dengan makhluk yang luar biasa. Inilah yang dilakukan oleh para nenek moyang.
Gejala alam mempunyai karakteristik yang sukar diramalkan dan hal ini dikaitkan pula dengan tokoh supranatural (tokoh luar biasa) yang mempunyai watak sukar diramalkan. Tokoh supranatural yang biasanya pecinta, tiba-tiba menjadi pemarah dan murka, yang biasanya lembut tiba-tiba brutal dan sebagainya. Untuk itu kemudian diciptakan suatu persembahan, pembuatan sesaji dan sebagainya agar tokoh supranatural tersebut tidak marah, murka atau brutal lagi.
Pengetahuan yang diperoleh melalui mitos meru[akan pedoman untuk menjelaskan mengapa sesuatu dapat terjadi. Gejala alam yang terjadi, terutama peristiwa yang luar biasa dipandang sebagai perbuatan tokoh supranatural. Mereka meramalkan akan terjadi sesuatu yang luar biasa jika sang tokoh supranatural sedang membuat ulah. Dengan kata lain, nenek moyang menggunakan pengetahuan tersebut untuk meramalkan terjadi suatu peristiwa.
Membuat persembahan atau sesaji agar tokoh supranatural tidak membuat ulah lagi dengan harapan peristiwa luar biasa tidak terjadi. Artinya, nenek moyang berupa mengontrol agar peristiwa luar biasa tidak terjadi.
Ketika manusia melepas diri dari mitos, mulailah dikembangkan cara mendapatkan pengetahuan melalui akal sehat (Common sense). Pengetahuan diperoleh dengan metoda mencoba-coba (Trial and error).
Pengetahuan yang diperoleh berbentuk seni terapan yang deskriptif dan terbatas. Deskriptif artinya menitik beratkan pada gejala empiris dan mengabaikan postulat yang teoritis atomistis. Terbatas artinya tidak menunjang berkembangnya teori umum, karena hanya bertujuan praktis.
Pengetahuan yang diperoleh melalui akal sehat berbentuk kebiasaan, pengulangan pengalaman atau tradisi. Pengetahuan diperoleh lewat pengalaman secara tidak sengaja dan kebetulan. Pengetahuan tersebut kurang mempunyai kemampuan meramalkan dan mengontrol, karena hanya berdasarkan asumsi yang tidak teruji kebenarannya dan landasannya kurang berakar.
Manusia mencoba menemukan pengetahuan dengan berpikir secara induktif, yaitu cara mendapatkan pengetahuan dengan perantaraan indera. Mendapatkan pengetahuan melalui empiris didasarkan pada pendapat John Lock yang menyatakan bahwa akal merupakan catatan kosong (tabularasa) dan pengalaman hasil penginderaan dan refleksinya ditampung dalam catatan kosong tersebut.
Dalam mendapatkan pengetahuan melalui empiris dikenal adanya kelompok Empirisme Radikal yang merupakan kelompok yang secara ketat menekankan bahwa pengetahuan didapat hanya melalui empiris. Menurut kelompok Empirisme Radikal pengetahuan harus dapat dilacak dengan pengalaman inderawi. Artinya, pengetahuan yang tidak dapat dilacak dengan pengalaman indera dianggap bukan pengetahuan. Pengetahuan harus merupakan sesuatu yang bereksistensi.
Pengetahuan yang diperoleh dengan cara empiris berbentuk pengetahuan a posterori atau pengatahuan diskursif. Menurut Emmanuel Kan, pengetahuan a posteriori atau pengetahuan analitis a posteriori, yaitu pengetahuan yang terjadi akibat adanya pengalaman.
Menurut Henry Bergson, pengetahuan diskursif atau pengetahuan ‘mengenai’ sesuatu (knowledge about) yaitu pengetahuan yang bersifat inderawi. Pengetahuan diperoleh melalui penggunaan simbol-simbol untuk mengatakan sesuatu. Simbol digunakan sebagai perantara untuk menerjemahkan sesuatu.
Cara mendapatkan pengetahuan melalui empiris mempunyai 2 kelemahan. Pertama, pengetahuan tersebut dapat salah karena keterbatasan kemampuan indera manusia. Kedua, fakta yang dikumpulkan tidak dapat digeneralisasi dan cenderung hanya berupa kumpulan fakta.
Manusia mulai mengembangkan cara berpikir deduktif, yaitu cara mendapatkan pengetahuan melalui rasio. Menurut pemikiran deduktif, pengetahuan terletak pada akal dan kebenaran terletak dalam ide, bukan dalam diri sesuatu, sedangkan pengalaman hasil penginderaan (empiris) sekedar perangsang pikiran.
Dalam mendapatkan pengetahuan melalui rasio dikenal kelompok rasionalisme kontinental yang merupakan kelompok yang secara ketat menekankan bahwa pengetahuan didapat hanya melalui rasio. Menurut kelompok rasionalisme kontinental, akal budi digunakan sebagai perantara khusus untuk menemukan kebenaran. Pengetahuan diperoleh melalui kegiatan pikiran ketika akal menangkap pelbagai hal, sedangkan pengalaman hanya merupakan pelengkap.
Pengetahuan yang diperoleh dengan rasio berbentuk pengetahuan a priori dan pengetahuan intuisi. Menurut Emanuel Kant, pengetahuan a priori atau pengetahuan sintesis a priori, yaitu pengetahuan telah ada sebelum pengalaman. Menurut Henry Bergson, pengetahuan intuisi atau pengetahuan ‘tentang’ sesuatu (knowledge of), yaitu pengetahuan yang diperoleh secara langsung dan bukan pengetahuan hasil analisa.
Pengetahuan melalui rasio bersifat subyektif dan solipsistic . Subyektif artinya kebenaran sesuatu tergantung subyek atau siapa yang menyatakan kebenaran itu, sedangkan solipsistic artinya kebenaran itu benar menurut dirinya sendiri
Pengetahuan yang diperoleh melalui mitos, akal sehat, empiris maupun rasio belum memadai untuk mendapatkan pengetahuan yang ilmiah, karena beberapa alas an sebaga berikut :
1. Pengetahuan melalui mitos hanya mendapatkan pengetahuan yang bersifat asumsi, tidak dapat diterima akal sehat.
2. Pengetahuan melalui akal sehat menghasilkan pengetahuan yang bersifat deskriptif dan terbatas karena hanya berbentuk kebiasaan (tradisi), sehingga tidak teruji kebenarannya.
3. Pengetahuan melalui empiris mempunyai kelemahan, karena keterbatasan indera manusia. Pengetahuan yang diperoleh dapat mengalami kesalahan dan cenderung berupa kumpulan fakta yang sukar digeneralisasi.
4. Pengetahuan melalui rasio ternyata juga mempunyai kelemahan. Kebenaran terletak pada ide seseorang, sehingga bersifat subyektif. Disamping bersifat subyektif, kebenaran pengetahuan rasio juga bersifat solipsistic yang benar menurut dirinya sendiri.
Adanya berbagai keterbatasan dan kelemahan tersebut diatas melahirkan apa yang disebut sebagai metoda ilmiah, yakni prosedur mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu pengetahuan. Salah satu contoh metoda ilmiah adalah metoda eksperimen yang mengembangkan penjelasan yang masuk akal sekaligus mencerminkan kenyataan atau menggabungkan cara mendapatkan pengetahuan melalui empiris dan rasio.

MATERI 4 – PENGAJUAN MASALAH

Bahan presentasi   :

Filsafat Ilmu dan Logika 4 – Pengajuan masalah

Bahan Pengayaan :

  1. Blog Mulyo Wiharto
  2. Blog Aminuddin
  3. Blog Zinggara Hidayat
  4. Blog Hasyim Purnama

Uraian materi :

Masalah adalah kesenjangan antara harapan dengan kenyataan atau antara kondisi yang diinginkan (das sollen) dengan kondisi yang sekarang dialami (das sein). Masalah adalah pertanyaan tentang obyek empiris dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang terkait.
Menemukan masalah dapat dilakukan dengan cara mengamati sesuatu keadaan riil, kemudian ada perhatian tertentu terhadap obyek. Timbul pertanyaan terhadap sesuatu dan ketika ada kesulitan untuk menjawab pertanyaan tersebut timbulah masalah.
Untuk mayakinkan bahwa hal tersebut suatu masalah, maka keadaan riil dapat dibandingkan dengan standar yang dapat diperoleh dari teori, peraturan perundangan, dan sebagainya. Keadaan riil dapat pula dibandingkan dengan kondisi yang lebih dari standar, misalnya lebih efektif, lebih baik dan sebagainya.
Untuk dapat menemukan masalah dengan mudah, maka perlu memiliki sifat yang peka yakni dapat menangkap fenomena yang problematic dan siap artinya tahu teori dan hasil penelitian terdahulu. Diperlukan pula sifat tekun yakni selalu mengikuti perkembangan ilmu yang terkait dan tahu Sumber, misalnya dari kepustakaan, pertemuan ilmiah dan pengalaman
Cara menentukan masalah dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Formulasikan situasi problem
2. Identifikasikan kesenjangannya
3. Pelajari sumber informasi
4. Pilih inti masalah
5. Konsultasikan dengan ahlinya
Cara menentukan masalah juga dapat dilakukan dengan cara melakukan brainstorming, pushed writing atau memperhatikan Flow kegiatan. Brainstrorming berasal dari “brain” (otak) dan “strom” (angin ribut), maka brainstrorming tersebut dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Kumpulkan 5 orang atau lebih sebagai pelontar ide tentang suatu masalah.
2. Bebaskan pikiran orang-orang tersebut dengan segala larangan sehingga dapat mengungkapkan apapun yang dipikirkan dan diketahui.
3. Semua ide yang terlontar dicatat, kemudian dikelompokkan dan dipilih prioritasnya.
Contoh untuk menemukan masalah dengan langkah-langkah yang sesua dengan brainstorming :
1. Kemacetan lalu lintas, apa yang kita ketahui tentang kemacetan tersebut? Apakah penyebabnya? Siapa yang menyebabkan kemacetan? Berapa banyak kendaraan? dan seterusnya
2. Tuliskan ide yang terlontar : (a) Volume kendaraan banyak, (b) Merk mobil beraneka, (c) Pengemudi stres, (d) Jumlah mobil banyak, (e) Volume jalan kecil, (f) Jalan sempit, (g) Disiplin pengemudi kurang, (h) Jenis mobil banyak, (i) Terjadi keributan antar pengemudi, (j) Ada mobil konvoi, dan seterusnya
3. Kelompokkan ide di atas berdasarkan pikiran yang sama menjadi beberapa hal saja. Misalnya : a, b, d, h, j = Volume kendaraan ; e, f = Volume jalan ; c, g, I, = Perilaku pengemudi
4. Tentukan prioritas yang akan dikaji, yakni volume kendaraan atau hubungan valume kendaraan dengan kemacetan lalu lintas.
Cara menemukan masalah dengan pushed writing hampir sama dengan cara brainstorming, hanya pushed writing ini dapat dilakukan oleh sendiri, tidak perlu berkelompok, yakni :
1. Tuliskan ide dengan memaksakan diri menulis apa saja selama 10 – 15 menit. Dalam menuliskan ide tersebut tak perlu banyak dipikir dan tak perlu diedit terlebih dahulu.
2. Ide yang muncul dikelompokkan untuk dicari kekuatan penguasaannya pada apa yang telah ditulis. Dilakukan pengeditan untuk menyisihkan sesuatu yang tidak meyakinkan kebenarannya.
3. Tentukan prioritas masalah yang akan dikaji.
Selain menemukan masalah dengan melakukan brainstorming dan pushed writing dapat pula menentukan masalah dengan memperhatikan flow kegiatan sebaga berkut :
1. Buatlah flow suatu kegiatan, misalnya kegiatan pelayanan rawat jalan di rumah sakit.

Pasien Pasien Pasien
datang menunggu pulang
Pasien Pasien
mendaftar diperiksa

2. Dari flow di atas akan ditemukan berbagai masalah pada setiap tahap kegiatan. Catat masalah tersebut, kelompokkan dan tentukan prioritasnya.
Cara menentukan prioritas masalah dapat dilakukan dengan menggunakan “asas pareto” sebagai berikut :
1. Pareto mengatakan bahwa 80 % uang berada di 20 % orang,
2. Berdasarkan asas tersebut, maka tentukan prioritas masalah dengan memilih 20 % masalah yang menimbulkan 80 % dampak
Cara lain yang dapat dilakukan adalah menentukan prioritas masalah dengan menggunakan “faktor-faktor nilai masalah” sebagai berikut :
1. Berikan penilaian terhadap masalah dari segi severity (kegawatan), coverage (keluasan), feasibility (kelayakan) dan cost (biaya) dengan bertanya pada beberapa orang
2. Severity dinilai dari ringan ke gawat, coverage dari sempit ke luas, feasibility dari kurang ke layak, dan cost dinilai dari mahal ke murah.
3. Berilah score dengan tanda + pada masing-masing masalah. Semakin gawat, luas, layak atau murah, semakin banyak tanda +.
4. Hitung jumlah rata-rata setiap faktor nilai dan seluruh faktor nilai. Masalah yang mempunyai score terbesar merupakan masalah yang diprioritaskan.
Contoh : Dengan cara brainstorming, pushed wirting atau flow kegiatan, disimpulkan bahwa masalah-masalah yang ditemui dalam pelayanan rawat jalan di rumah sakit adalah sebagai berikut :
1. Pelayanan pendaftaran kurang terampil
2. Menunggu giliran pemeriksaan terlalu lama
3. Pemeriksaan pasien tidak profesional

Ketiga kelompok masalah tersebut dinilai aspek severity, coverage, feasibilty dan cost dalam bentuk tabel sebagai berikut :
Aspek Severity Coverage Feasibility Cost ∑

Pendaftaran

1. ++++
2. +++++
3. +++ 1. +++
2. +++3. ++ 1. ++
2. ++3. + 1. ++
2. ++3. ++
Rata-rata 4 3 2 2 11

Pemeriksaan pasien

1. +++++
2. +++++
3. ++++ 1. ++++
2. ++++
3. +++ 1. +++
2. ++3. ++ 1. ++
2. +3. ++
Rata-rata 5 4 2 2 13

Waktu tunggu giliran

1. ++
2. +++3. ++ 1. ++
2. ++3. ++ 1. ++
2. ++3. ++ 1. +
2. ++3. +
Rata-rata 3 2 2 1 8

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa prioritas masalah yang perlu dikaji lebih lanjut adalah masalah profesionalitas pelayananan pasien dalam pelayanan rawat jalan di rumah sakit.
Masalah yang baik untuk dikaji dalam suatu penelitan dapat dilihat dari hal-hal sebagai berikut :
1. Substansi masalah tersebut berbobot dan orsinil, mempunyai kegunaan bagi ilmu dan praktik serta masalah tersebut belum terjawab
2. Formulasi masalah berbentuk korelatif interogatif yang berasal dari dua variable atau lebih, sehingga jelas dan tajam
3. Secara teknis masalah dapat dijawab. Hal ini dilakukan jika ada kemampuan ilmu, metodologi dan fasilitas.
Masalah yang baik untuk dikaji dalam suatu penelitan dapat mempunyai syarat-syarat sebagai yang kongkrit dan nyata. Kongkrit artinya masalah tersebut terdapat dalam jangkauan pengalaman manusia. Ilmu tidak memasalahkan soal yang tidak terjangkau oleh pengalaman manusia, seperti kehidupan alam barzah, roh, makhluk halus dan sebagainya. Nyata, artinya jawaban ilmu terdapat pada dunia nyata. Ilmu tidak membicarakan masalah yang jawabannya tidak terdapat di dunia nyata seperti kehidupan akhirat, hantu dan sebagainya. Ilmu diawali dari fakta dan diakhiri dengan fakta.
Sikap manusia dalam menghadapi masalah sesuai dengan tahap-tahap yang dilaluinya, dmula pada tahap mists, ontologs dan fungsional. Pada tahap mistis, masalah dianggap sebagai kekuatan yang mengepung. Manusia merasa dirinya terkepung oleh suatu kekuatan gaib. Pada tahap ontologis, manusia mengambil jarak dengan obyek masalah dengan mengenal bentuk, menelaah dan memecahkannya. Pada tahap fungsional, manusia memfungsikan pengetahuan yang diperoleh dari pemecahan masalah tersbut untuk kepentingan dirinya
Masalah adalah perbedaan antara kondisi yang diinginkan (das sollen) dengan kondisi yang dialami (das sein). Pengajuan masalah dilakukan dengan memaparkan teori, prinsip, hukum, peraturan perundangan dan standar lainnya atau melakukan. Paparan teori tersebut kemudian dibandingkan dengan keadaan riil, hasil penelitian, fenomena dan fakta lain atau melakukan induksi
Faktor-faktor yang terkait dengan variabel dependent diidentifikasi sehingga terjadi proses deduksi dan induksi. Pembatasan masalah dilakukan agar pemaparan variabel dependent lebih fokus pada variabel independent tertentu. Setelah dilakukan pembatasan masalah dengan alasan tertentu dibuatlah rumusan masalah dengan kalimat yang bersifat korelatif interogatif.
Contoh rumusan masalah : Adakah hubungan faktor X dengan gejala Y di daerah A? Adakah pengaruh faktor X terhadap gejala Y di daerah A? Adakah perbedaan gejala X dengan gejala Y dalam peristiwa Z di daerah A?

MATERI 5 – KERANGKA TEORI

Bahan presentasi  :

Filsafat Ilmu dan Logika 5 – Kerangka teori

Bahan Pengayaan :

  1. Blog Mulyo Wiharto
  2. Blog Aminuddin
  3. Blog Zinggara Hidayat
  4. Blog Hasyim Purnama

Uraian materi :

Kerangka teori disusun untuk menjawab permasalahan secara rasional dengan menjabarkan variabel-varibel yang terdapat pada rumusan masalah. Penjabaran teori dimulai dari variabel dependent, kemudian diikuti variabel independent. Variabel independent adalah faktor yang mempengaruhi terjadinya gejala, sedangkan variabel dependent adalah variabel yang dipengaruhi. Penjabaran variabel dependent mengarah kepada variabel independent. Rumuskan keterkaitan variabel independent dengan variabel dependent menjadi hipotesis.
Langkah awal dalam menyusun kerangka teori adalah membuat kerangka penulisan sesuai masalah yang telah dipilih. Kerangka penulisan dijabarkan dari variabel-variabel yang terdapat pada rumusan masalah. Susunlah kerangka teori secara rasional berupa premis-premis ilmiah dengan mengumpulkan teori-teori. Kumpulkan teori tersebut dengan mengutip dari berbagai sumber dengan menggunakan loose leaf atau kartu yang dbuat dari potongan loose leaf.
Kerangka teori disusun dari berbagai teori yang didapatkan dari sumber ilmiah, seperti buku, jurnal ilmiah, majalah, surat kabar, peraturan perundang-undangan, makalah, dan sebagainya. Kerangka teori yang tersusun dikembangkan menjadi kerangka berpikir. Berpikir adalah ekspresi cara bekerjanya pikiran atau kegiatan mental untuk mendapatkan pengetahuan.
Kerangka berpikir disusun secara rasional dengan menggunakan premis-premis ilmiah. Premis-premis ilmiah tersebut biasanya berupa teori. Teori adalah abstraksi intelektual yang menggabungkan pendekatan rasional dan penjelasan empiris yang sesuai dengan obyek yang dijelaskan. Kerangka berpikir disusun dengan melihat faktor empiris yang relevan dan menjelaskan hubungan faktor-faktor terkait.
Cara membuat kartu atau loose leaf yang akan digunakan untuk menyusun kerangka teori dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Guntinglah loose leaf secara horisontal menjadi 3 atau 4 bagian atau kartu. Potongan loose leaf atau kartu digunakan untuk mengutip sebuah kutipan yang terdiri dari 1 ide pendek atau kutipan yang kurang dari 4 baris.
2. Kutipan yang terdiri dari 1 ide panjang, lebih dari 1 ide atau atau kutipan yang lebih dari 4 baris ditulis pada loose leaf.
3. Pada bagian atas atau bagian bawah setiap kartu atau loose leaf ditulis sumber kutipan yang meliputi : Nama pengarang, judul tulisan/buku, kota, penerbit, nama penerbit, tahun penerbitan dan halaman.
4. Penulisan sumber kutipan pada kutipan yang mempunyai lebih dari 1 ide sesuai dengan banyaknya ide, maksudnya apabila pada loose leaf terdapat 2 ide, maka penulisan sumber kutipan dilakukan 2 kali.
Setelah kartu atau loose leaf disiapkan kutiplah teori-teori yang relevan dengan beberapa macam teknik mengutip sebagai berikut :
1. Teknik long citation : Mengutip isi tulisan seperti apa yang tertulis dalam buku/tulisan secara apa adanya atau mencantumkan ide agak panjang.
2. Teknik short citation : Mengutip isi tulisan/buku dengan membagi isi kutipan menjadi kutipan inti kutipan dan detail atau penjelasan kutipan tersebut.
3. Teknik paraphrasing : Mengutip isi tulisan tidak seperti isi tulisan aslinya atau mengutip isi tulisan dengan jalan membuat kesimpulan terhadap ide yang tertulis di dalam buku/tulisan yang dikutip.
Pada setiap kartu atau loose leaf baik yang dikutip dengan teknik long citation, short citation atau paraphrasing dituliskan pula sumber kutipannya yang meliputi nama lengkap pengarang, judul buku, kota penerbit, nama penerbit, tahun penerbitan dan halaman.
Nama lengkap lengkap tidak disusun balik, tidak disertai gelar/sebutan (prof, Drs, Zr, RM. H. Pdt., dan sebaganya). Penulisan halaman : halaman, hal., hlm., h. page, p. Halaman jamak : halaman-halaman, hal-hal, hlm.-hlm., hh., pages, pp. Contoh penulisan sumber kutipan yang berasal dari buku, kumpulan karangan, terjemahan, majalah, internet dan sebagainya sebagai berikut :
1. Satu pengarang dengan satu buku : Anwar Ibrahim, Metodologi Riset, (Jakarta : PT Abadi, 2004), hh. 22-30
2. Dua pengarang dengan satu buku : Anwar Ibrahim dan Taufiq Isma’il, Metoda Deskriptif, (Jakarta : PT.Amor, 2001), h. 50
3. Dua pengarang lebih dengan satu buku : Anwar Ibrahim, “et al”. Wawasan Ilmiah, (Bandung: 2004), h.110
4. Kumpulan karangan atau hasil editing : Zaky Zakaria, “Kedudukan Filsafat Ilmu” di dalam Parera (Ed.), Bunga Rampai Filsafat, (Jakarta : PT Grasindo, 2004), h. 17
5. Hasil terjemahan : Max Weber, Beroucration, diterjemahkan oleh Rayhan Adimulyo, (Jakarta : Golden Press, 2004), h. 15
6. Ensiklopedi : Ahmad Hasan, “Logika Islam” di dalam Ensiklopedi Dunia Islam, Vol.3, (Jakarta : PT Bola Dunia, 2003), hh. 90-110
7. Skripsi, tesis atau disertasi : Ratih Puspita, Hubungan Pelatihan dengan Kinerja Karyawan PT. Gas, Tesis Magister Manajemen, (Jakarta : Universitas Esa Unggul, 2004), h. 50
8. Laporan : Adi Nugroho, Kualitas Pelayanan Puskesmas Kecamatan Grogol, Laporan Penelitian untuk Pemerintah DKI Jakarta, (Jakarta : 2004), h. 30
9. Brosur, pamflet, atau buku tahunan : Departemen Kesehatan RI, Bahaya Merokok, (Jakarta : 1997), h. 3
10. Makalah yang tidak dipublikasikan : John Lokawisesa, “Metoda kualitatif”, mimeo, makalah yang diajukan pada Seminar Ilmu Sosial, (Tegal : 1 Mei 2004), h.10
11. Karangan dalam surat kabar, jurnal, atau majalah : Cecep Gorbacep, “Nilai-nilai Ilmu Sosial”, Kompas, 15 Mei 2004, h. 4
12. Berita dalam surat kabar : Kompas (11 September 2002). Halaman IV, kolom 2.
Setelah kutipan telah terkumpul dan semua penjabaran varabel telah mempunyai kutipan sekurang-kurangnya satu kutipan, maka dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Kelompokkan ide yang tercantum pada kartu atau loose leaf dan susunlah sesuai kerangka penulisan.
2. Kutipan pada loose leaf yang mempunyai lebih dari 1 ide terlebih dahulu harus dipisah-pisahkan. Berilah nomor kerangka penulisan pada setiap ide yang ada pada kartu atau loose leaf..
3. Rangkailah dalam bentuk tulisan dengan susunan compare-contrast, yaitu menyatukan hal-hal yang sama dan membandingkan hal-hal yang berbeda.
Cara memindahkan kutipan ke dalam rangkaian tulisan dapat dilakukan dengan 2 macam teknik, yakni teknik reference atau endnote dan teknik footnote. Cara menyusun atau memindahkan isi kutipan dan sumber kutipan dengan teknik endnote ke dalam rangkaian tulisan adalah :
1. Isi kutipan ditulis di dalam (tengah) halaman kertas dengan jarak antara baris 2 spasi, seperti lazimnya penulisan ilmiah.
2. Sumber kutipan ditulis langsung di belakang isi kutipan sesuai dengan tata cara penulisan sumber kutipan dengan teknik endnote.
3. Sumber kutipan dengan teknik endnote mengandung unsur-unsur : nama belakang pengarang, tahun penerbitan, halaman
4. Cara menulis sumber kutipan dengan teknik endnote : Kurung pembuka, nama belakang pengarang buku/tulisan, koma, tahun penerbitan, titik dua, halaman isi tulisan yang dikutip, kurung penutup
5. Contoh penulisan isi dan sumber kutipan dengan teknik endnote : Metoda ilmiah adalah metoda yang menggabungkan antara pendekatan rasio dan pendekatan empiris (Suriasumantri, 2000 : 122)

Cara menuliskan sumber kutipan dengan menggunakan teknik endnote sebagai berikut :
1. Satu pengarang dengan satu buku : (Syaaf, 1994 : 22-30)
2. Satu pengarang dengan dua buku atau lebih dan tahun terbit beda : (Syaaf, 1994 : 22-30), (Syaaf, 1997 : 50)
3. Satu pengarang dengan dua buku atau lebih dan tahun terbit sama : (Syaaf, 1994a : 22), (Syaaf, 1994b : 22-30)
4. Dua pengarang : (Syaaf dan Rijadi, 1999 : 50)
5. Dua pengarang atau lebih : (Syaaf, et al., 1994 : 110)
Cara memindahkan isi kutipan dan sumber kutipan dengan teknik footnote ke dalam rangkaian tulisan adalah :
1. Isi kutipan ditulis di dalam (di tengah) halaman kertas dengan jarak antara baris 2 spasi untuk kutipan pendek (kutipan kurang dari 4 baris) dan 1 spasi untuk kutipan panjang (kutipan lebih dari 4 baris). Isi kutipan diawali dan diakhiri dengan tanda petik dua serta diberi nomor urut kutipan.
2. Sumber kutipan ditulis di dasar halaman (di bawah) halaman kertas dengan setelah diberi garis pembatas sepanjang 14 ketukan.
3. Pada kutipan yang diambil dengan teknik short citation, inti kutipan ditulis di tengah halaman kertas, sedangkan detail atau penjelasan kutipan dan sumber kutipan ditulis di bawah halaman.
4. Sumber kutipan dengan teknik footnote mengandung unsur-unsur : Nama lengkap pengarang, judul buku, kota penerbitan, nama penerbit, tahun penerbitan, dan halaman
5. Cara menulis sumber kutipan dengan teknik footnote : Nama lengkap pengarang, koma, judul buku dicetak miring atau digarisbawahi, koma, kurung pembuka, kota penerbitan, titik dua, nama penerbit, koma, tahun penerbitan, kurung penutup, koma, halaman.
6. Contoh penulisan isi dan sumber kutipan dengan teknik footnote : (Di halaman tengah kertas) “Metoda ilmiah adalah metoda yang menggabungkan antara pendekatan rasio dan pendekatan empiris” 4 (di baris bawahnya dibuat garis sepanjang 14 ketukan, kemudian di baris bawahnya lagi ditulis sumber kutipan yang ditulis lurus alinea) 4 Jujun Suria Suriasumantri, Filsafat Ilmu, (Jakarta : PT. Gramedia, 2000), h.22.
Pada suatu penulisan, sebuah sumber buku kemungkinan besar akan dikutip lebih dari satu kali, maka cara menuliskan sumber kutipan pada footnote adalah sebagai berikut :
1. Buku yang sama, pengarang sama namun halamannya berbeda menjadi sumber kutipan lagi dan diantara kedua kutipan tersebut tidak ada sumber kutipan lain, maka teknik notasi ilmiah yang digunakan adalah Ibid. Ibid singkatan dari Ibidem, artinya di tempat yang sama, maksudnya sumber kutipan yang sama dikutip lagi pada halaman yang berbeda dan tanpa diselingi dengan sumber kutipan yang lain
2. Buku yang sama, pengarang sama namun halamannya berbeda menjadi sumber kutipan lagi dan diantara kedua kutipan tersebut terdapat sumber kutipan lain, maka teknik notasi ilmiah yang digunakan adalah Op. Cit. Op. Cit singkatan dari Opere Citato, artinya karya yang telah dikutip, maksudnya sumber kutipan yang sama dikutip lagi pada halaman yang berbeda dan telah diselingi dengan sumber kutipan yang lain
3. Buku yang sama, pengarang sama dan halamannya pun sama menjadi sumber kutipan lagi dan diantara kedua kutipan tersebut ada ataupun tak ada sumber kutipan lain, maka teknik notasi ilmiah yang digunakan adalah Loc. Cit. Loc. Cit. singkatan dari Loco Citato, artinya dikutip di tempat yang sama, maksudnya sumber kutipan yang sama dikutip lagi pada halaman yang sama, telah diselingi atau tanpa diselingi dengan sumber kutipan yang lain.
Contoh penulisan sumber kutipan yang salah karena tdak mempergunakan teknk notas ilmah yang benar adalah :
1 Jujun Suria Sumantri, Filsafat Ilmu, (Jakarta : PT. Gramedia, 2000), h.122
2 Jujun Suria Sumantri, Filsafat Ilmu, (Jakarta : PT. Gramedia, 2000), h.59
3 Amal Sjaaf, Metoda Ilmiah, (Jakarta : PB IDI, 1994), h.20
4 Jujun Suria Sumantri, Filsafat Ilmu, (Jakarta : PT. Gramedia, 2000), h.59
5 Suprijanto Rijadi, Teknik Menyusun Instrumen, (Bandung : PT Alumni, 2001), h.50
6 Suprijanto Rijadi, Teknik Menyusun Instrumen, (Bandung : PT Alumni, 2001), h.50
7 Jujun Suria Sumantri, Filsafat Ilmu, (Jakarta : PT. Gramedia, 2000), h.250
Contoh penulisan sumber kutipan di atas harus menggunakan teknk notas ilmah yang benar yakni :
1 Jujun Suria Sumantri, Filsafat Ilmu, (Jakarta : PT. Gramedia, 2000), h. 122
2 Ibid, h. 59
3 Amal Sjaaf, Metoda Ilmiah, (Jakarta : PB IDI, 1994), h. 20
4 Jujun Suria Sumantri, Loc. Cit
5 Suprijanto Rijadi, Teknik Menyusun Instrumen, (Bandung : PT Alumni, 2001), h. 50
6 Loc. Cit,
7 Jujun Suria Sumantri, Op. Cit, h. 250

Setelah sumber kutipan dengan teknik notasi footnote disusun pada halaman-halaman penulisan, maka pada bagian akhir penulisan dibuat daftar pustaka. Adapun cara penulisan daftar pustaka adalah :
1. Unsur yang ditulis sama dengan unsur-unsur footnote, (nama lengkap pengarang, judul buku, kota penerbit, nama penerbit dan tahun penerbitan), kecuali halaman yang dikutip (semua halamannya dihilangkan)
2. Nama pengarang ditulis lengkap dan disusun balik. Contoh : Jujun Suria Sumantri ditulis Sumantri, Jujun Suria, Amal Syaaf ditulis Syaaf, Amal.
3. Gelar pengarang tidak dicantumkan. Contoh : Prof Dr Fuad Hasan cukup ditulis Hasan, Fuad. H. Abdul Gafur cukup ditulis Gafur, Abdul.
4. Cara menuliskan pengarang yang sama dan dikutip lagi pada baris berikutnya adalah mengganti nama pengarang tersebut dengan garis sepanjang nama pengarang tersebut.
5. Daftar pustaka disusun alfabetis sesuai huruf depan nama pengarang yang telah disusun balik, dan tidak boleh diberi nomor urut. Contoh : Gafur, Ahmad kemudian Hasan, Fuad.
6. Jarak antara baris pada satu pustaka 1 spasi, sedangkan jarak antara baris antara pustaka satu dengan pustaka berikutnya adalah 2 spasi
Penulisan daftar pustaka dengan teknik endnote tidak berbeda jauh dengan teknik footnote, namun terdapat ciri yang agak berbeda pada penulisan tahun yang dicantumkan setelah nama pengarang. Contoh penulisan daftar pustaka :
1 Syaaf, Amal. 1993, Metodologi Riset, (Jakarta : PB IDI)
2 _________, 1994a, Makhluk Hidup, (Jakarta : CV Rajawali) ;
3 _________, 1994b, Riset Kualitatif, (Jakarta : PT Tamara)

MATERI 6 – HIPOTESIS

Bahan presentasi  :

Filsafat Ilmu dan Logika 6 – Hipotesis

Bahan Pengayaan :

  1. Blog Mulyo Wiharto
  2. Blog Aminuddin
  3. Blog Zinggara Hidayat
  4. Blog Hasyim Purnama

Uraian materi :

Kerangka teori disusun untuk menjawab permasalahan secara rasional sehingga terjadi proses deduksi. Masing-masing varibel dijabarkan dalam sebuah kerangka teori. Penjabaran dimulai dari variabel dependent, kemudian diikuti variabel independent. Variabel independent adalah faktor yang mempengaruhi terjadinya gejala, sedangkan variabel dependent adalah variabel yang dipengaruhi
Penjabaran variabel dependent mengarah kepada variabel independent. Rumuskan keterkaitan variabel independent dengan variabel dependent menjadi hipotesis. Hipotesis adalah dugaan logis yang dijadikan sebagai kemungkinan pemecahan masalah. Hipotesis dirumuskan dalam kalimat deklaratif yang mengekspresikan hubungan antar variabel
Contoh hipotesis : Ada hubungan faktor X dengan gejala Y di daerah A. Ada pengaruh faktor X terhadap gejala Y di daerah A. Ada perbedaan gejala X dengan gejala Y dalam peristiwa Z di daerah A
Lakukan pengujian hipotesis karena hipotesis merupakan jawaban sementara yang akan berlaku setelah diuji dengan fakta dan terbukti kebenarannya. Hipotesis yang akan diuji dirumuskan dalam bentuk hipotesis statistik yang terdiri dari hipotesis nol (Ho) dan hipotesis alternatif (H1). Pengujian hipotesis dilakukan dengan mengumpulkan fakta yang relevan menggunakan instrumen penelitian.
Dalam pengujian harus terjadi penolakan terhadap Ho dan menerima H1 yang menjadi hipotesis penelitian. Penerimaan Ho menunjukkan adanya kekeliruan dalam penarikan kesimpulan.

MATERI 7 – PENARIKAN KESIMPULAN

Bahan presentasi  :

Filsafat Ilmu dan Logika 7 – Penarikan kesimpulan

Bahan Pengayaan :

  1. Blog Mulyo Wiharto
  2. Blog Aminuddin
  3. Blog Zinggara Hidayat
  4. Blog Hasyim Purnama

Uraian materi :

Lakukan pengujian hipotesis karena hipotesis merupakan jawaban sementara yang akan berlaku setelah diuji dengan fakta dan terbukti kebenarannya. Hipotesis yang akan diuji dirumuskan dalam bentuk hipotesis statistik yang terdiri dari hipotesis nol (Ho) dan hipotesis alternatif (H1). Pengujian hipotesis dilakukan dengan mengumpulkan fakta yang relevan menggunakan instrumen penelitian.
Dalam pengujian harus terjadi penolakan terhadap Ho dan menerima H1 yang menjadi hipotesis penelitian. Penerimaan Ho menunjukkan adanya kekeliruan dalam penarikan kesimpulan.
Penarikan kesimpulan merupakan penilaian terhadap proses pengujian hipotesis. Penarikan kesimpulan bermuara kepada pernyataan diterima atau ditolaknya hipotesis penelitian.
Hipotesis penelitian diterima jika pengujian hipotesis didukung oleh fakta atau terjadi penolakan Ho. Hipotesis penelitian ditolak jika pengujian hipotesis tidak didukung oleh fakta (Ho gagal ditolak). Hipotesis penelitian yang diterima menjadi bagian pengetahuan ilmiah dalam bentuk teori, prinsip atau hukum

MATERI 8 – DEDUKSI

Bahan presentasi :Filsafat Ilmu dan Logika 8 – Deduksi

Bahan Pengayaan :

  1. Blog Mulyo Wiharto
  2. Blog Aminuddin
  3. Blog Zinggara Hidayat
  4. Blog Hasyim Purnama

Uraian materi :

Deduksi adalah penalaran yang menggunakan proposisi universal atau penalaran yang mempunyai premis berupa proposisi universal. Premis adalah proposisi yang dijadikan sebagai dasar untuk menarik kesimpulan, sedangkan proposisi adalah pernyataan yang mengandung penertian tertentu. Contoh proposisi universal : Semua mahasiswa adalah mahluk hidup, Semua tumbuhan dapat berfotosentesis
Dedukdi disebut juga sebagai cara berpikir yang dilakukan untuk menarik kesimpulan umum menjadi kesimpulan khusus, contohnya :
1. Semua mahasiswa wajib mengikuti ujian (umum)
2. Ika adalah mahasiswa
3. Ika wajib mengikuti ujian (khusus)

Deduksi adalah cara berpikir yang dilakukan untuk menarik kesimpulan umum menjadi kesimpulan yang bersifat khusus. Deduksi terdiri dari 3 (tiga) buah proposisi berbentuk premis mayor dan premis minor, sedangkan proposisi ketiga disebut konklusi. Salah satu premis atau kedua-duanya harus berbentuk pernyataan umum atau proposisi universal (A atau E), sedangkan konklusi berbentuk proposisi particular atau pernyataan yang lebih khusus dari pernyataan yang dinyatakan dalam premis. Contoh penalaran berbentuk deduksi adalah :
1. Premis mayor : Semua mahasiswa (M) adalah manusia.
2. Premis minor : Sisca adalah mahasiswa (M)
3. Konklusi : Sisca adalah manusia
Atau
1. Premis minor : Budi adalah seorang seniman (M)
2. Premis mayor : Semua seniman (M) adalah orang berjiwa bebas
3. Konklusi : Budi adalah seorang yang berjiwa bebas
Atau :
1. Premis mayor : Semua penjahat (M) berbuat tak terpuji
2. Premis minor : Semua pencopet adalah penjahat (M)
3. Konklusi : Semua pencopet berbuat tak terpuji